HUKUM MENGUBAH SASARAN SEDEKAH DALAM BERNADZAR


Tanya :

Bolehkah jika seseorang yang dua tahun yang lalu sudah bernadzar akan sedekah untuk pembangunan masjid ke Palestina. Lalu karena satu hal, bolehkah nadzar sedekah itu dialihkan ke pembangunan masjid di Indonesia? (Boby, Bogor)


Jawab :

Para ulama berbeda pendapat (ikhtilaf) mengenai boleh tidaknya mengubah sasaran sedekah bagi seseorang yang telah bernadzar untuk bersedekah. Ulama Hanafiyah membolehkannya, sedang jumhur ulama dari kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah tidak membolehkannya.

Imam Ibnul Humâm, seorang ulama Hanafiyyah, berkata :

إِنْ عَيَّنَ دِرْهَمًا أَوْ فَقِيرًا بِأَنْ قَالَ: لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَذَا الدِّرْهَمِ أَوْ عَلَى هَذَا الْفَقِيرِ لَمْ يَلْزَمْ، فَلَوْ تَصَدَّقَ بِغَيْرِهِ عَلَى غَيْرِهِ خَرَجَ عَنْ الْعُهْدَةِ

”Jika seseorang menentukan satu dirham atau seorang faqir tertentu [dalam nadzarnya], misalnya dia berkata,’Karena Allah, wajib atas saya bersedekah dengan satu dirham ini, atau bersedekah untuk orang faqir ini, maka itu tidaklah mengikat. Kalau dia bersedekah dengan selain dirham itu, atau bersedekah kepada faqir selain faqir itu, maka dia dianggap sudah melaksanakan nadzarnya.” (Kamaluddin Ibnul Humâm, Syarah Fathul Qadîr ‘Alâ Al Hidâyah, Juz II, hlm. 284).  

Namun jumhur ulama dari kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah mengatakan, tidak boleh mengubah sasaran sedekah dalam bernadzar. 

Imam Dasuki, seorang ulama Malikiyyah, berkata :

وَأَمَّا إنْ عَيَّنَهُ كَلِلَّهِ عَلَيَّ التَّصَدُّقُ عَلَى فُلَانٍ بِكُلِّ مَا أَكْتَسِبُهُ أَوْ إنْ فَعَلْت كَذَا فَكُلُّ مَا أَكْتَسِبُهُ لِفُلَانٍ لَزِمَهُ جَمِيعُ مَا يَكْتَسِبُهُ سَوَاءٌ عَيَّنَ زَمَانًا أَوْ مَكَانًا أَوْ لَا

”Adapun jika seseorang menentukan [sasaran nadzar] misal dia berkata,”Karena Allah, saya akan bersedekah kepada Fulan, dengan seluruh pendapatan saya, atau jika saya melakukan perbuatan ini maka seluruh pendapatan saya akan saya sedekahkan kepada Fulan, maka nadzar itu telah mengikat baginya untuk mensedekahkan semua pendapatannya, baik dia menentukan waktu dan tempatnya maupun tidak.” (Imam Ad Dasuki, Hâsyiyah Ad Dasûkî ‘Alâ Al Syarah Al Kabîr, Juz VII, hlm. 132).

Imam Nawawi, seorang ulama Syafi’iyyah, berkata :

لَوْ قَالَ إِنْ شَفَى اللَّهُ مَرِيضِي، فَلِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَلَى وَلَدِي أَوْ عَلَى زَيْدٍ ، وَزَيْدٌ مُوسِرٌ يَلْزَمُهُ الْوَفَاءُ ; لِأَنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْغَنِيِّ جَائِزَةٌ وَقُرْبَةٌ

”Kalau seseorang berkata,’Jika Allah menyembuhkan penyakit saya, maka saya akan bersedekah kepada anakku atau kepada si Zaid, sedang si Zaid itu sendiri orang yang mampu, maka dia wajib menunaikan nadzarnya, karena sedekah untuk orang mampu itu boleh dan merupakan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah). (Imam Nawawi, Raudhat Al Thâlibîn wa ‘Umdat Al Muftîn, Juz III, hlm. 336).

Syekh M. Amin Al Syanqithi, seorang ulama Hanabilah, berkata :

الظاهر الذي لا ينبغي العدول عنه أن نذر القربة على نوعين أَحَدُهُمَا: مُعَلَّقٌ عَلَى حُصُولِ نَفْعٍ كَقَوْلِهِ: إِنْ شَفَى اللَّهُ مَرِيضِي، فَعَلَيَّ لِلَّهِ نَذْرُ كَذَا...

"Pendapat yang zhâhir (jelas) ialah, tidak selayaknya [seseorang] mengubah nadzar qurbah (mendekatkan diri kepada Allah), yang terdiri dari dua macam, yang pertama, nadzar terkait diperolehnya manfaat, misalnya,”Jika Allah menyembuhkan penyakit saya, maka saya akan bernadzar begini…” (M. Amîn Al Syanqithî, Adhwâul Bayân, Juz V, hlm. 737).

Ringkasnya, jumhur ulama ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah berpendapat tidak boleh mengubah sasaran sedekah dalam bernadzar. Inilah pendapat yang kami anggap _râjih_ (lebih kuat), dengan 2 (dua) alasan tarjih sbb :

Pertama, karena hukum asal nadzar adalah wajib melaksanakan nadzar apa adanya, yaitu sesuai sifat-sifat nadzar itu sendiri (misal sasaran sedekah, kapan, dimana, dsb), selama nadzar itu bukan nadzar maksiat.   Dari ‘Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda :

مَن نَذَرَ أنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، ومَن نَذَرَ أنْ يَعْصِيَهُ فلا يَعْصِهِ

”Barangsiapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah dia mentaati-Nya [dengan memenuhi nadzarnya]. Dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah dia bermaksiat kepada-Nya.” (HR Bukhari, no. 6696). (https://islamqa.info/ar/answers/222188). 

Kedua, pendapat yang tak membolehkan mengubah sasaran nadzar berarti berpegang dengan hukum asal _(al ashl)._ Sedang pendapat yang membolehkan, berarti menyalahi hukum asal _(khilâful ashl)._ Berpegang dengan hukum asal adalah sesuatu yang yakin, sedang menyalahi hukum asal masih diragukan, kecuali ada dalilnya. Kaidah fiqih menyebutkan : 

الْيَقِينُ لَا يَزَالُ بِالشَّكِّ

“Al yaqîn lâ yuzâlu bi al syakk.” (sesuatu yang yakin tak dapat dihilangkan dengan keraguan). (Jalaluddin Suyuthi, Al Asybâh wa An Nazhâ`ir, hlm. 50). Wallahu a’lam.



Silakan Share seluas-luasanya.


Kanal Resmi USAJ (Ustadz Shiddiq Al Jawi)

Website: www.fissilmi-kaffah.com (Fiqih)

www.shiddiqaljawi.com (Afkar - Siyasi)

Instagram : @ustadz_shiddiqaljawi

Facebook : fb.com/mshiddiqaljawi

Twitter : Twitter.com/ShiddiqAljawi

Telegram : t.me/shiddiqaljawi

Posting Komentar

0 Komentar