Tawaran Ekonomi Islam Menekan Angka Kasus Demam Berdarah

Oleh: Ummu Syifa 

Demam berdarah masih menjadi penyakit endemik di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Kesehatan, ada 68.753 kasus DBD di Indonesia secara kumulatif  hingga 21 Juni 2020.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, ada 100-500 kasus yang ditemukan setiap harinya.

Dilansir dari haliyora.id (23/3/2021) Penyakit Demam Berdarah (DBD) melanda Kabupaten Halmahera Timur, khususnya di Kecamatan Wasile. Sepanjang bulan januari hingga minggu ke dua bulan maret 2021 (Minggu ke 10-11)  tercatat 31 kasus DBD. Kejadian ini menyebabkan 2 orang meninggal dunia dan pemerintah Maluku Utara menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa ( KLB).

Di tengah pandemi covid 19 yang belum berakhir ternyata penanganan DBD masih membutuhkan perhatian. Hal ini menunjukkan pencegahan dan penanganan DBD selama ini belum optimal. Tentunya dibutuhkan solusi jitu yang kompherensif. Dimana masalah DBD ini tidak dilihat dari segi kesehatan semata. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam menekan angka kasus setiap tahunnya. 

Bila kita kaji lebih mendalam ternyata faktor ekonomi menjadi salah satu faktor penyumbang tingginya kasus penyakit ini. Perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS) serta pencegahan dengan 3M plus membutuhkan kondisi ekonomi yang baik. Bagaimana mungkin masyarakat bisa melakukan hidup bersih dan sehat  jika rumahnya tak layak huni. Belum lagi lingkungan yang kotor menjadi alternatif terakhir untuk ditinggali. Selain itu sulitnya akses air bersih dan mahalnya air di beberapa wilayah menyebabkan aktivitas 3M sulit direalisasi. Salah satunya menguras tempat penampungan air untuk mencegah jentik nyamuk berkembang biak.

Kondisi ini merupakan buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi yang berasaskan sekulerisme yakni memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ekonomi ini mengakibatkan liberalisasi sumber daya alam. Menjadikan kekayaan milik umat tersebut dikuasai oleh para pemilik moal saja. Sistem ini menjadikan kesenjangan sosial yang begitu nyata dan dalam. Disisi lain banyak yang kelaparan. Sedangkan yang lainnya bahkan mampu membeli nasi goreng seharga ratusan juta rupiah. Belum lagi kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah sangat nyata menguntungkan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat. Banjirnya produk impor, naiknya bahan kebutuhan pokok, serta serbuan tenaga kerja asing membuat hidup masyarakat semakin sulit. Dan masih banyak lagi problematika lain yang menimpa negeri ini. Jangankan memikirkan perilaku hidup bersih dan sehat, bisa makan sekali sehari pun sudah sangat disyukuri.

Fakta miris ini membutuhkan solusi jitu yamg melihat DBD bukanlah sebagai masalah kesehatan saja. Akan tetapi dilihat sebagai suatu masalah yang saling terkait dengan aspek lainnya, salah satunya sistem ekonomi. Sistem ekonomi Islam bisa secara tidak langsung menekan angka kasus DBD ini.

Ekonomi Islam memiliki paradigma yang berbeda dengan sistem kapitalis. Karena sistem ekonomi Islam berdasarkan tuntunan Wahyu dari Allah SWT yg digali dari Al-Qur'an dan Sunnah.  Misalnya dalam pengelolaan sumber daya alam. Sumber daya alam dipandang sebagai harta milik ummat yang dikelola oleh negara. Hasilnya akan didistribusikan untuk kemaslahatan ummat. Sehingga dengan sumber daya yang melimpah ruah di negeri ini menjadi salah satu jaminan ekonomi dan kebutuhan umat akan terpenuhi dengan baik. Rumah layak huni, lingkungan bersih serta makanan bergizi menjadi hal yang dapat dirasakan setiap individu. Belum lagi tentang kebijakan negara lainnya yang dibuat berdasarkan hukum Syara' meniscayakan kesejahteraan yang meliputi seantero negeri. Negara akan menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi setiap laki-laki. Kebijakan dibidang pertanian akan menjamin produksi serta distribusi bahan pangan yang merata. Sehingga kebijakan impor pangan akan semakin diminimalisir. 

Di samping itu negara akan mendorong setiap individu dan keluarga untuk berperilaku bersih sebagai dorongan keimanan. Sehingga dilakukan dengan penuh kesadaran akan hubungannya dengan Allah SWT. Sikap peduli antar individu dan keluarga pun menjadi suasana yang senantiasa terjaga. Sehingga kebersihan lingkungan hidup akan menjadi tanggung jawab bersama. 

Sayangnya, langkah jitu diatas membutuhkan wadah untuk bisa direalisasikan. Wadah tersebut adalah negara Khilafah yang menerapkan hukum Islam secara kaaffah. Tanpa Khilafah sistem ekonomi Islam tidak bisa diterapkan. Kemiskinan tetap menimpa umat dan ancaman penyakit menjadi hal yang wajar. Sehingga status endemik akan sulit beranjak dari Indonesia.

Wallahu a'lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar