Kecelakaan Maut, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh : Tita Anarita

Bulan Ramadhan sudah tiba, sudah menjadi tradisi menjelang puasa hari pertama puasa, anggota keluarga yang tinggal di luar kota sengaja pulang agar dapat berkumpul melaksanakan “munggahan”. Tidak hanya munggahan atau lebaran, biasanya kumpul keluarga adalah hal yang paling diimpikan. Tidak peduli harus menempuh macet panjang di perjalanan, karena rerata semua orang saat libur besar, atau moment khusus seperti munggahan akan berlibur dan berkumpul bersama keluarga, baik itu hanya sekedar mengunjungi dan berkumpul bersama sanak saudara ataupun berlibur ke tempat wisata.

Menurut data Kepolisian, di Indonesia, rata-rata 3 orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan jalan. Data tersebut juga menyatakan bahwa besarnya jumlah kecelakaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 61 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yaitu yang terkait dengan kemampuan serta karakter pengemudi, 9 % disebabkan karena faktor kendaraan (terkait dengan pemenuhan persyaratan teknik laik jalan) dan 30 % disebabkan oleh faktor prasarana dan lingkungan. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto saat persiapan kegiatan Kampanye Keselamatan Jalan di Jakarta, Jumat (18/8). (Sumber: Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia).

Tanpa kecuali saat ini, sedang pandemic, arus lalulintas tetap saja padat, khususnya di jalan – jalan menuju tempat wisata. Selain tidak safety dengan Protokol Kesehatan juga mereka banyak diantaranya yang tak menghiraukan keamanan berlalulintas. Sebetulnya berbagai aturan dari Pemerintah telah dikeluarkan agar masyarakat tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali memiliki Surat Keterangan Bebas Covid. Tapi pada kenyataannya hal ini dilanggar, dengan berangkat secara sembunyi-sembunyi dari pantauan petugas keamanan, bahkan sampai ada yang sampai memalsukan Surat Keterangan Sehat tersebut. Penggunaan masker dan jaga jarak juga masyarakat banyak sekali yang melanggar.

Begitu juga dengan keamanan berlalulintas, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, terdapat banyak pelanggaran baik itu kondisi pengemudi yang kelelahan, ataupun kondisi kendaraan yang tidak terawat kondisinya. Kendaraan umum (Bis, truk, angkot) yang tidak mengikuti uji KIR sehingga kondisi kendaraan yang mengankut banyak penumpang terancam keselamatannya. Biasanya situasi ini juga dipengaruhi oleh oknum petugas, yang meloloskan uji kendaraan. Kondisi jalan pun sering kali menjadi salah satu penyebab kecelakaan, misalnya jalan yang berlubang, bergelombang dll. Ataupun mereka tidak menghiraukan situasi alam dan cuaca.

Kecelakan lalulintas yang menelan banyak korban terakhir ini adalah kecelakaan Bus Padma Kencana yang masuk jurang seperti diberitakan Detik News 14 Maret 2021 – “Dalam olah TKP kali ini terkendala tidak adanya Penerangan Jalan Umum (PJU), dikarenakan situasi di TKP tidak ada penerangan serta jalan pembatas yang tidak sesuai dengan aturan. Seperti diketahui bahwa pada Rabu (10/3) telah terjadi kecelakaan maut Bus Pariwisata Sri Padma Kencana yang masuk ke dalam jurang sedalam 15 meter, dalam insiden kali ini mengakibatkan 29 orangmeninggal dunia sementara puluhan lainnya mengalami luka berat dan kecil.”. Sementara pada berita lain juga menyebutkan bahwa Bus tersebut belum Uji KIR (Detik News, 12 Maret 2021). Selain dari factor tersebut hal ini juga karena lalainya faktor masyarakat terhadap aturan di masa pandemic ini, karena seharusnya alangkah lebih bijak jika di situasi seperti ini tidak untuk berwisata terlebih dahulu, padahal sekolah juga masih belum dibuka, sementara ini pergi berwisata.

Hal ini seharusnya negara lebih mendisiplinkan atas segala aturan yang sudah dibuat untuk dipatuhi, tidak memberikan kelonggaran dan pemakluman apalagi membiarkan oknum petugas melakukan pungli sehingga keselamatan penumpang terabaikan. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah perhatian negara terhadap fasilitas yang mendukung dalam kenyamanan berlalulintas mislanya apakah lampu jalan/PJU berfungsi dengan baik, jalan layak dilewati atau tidak, rambu-rambu lalulintas terpasang lengkap dan berfungsi sehingga masyarakat dapat mematuhinya, dan yang pastinya petugas mengontrol dan menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Infrastruktur adalah hal penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan bagi rakyatnya. Karena itu dalam Islam, membangun infrastruktur yang baik, bagus dan merata ke pelosok negeri adalah wajib. Sebagai dasarnya adalah kaidah, “Maa laa yatim al-wajib illa bihi fahuwa waajib.” (Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu hukumnya menjadi wajib).

Khalifah Umar al Faruq menyediakan pos khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Hal ini untuk memudahkan transportasi antar berbagai Kawasan Negara Islam. Khalifah Umar melalui gubernur-gubernurnya sangat memperhatikan perbaikan berbagai jalan pada tahun 19 H. Berbagai proyek direalisasikan mulai dari membuat sungai, teluk, memperbaiki jalan, membangun jembatan dan bendungan menghabiskan anggaran negara dengan jumlah besar pada masa Umar.

Islam menaruh perhatian terhadap pentingnya sikap tertib berlalu lintas. Ini karena pada dasarnya, berlalu lintas ialah soal sikap ketidakdisiplinan mengikuti rambu dan peraturan lalu lintas. Kecelakaan itu bias mengakibatkan hilangnya nyawa hal ini terdapat dalam QS Al Maidah Ayat 32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Suap  atau  pungutan  liar di  jalan,  terutama dalam transportasi  barang di  jembatan timbang, di pelabuhan,di pajak cukai masih merajalela.Hal ini menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti kecelakaan, kerusakan jalan dan hilangnya kas negara. Operasi tangkap tangan (OTT) kasus pungutan liar (pungli) perizinan di Kementerian perhubungan perintah langsung dari Presiden. Secara umum pungli sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau melanggar aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum petugas. Pungli merupakan penyalahgunaan wewenang. Pungutan liar dalam hukum pidana Islam, masuk dalam kategori jarimah takzir. sanksi takzir yang berupa pemberhentian dari pekerjaan atau jabatan ini diterapkan terhadap setiap pegawai yang melakukan jarimah, baik yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya.

Di dalam hukum pidana Islam, tidak ada perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan, semuanya disebut jinayah atau jarimah yaitu perbuatan dosa, atau perbuatan salah/kejahatan. Perbuatan ini diancam oleh Allah dengan hukum had atau ta’zir. Adapun yang dimaksud larangan adalah mengabaikan perbuatan terlarang atau mengabaikan perbuatan yang diperintahkan syara, yaitu suatu ketentuan yang berasal dari nash. Sedangkan hukuman had adalah hukuman  suatu sanksi yang ketentuannya berasal dari nash. Adapun hukuman ta’zir adalah hukuman yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukum ta’zir dijatuhkan dengan mempertimbangkan berat ringannya tindak pidana, situasi dan kondisi masyarakat, serta tuntutan kepentingan umum. Hal ini dapat dikatakan bahwa hukuman ta’zir diterapkan tidak secara definitif, melainkan melihat situasi dan kondisi dan bagaimana perbuatan jarimah terjadi, kapan waktunya, siapa korbannya, dan sanksi apa yang pantas dikenakan demi menjamin ketentraman dan kemaslahatan umat.

Posting Komentar

0 Komentar