GENCARKAN BELANJA DILARANG MUDIK, KEBIJAKAN YANG BIJAK?

Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Perekonomian negara yang sedang lesu di masa pandemi membuat Menteri Keuangan, Sri Mulyani meminta rakyat untuk tetap membeli baju baru untuk lebaran meski mudik dilarang. Menurutnya, rakyat tetap harus menyambut lebaran dengan suka cita dan kegiatan membeli baju baru membuat perekonomian dapat terus berjalan. Meski nantinya baju lebaran itu hanya dipakai ketika zoom. Pemerintah pun sudah menyiapkan berbagai program Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang ongkos kirimnya disubsidi pemerintah. (Warta Ekonomi, 24/4/2021).

Meski kebijakan pemerintah belanja baju lebaran lebih kepada belanja online, namun faktanya sebagian besar masyarakat masih memilih untuk belanja langsung dengan banyak pertimbangan. Harga yang lebih murah, pilihan lebih banyak, bisa memilih dan memegang langsung baju yang hendak dibeli menjadi alasannya. Hal ini seperti terlihat di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat yang disesaki pengunjung. Polda Metro Jaya sampai turun tangan mengatasi kerumunan yang terjadi di pusat grosir tersebut. (Liputan 6, 3/5/2021).

Pemerintah tetap mengizinkan dibukanya pasar, pusat perbelanjaan, tempat wisata bahkan menganjurkan membeli baju lebaran dan liburan. Di sisi lain, rakyat diharapkan tetap waspada covid 19 dengan memperhatikan protokol kesehatan yang salah satunya adalah menghindari kerumunan. Sungguh suatu kebijakan yang tidak sejalan. Tidak ada upaya tegas pemerintah memutus mata rantai penyebaran covid 19 dan mengakhiri pandemi yang sudah berjalan setahun lebih.

Perekonomian memang mengalami kelesuan ketika pandemi. Pertumbuhan ekonomi melambat, membuat pemerintah mengupayakan segala cara agar perekonomian tumbuh kembali. Momen lebaran dimana tradisi masyarakat menggunakan baju baru menjadi salah satu upaya pemerintah agar masyarakat tetap melestarikan tradisi tersebut dan berhentinya sektor ekonomi diharapkan kembali naik. Meski faktanya perekonomian masyarakat juga berada di titik bawah karena maraknya PHK, ditambah juga aktivitas berkerumun di masa pandemi tentu membahayakan kesehatan masyarakat. Tapi sepertinya pemerintah menutup mata akan hal itu. 

Rakyat adalah alat pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme mengedepankan keuntungan. Salah satu standar penentu kesehatan suatu negara adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi suatu negara baik maka dianggaplah suatu negara itu mengalami pertumbuhan ekonomi. Tak peduli bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut hanya sumbangan segelintir orang, maka tak heran ketimpangan ekonomi terjadi dimana-mana.

Pemerintah sebagai pengayom dan pelindung rakyat sepertinya masih jauh dari harapan. Khalifah Umar Bin Khattab r.a. pernah mengatakan, “Sayyidul qaumi khadimuhun” yang artinya, pemimpin kaum diantaranya diukur dari mutu pelayanannya. Kualitas kepemimpinan bukan ditentukan dari banyaknya ia berpidato melainkan melayani dan mendengar rakyat. Suatu kebijakan yang diberlakukan ditentukan dari kualitas pemimpin. 

Kebijakan yang berpihak pada rakyat mungkin sulit sekali ditemui di masa sekarang tapi ini pernah terjadi di masa kekhalifahan. Khalifah Umar bin Khattab r.a ketika terjadi wabah dengan sigap melakukan karantina total wilayah wabah, memberi bantuan baik obat maupun makanan dan membuat kebijakan ekonomi dengan memikirkan wilayah lain yang tak terdampak. Kebijakan yang diambil Khalifah Umar sangat memperhatikan rakyat. Setiap kebijakan yang diambil adalah untuk kesejahteraan rakyat karena dalam Islam pemimpin adalah pengurus rakyat. Sebagaimana sabda Rasullulah , “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari). 

Pemimpin yang takut pada Allah, yakin bahwa akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannaya kelak. Kebijakan yang diambil bukan untuk mendapat keuntungan materi dunia. Kebijakan yang diambil akan sepenuh hati memikirkan rakyat karena takut pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Pemimpin adil, pro rakyat karena hanya takut kepada Allah akan terwujud ketika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah.

Wallahu a’lam bishowwab.

Posting Komentar

0 Komentar