Remaja Berperilaku Buruk, Efek Sistem Busuk

Oleh: Astri Ummu Zahwa, S.S

Bekasi heboh, dugaan tindak asusila yang melibatkan anak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi masih dalam penyelidikan polisi. Fakta terbaru, korban berinisial P (15) juga menjadi korban tindak pidana perdagangan manusia atau Human Trafficking yang dilakukan oleh terduga pelaku AT (21). Fakta mengejutkan ini baru saja didapatkan oleh komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi dan petugas dari Dinas Pemberdayaan  Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) saat pertemuan kedua kalinya dengan korban dan keluarga. Pertemuan yang kedua ini berlangsung di rumah korban, KPAD dan DP3A memberikan pendampingan fisik dan psikologis korban maupun orang tua, Senin (19/4)

“Selama beberapa lama korban disekap di dalam kos-kosan dan dia dijual oleh pelaku”, ungkap Komisioner Bidang Hukum KPAD Kota Bekasi, Novrian. Pengakuan yang didapatkan, korban melayani 4 sampai 5  orang. P menjadi korban perdagangan manusia melalui online, dioperasikan oleh terduga pelaku, dan uang hasilnya dinikmati oleh pelaku. Awalnya korban dijanjikan bekerja menjual pisang goring, korban diajak tinggal di rumah kos untuk mempermudah selama korban bekerja sesuai yang dijanjikan di awal. “Ternyata pekerjaan (yang dijanjikan) tidak ada yang terjadi, malah eksploitasi seksual disini,” tambahnya. (RADARBEKASI.ID, 20/4/21) 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut perbuatan AT masuk dalam ranah pidana. “Bersetubuh dengan anak memang perbuatan pidana karena korban anak tidak ada istilah suka sama suka,” ujar komisioner KPAI Retno Listyarti, Senin (26/4/2021). KPAI prihatin atas kasus persetubuhan itu. Terlebih orang tua pelaku meminta kepada orang tua korban untuk menikahkan keduanya. “Perkawinan dini dapat berdampak buruk, terutama bagi anak perempuan. Apalagi jika pencabulan, korban kemungkinan mengalami trauma. Akan berat sekali baginya menjalankan pernikahan. Menikahkan pelaku dengan korban bukan jalan terbaik bagi kepentingan  anak. Apalagi jika menikah untuk menggugurkan pidananya,” tegas Retno. (Pojokbekasi.com, 23/4/21)


Peran Sistem Dalam Perilaku Remaja

Melihat kasus yang melibatkan remaja, sangat membuat miris. Bisa dikatakan bahwa remaja dengan perilaku sekejam itu adalah remaja yang “sakit”. Maka harus dicarikan obat yang tepat untuk menyembuhkannya. Selama ini obat yang diberikan tidak dapat menyembuhkan penyakitnya hingga ke akarnya. Akan tetapi hanya mengobati di permukaan saja. Alhasil penyakit tersebut suatu saat akan kambuh lagi. Perilaku-perilaku busuk seperti itu pun akan menjamur di masyarakat dan menggerogoti remaja.

Kejahatan yang dilakukan remaja bukanlah disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor. Tak hanya orang tua dan lingkungan saja, tetapi sistem yang berlaku juga mempengaruhi. Seperti sekulerisme yang menjauhkan remaja dari agamanya. Sehingga tidak ada panduan bagi para remaja untuk bertingkah laku. Kemudian liberalisme yang memberikan kebebasan pada remaja untuk melakukan apa saja yang disukainya. Kapitalisme yang menjadikan materi sebagai ukuran dari kehidupan sehingga mengabaikan aspek non materi seperti agama dan kasih sayang. Belum lagi televisi, internet dan gadget. Ini juga menjadi sumber rusaknya perilaku buruk remaja. Sehingga diperlukan kekuatan yang besar yang dapat mengatasi itu semua, sebagai perisai yang melindungi para remaja dimana pun mereka berada.

Kekuatan besar yang akan menjadi perisai itu ialah negara. Dalam sistem kapitalisme seperti saat ini, fungsi negara sebagai perisai hampir tidak ada. Karena pada prinsipnya, negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat, sehingga pornografi, pornoaksi, perzinahan, pergaulan bebas, mendapat tempat yang lapang di tengah masyarakat. Negara juga tidak boleh menerapkan hukum yang merenggut hak hidup, merajam para pelaku pemerkosaan, dan seterusnya. Sehingga bisa dikatakan negara menjadi mandul.

Islam memiliki cara yang berbeda dalam menangani kejahatan remaja. Islam menggariskan bahwa anak yang mencapai usia baligh, dia juga harus sampai pada tingkatan ‘aqil’, berakal, yaitu matang dalam pemikiran. Ketika anak sampai di usia baligh, ia dianggap layak mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya. Syariat Islam mengarahkan anak sesuai masa baligh. Proses pendidikan anak dalam Islam, pada dasarnya mengarahkan anak agar dewasa secara pemikiran (aqil) seiring dengan kedewasaannya secara biologis (baligh).

Selanjutnya negara mengatur bagaimana interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Tidak berdua-duaan dengan yang bukan mahrom, tidak bercampur baur tanpa adanya keperluan, menutup aurat, kaum perempuan tidak tabaruj, menjaga kesopanan, sehingga tidak ada eksploitasi seksual. Akhlak mulia dibangun di tengah masyarakat, sehingga anak-anak dan remaja aman dari ancaman kerusakan seksual. Kurikulum pendidikan pun disusun dalam rangka membentuk kepribadian Islam yang utuh. Baik dari sisi akidah, tsaqofah, maupun penguasaan tekhnologi. Media massa pun memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Media yang memuat kekerasan, pornografi, ide LGBT, dan hal-hal yang merusak akhlak dan agama dilarang untuk ditayangkan dan ada sanksi bagi yang menayangkan.

Negara pun tidak segan untuk memberikan sanksi tegas bagi para pelaku pelanggaran hukum syara. Termasuk remaja yang sudah baligh. Pemerkosa yang belum menikah dicambuk 100 kali dan dirajam bila sudah menikah. Penyodomi dibunuh, pembunuh anak akan diqishas, yakni bals bunuh, atau membayar diyat sebanyak 100 ekor unta yang bila dikonversi saat ini senilai 2 miliar rupiah. Dengan hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kejahatan akan berpikir sekian kali sebelum melakukan tindakan. 

Peraturan-peraturan  yang diterapkan negara, akan membangun perlindungan yang utuh untuk anak-anak, remaja, orang tua, keluarga, dan masyarakat sebagai benteng perlindungan oleh negara. Dengan adanya mekanisme tersebut, ide-ide liberalisme, kapitalisme, sekulerisme, dan ide-ide rusak lainnya tidak akan mampu merusak pemikiran generasi kaum muslimin. Para penerus generasi akan tumbuh menjadi generasi pejuang pembela Islam yang tangguh yang siap membela agamanya. Untuk itulah dibutuhkan negara yang mampu melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai pelindung generasi dan masyarakat luas, dialah Khilafah Islamiyah. Semoga segera terwujud, Wallahu a’lam bishshowab

Posting Komentar

0 Komentar