Hati-Hati dengan Hati

Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd (Lingkar Studi Muslimah Bali)

Ramadhan bulan mulia. Bulan yang di dalamnya penuh berkah. Bulan tempat memohon ampunan, dan seabrek keistimewaannya. Namun mungkin  tidak berlaku bagi sebagian orang yang tidak mempercayainya. Buktinya masih banyak yang sibuk dengan perkara duniawi dan hanya menyambut bulan ini dengan ala kadarnya. Semampunya, begitu katanya.

Ramadhan bulan menempa diri agar lebih dekat dengan Tuhannya. Menghindari segala bentuk kejahatan dan kemaksiatan serta sifat-sifat tercela yang menyesakkan hati. Termasuk sifat hasad, dendam, suudzon, dan lain-lain. Namun jika hati seseorang telah dipenuhi oleh sifat tercela, maka cahaya Islam akan sulit masuk ke dalam hatinya.

Perkara hati seseorang memang sulit ditebak. Kadang terlihat baik namun nyatanya buruk, atau sebaliknya. Penyakit hati inilah yang membuat sebagian orang kalap, hingga tak mampu berpikir jernih. Penyakit hati inilah yang menjangkiti NA, seorang perempuan yang terjerat hukum akibat nekat memberikan racun sebagai bentuk balas dendamnya kepada mantan kekasihnya.

Kasus bermula saat NA dan T (target balas dendam) menjalin kasih, namun ternyata T menikah dengan perempuan lain. Disinilah NA merasa sakit hati dan berencana membalas dendam kepada T. Namun aksinya ternyata salah sasaran.

Tanggal 25 April 2021 NA meluncurkan aksinya dengan mengirim dua paket berupa 1 paket sate ayam dan 1 paket makanan ringan. Ia kirimkan melalui ojek online yang ia pesan dengan memberi upah 30 ribu rupiah kepada tukang ojek tersebut. Namun ternyata target tidak ada di rumah, dan sang istri target tidak mau menerima paket tersebut karena tak ada identitas pengirim yang jelas. 

Dengan kondisi ini, paket tersebut diberikan kepada tukang ojek. Kemudian paket sate dimakan oleh tukang ojek dan keluarganya. Selang  beberapa waktu ternyata anak dan istri tukang ojek meraung kesakitan setelah memakan sate tersebut. Anak tukang ojek tersebut tidak dapat diselamatkan dan sang istri masih dalam perawatan. Setelah diselidiki ternyata sate tersebut ada racun sianida. (merdeka.com, 4/5/2021)

Dari kasus ini patut diperhatikan bahwa meski sakit hatinya sudah lama ternyata dendam dalam hati NA masih bersarang, akibatnya ia luapkan dengan cara yang tidak semestinya. Dengan hal ini ia dijerat hukum  Pasal 340 KUHP subs Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76 C Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukumannya, hukuman mati, penjara seumur hidup atau minimal hukuman 20 tahun penjara.

Perbuatan NA memang tidak bisa dimaafkan begitu saja, apalagi oleh keluarga korban yang tidak memiliki masalah apa-apa dengan NA. Namun meski begitu, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, salah satunya terkait pergaulan antara wanita dan pria yang tidak ada ikatan halal pernikahan tetapi sudah berani menaruh hati.

Islam telah mengatur interaksi antara wanita dan pria non mahram. Ada perkara yang dibolehkan dalam interaksi ini, tentu juga ada perkara yang tidak dibolehkan. Adapun yang dibolehkan berinteraksi adalah dalam interaksi umum seperi jual beli, pendidikan, kesehatan, peradilan, dakwah, dan lain-lain yang berkaitan dalam muamalah dan maslahat pada kepentingan umat.

Adapun interaksi yang tidak dibolehkan adalah perkara yang bisa membangkitkan nafsu syahwat antara wanita dengan pria non mahram. Seperti khalwat (berdua-duaan antara seorang wanita dan pria non mahram) dan ikhtilat (campur baur diantara beberapa wanita dan pria non mahram).

Oleh karena itu Islam juga melarang umatnya untuk tidak mendekati zina, artinya aktivitas-aktivitas yang mengarah pada penjerumusan nafsu syahwat. Mendekati saja dilarang apalagi melakukan aktivitas zina.

Islam juga mengajarkan untuk menjaga hati dan tidak mudah menaruh harapan kepada yang bukan mahrom sebelum adanya ikatan suci pernikahan. Sebab sandaran hati seorang mukmin hanyalah kepada Allah. Pengharapan tertinggi juga hanya kepada Allah.

Dengan demikian, di bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari saja, seharusnya seorang mukmin disibukkan dalam ibadah-ibadah sebagai bentuk taqqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), bukan malah sibuk memikirkan cara balas dendam karena sakit hati. Bukan hanya mendapat jerat hukum di dunia, tetapi juga jerat hukum di akhirat. Sebab Allah tidak suka hukum-hukumnya dinistakan dan hambanya dibinasakan tanpa ada landasan syar’i.

Wallahu a’lam bish showab.

Posting Komentar

0 Komentar