BEKASI DARURAT KEKERASAN SEKSUAL, ISLAM SOLUSINYA

Oleh : Astri Ummu Zahwa, S.S 

Pandemi belum juga beranjak dari bumi ini. Dampak dari pandemi bukan hanya dari sisi ekonomi, namun juga menyasar ke permasalahan sosial, salah satunya kekerasan seksual. Yang membuat semakin miris terkadang pelakunya adalah orang yang dihormati, tokoh masyarakat ataupun keluarga terdekat. Seperti yang terjadi di wilayah Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi. Seorang guru ngaji berinisial UBA (39) nekat mencabuli muridnya berinisial SO (14), aksi bejat pelaku dilakukan sampai berkali-kali di sebuah Masjid di wilayah setempat, Rabu (12/5) lalu. “Tersangka ini mengiming-imingi korban dengan akan dibelikan mukena atau baju dan uang senilai Rp. 400 ribu,” ujar Kanit Reskrim Kukuh, Senin (17/5). (RADARBEKASI.ID)

Masih di wilayah Bekasi, kasus kekerasan seksual diiringi dengan perdagangan perempuan menimpa anak dibawah umur. Pelaku AT (21) diminta dihukum seumur hidup atau hukuman mati sesuai dengan undang-undang perlindungan anak. Polisi diminta tegas menyelesaikan kasus yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi. Kuasa hukum AT menyampaikan permintaan maaf dari orang tuanya dan menyatakan bahwa perbuatan AT tidak terkait dengan posisi orang tuanya yang anggota dewan dan politisi salah satu partai. (detik.com, 25/5/2021)


Terkikisnya Pemahaman Agama

Sekulerisme yang dianut negara ini berakibat pada terkikisnya pemahaman agama di dalam keluarga dan masyarakat. Karenanya kita akan terus menyaksikan fakta berbagai kerusakan dalam kehidupan sosial masyarakat. Hal ini diperparah dengan absennya negara memberikan solusi dan menyelesaikan masalah ini hingga tuntas. Begitu pun dengan peran orang tua dalam keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat yang sangat minim dalam melindungi, mendidik, dan mengawasi anak-anaknya di dalam pergaulan, baik di lingkungan keluarga dan sekitar tempat tinggal. Pendidikan di sekolah juga dirasa masih kurang memadai, sehingga anak-anak sangat mudah terkontaminasi dengan pergaulan bebas dan mudah terbujuk rayu oleh orang-orang yang tidak mempedulikan masa depan anak-anak.

Lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku juga merupakan salah satu faktor yang membuat kekerasan seksual masih banyak terjadi. Hukuman yang diberikan terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Inilah bukti kegagalan sistemis dari sistem kapitalis sekuler dalam melindungi anak-anak dan keluarga. Kita butuh sistem yang melindungi dan memberikan solusi yang nyata sehingga dapat menghapus kasus kekerasan seksual khususnya pada anak-anak dan remaja. 


Sistem Islam Solusi Kekerasan Seksual

Dalam Islam, kekuatan aqidah merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu negara berkewajiban mendorong setiap individu untuk taat pada syariat Allah SWT. Dalam bidang pendidikan, negara juga mengharuskan pendidikan formal maupun non formal untuk menanamkan aqidah Islam pada diri setiap individu.

Dalam bidang ekonomi, negara memastikan setiap kepala keluarga menjalankan kewajibannya sebagai pencari nafkah. Sehingga para ibu dapat menjalankan peran sebagai Ummu warobbatul bait serta madrasatul ula dengan sebaik-baiknya. Anak-anak mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang baik dari ibunya. 

Dalam kehidupan umum, negara mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan syariat. Laki-laki dan perempuan yang bukam mahromnya dilarang berdua-duaan ataupun bercampur baur jika tidak ada keperluan syar’i. Mereka juga diperintahkan untuk senantiasa menjaga pandangannya. Dalam berpakaian di kehidupan umum, laki-laki dan perempuan diwajibkan menutup auratnya. Sehingga terhindar dari naluri seksual yang tak terkendali yang pada akhirnya mengarah pada pencabulan dan kekerasan seksual. Negara pun akan menutup seluruh akses yang berhubungan dengan situs-situs porno yang menyebabkan timbulnya syahwat yang liar.

Yang juga cukup penting, dalam bidang hukum negara akan memberikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku kekerasan seksual yang dapat memberikan efek jera. Dalam bahasa Arab, pemerkosaan disebut al wath’u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan). Jika seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan, seluruh fukaha sepakat perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina, baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam. 

Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al An’Am: 145)

Sabda Nabi SAW, “Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR. Thabrani dari Tsauban. Imam Nawawi menilainya hasan). 

Pembuktian pemerkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga bukti terjadinya perzinahan. Pertama, pengakuan orang yang berbuat zina sebanyak empat kali secara jelas, dan tidak menarik pengakuannya hingga selesainya eksekusi hukuman. Kedua, kesaksian empat laki-laki muslim, adil, dan merdeka yang mempersaksikan satu perzinahan pada waktu dan tempat yang sama. Ketiga, kehamilan pada perempuan tak bersuami. Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim bahwa dirinya telah diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf kepada laki-laki itu. Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim dapat berbeda-beda sesuai fakta.

Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti perkosaan, maka laki-laki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukan muhshan, dan dirajam hingga mati jika dia muhshan. Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti, maka dilihat dahulu jika laki-laki yang dituduh itu orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu dijatuhi hukuman menuduh zina, yakni 80 kali cambuk. Jika laki-laki yang dituduh itu orang fasik, bukan orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak dijatuhi hukuman menuduh zina. 

Begitulah sistem Islam melindungi dan menciptakan keadilan serta menjauhkan individu dan masyarakat dari hal-hal yang memicu munculnya kekerasan seksual. Semua dilaksanakan dalam suasana keimanan dan ketaatan pada Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar