PROSTITUSI ANAK MAKIN MARAK

 

Oleh : Wina Apriani

Sebagaimana saat ini  sering kita mendengar maraknya kasus prostitusi terhadap anak-anak ,terutama kasus yang terbaru adanya laporan prostitusi anak yang melibatkan Artis Cynthiara Alona pemilik Hotel Alona di kawasan Kreo Selatan,Larangan, Tangerang,Banten yang menjadi lokasi prostitusi online terselubung. Sebelumnya melansir dari CNN Indonesia disebutkan bahwa polisi turut mengamankan 15 anak di bawah umur saat menggerebek hotel milik artis Cynthiara Alona yang disebut dijadikan lokasi prostitusi online. Saat ini, belasan anak itu telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial. "Korban ada 15 orang, semuanya anak di bawah umur, rata-rata umur 14 sampai 16 tahun. Ini yang jadi korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat (19/3). Disampaikan Yusri, belasan anak itu nantinya akan mendapatkan trauma healing untuk memulihkan kondisi psikologinya. Saat digerebek, kata Yusri, 30 kamar yang ada di hotel tersebut terisi oleh anak-anak dan para pria hidung belang. "30 kamar di sana penuh, penuh dengan anak-anak dan ada juga ada yang dewasa yang kita amankan," ucap Yusri. Sebelumnya, polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus prostitusi online ini. Ketiganya yakni Cynthiara Alona selaku pemilik hotel, DA selaku muncikari dan AA selaku pengelola hotel. Alona juga mengakui prostitusi online ini terjadi untuk menutup biaya operasional hotel selama masa pandemi Covid-19. Hotel bintang 2 itu sendiri dulunya merupakan sebuah tempat kos. "Motifnya karena di Covid-19, penghuni cukup sepi sehingga ada peluang agar operasional (hotel tetap) berjalan, ini yang terjadi, dengan menerima kasus-kasus perbuatan cabul di hotelnya, sehingga biaya operasional hotel bisa berjalan," tutur Yusri. Ketiganya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara.

Dari kasus prostitusi anak yang terungkap diatas sangat disayangkan sekali baru terbongkar setelah begitu lama praktek beroperasi. Tak terbayangkan bagaimana nasib para puluhan anak remaja menjadi korban setelah sekian lama. Berbicara prostitusi, di Indonesia sendiri adalah salah satu negara dengan perputaran uang dari prostitusi terbesar di dunia. Dikutip dari Detik Finance, Havocscope mencatat total perputaran uang dari bisnis prostitusi mencapai US$ 186 miliar atau bila dihitung dengan kurs saat ini mencapai Rp 2.697 triliun (kurs: Rp 14.500/dolar AS). Indonesia berada di antara 24 negara yang ada di daftar Havocscope. Menurut laporan ini, perputaran uang di dunia prostitusi di Indonesia mencapai US$ 2,25 miliar atau setara Rp 32 triliun (pada kurs Rp 14.500).

Belum lagi pelaku bisnis prostitusi bebas melenggang di alam sistem demokrasi kapitalisme saat ini. Sistem Demokrasi Kapitalisme mengagungkan kebebasan berperilaku sehingga manusia bebas melakukan perbuatan apapun yang dia sukai tanpa memikirkan dampak baik-buruknya, apalagi halal-haram. Di kalangan masyarakat sendiri asalkan suka sama suka maka mereka merasa aktivitas menjual diri mereka nilai sah-sah saja, terlebih lagi jika mendapat bayaran fantastis. Sudah tidak heran jika kemaksiatan semakin merajalela setiap harinya karena mereka sudah tidak memikirkan tentang dosa.

Gambaran ideologi kapitalisme yang dianut Idonesia  detik ini menjadikan sekularisme -yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat- diamini oleh para pelaku kemaksiatan itu. Urusan surga atau neraka itu urusan nanti. Yang penting, happy happy dan happy. Begitulah memang pemikiran sekuler-liberal. Bebas, sebebas-bebasnya.

Mencuatnya kasus prostitusi online yang melibatkan artis di Indonesia beberapa waktu ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus prostitusi yang tak terungkap. Seperti fenomena gunung es, maka pelaku prostitusi yang tidak tertangkap atau terekspose sebenarnya jauh lebih banyak lagi. Inilah fakta yang sesungguhnya menyedihkan mendera bangsa Indonesia, yang notabene penduduknya mayoritas muslim. Sebuah ironi, negeri Muslim terbesar namun kemaksiatannya juga sangat besar. Lalu, bagaimana Indonesia bisa memberantas praktik prostitusi ini?

Di beberapa daerah di Indonesia, praktik prostitusi berusaha diberantas dengan membongkar lokalisasi tempat para pekerja seks komersial (PSK) beraksi. Contohnya saja di penggusuran lokalisasi Semampir di Kota Kediri Jawa Timur dan Gang Doli di Kota Surabaya Jawa Timur. Namun apakah kemudian praktik prostitusi berhenti dan hilang? Ternyata tidak. Ternyata, praktik jual diri ini malah menyebar kemana-mana secara illegal. Jadi, dengan sistem demokrasi yang serba bebas ini, mau dibuat lokalisasi ataupun tidak, praktik maksiat ini masih bisa tumbuh subur bak jamur dimusim hujan.  Karena lagi dan lagi, manusia berbuat sesukanya tanpa memerhatikan aturan Sang Pencipta.

Ketika prostitusi yang terus tumbuh subur semakin dibiarkan untuk dijadikan sebagai ajang bisnis, hukum penawaran dan permintaan berlaku. Begitulah nyatanya wajah kapitalisme demokrasi. Para Perempuan dihargai dari sisi materi dan dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Kehormatan dan kesucian perempuan sudah tidak diindahkan lagi dan rela dikorbankan begitu saja demi sejumlah rupiah. Para perempuan menjadi begitu “murah”, bisa dibeli dengan uang, melayani nafsu biadab para lelaki hidung belang. Berapapun jumlah pemasukan negara yang bisa kita peroleh dari praktik maksiat ini tentu mudharat yang didapatkan negeri kita jauh lebih besar. Karena ini adalah bencana kemanusiaan. Apapun alasannya, perbuatan melacur atau prostitusi jelas diharamkan dalam Islam. Ini termasuk zina dan dosa besar. Pelegalannya hanya akan merusak moral masyarakat, menambah-nambahi kemaksiatan dan memunculkan masalah baru.

Maka Solusinya ada  jalur yang seharusnya ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi. Pertama, penyediaan lapangan kerja. Oleh hal ini negaralah yang menyediakan lapangan pekerjaan –terutama bagi kaum laki-laki  sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Para perempuan pun tidak dibebani untuk mencari nafkah utama bagi keluarganya. Kedua, adaya pendidikan/edukasi yang seiring sejalan. dari segi pendidikannya contohnya yang bermutu, bebas biaya, mampu menanamkan pondasi keimanan yang kuat dan membekali keterampilan yang mumpuni sehingga para PSK tidak akan tergiur untuk kembali ke dunia kelam mereka.BKetiga, jalur sosial. Pemerintah berupaya menanamkan kesadaran para masyarakat untuk cara kepada apa yang terjadi di sekitarnya sehingga terbentuk kontrol sosial terhadap segala bentuk kemaksiatan. Keempat, jalur hukum atau supremasi hukum. Harus ada sanksi tegas terhadap para PSK, para pelanggan PSK, mucikari atau pihak-pihak yang terkait. Sanksi di dunia bagi pezina sudah jelas yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati jika ia sudah pernah menikah, atau dicambuk seratus kali kemudian diasingkan selama satu tahun jika ia belum pernah menikah. Yang terakhir, jalur politik. Negara harus menutup semua bentuk lokalisasi, menghapus situs prostitusi online, serta melarang produsen tayangan berbau seksualitas seperti pornografi dan pornoaksi.

Solusi dari masalah prostitusi membutuhkan pemahaman utuh bahwa akar permasalahannya adalah karena sistem permisif demokrasi yang diterapkan oleh negara. Sistem sekuler negara inilah yang menyebabkan benih-benih kemaksiatan masih dapat leluasa bergerak. Seluruh masyarakat harus menyadari bahwa prostitusi tidak akan pernah bisa dibasmi habis jika kita masih bertahan dengan sistem kehidupan yang sekarang, dan tidak beralih kepada sistem Islam yang dari awalnya justru sudah mencegah dan melarang tindakan kemaksiatan.

Islam bahkan punya aturan yang tangguh dan mampu membuat jera para pelanggar hukum syariatnya. Karena itu pula,saatnya kita mencampakkan demokrasi sekularisme, lau kita ganti dengan akidah dan syariah dalam sistem Khilafah ala minhaj an nubuwwah dengan keadaan sistem Islam yang kondusif seperti itu, harga diri perempuan akan terjaga dan kembali pada fitrahnya yang juga mulia secara kemanusiaan.

Wallahu alam bi ash shawab.

Posting Komentar

0 Komentar