Kaum Pelangi Tak Layak Diakui


Oleh: Devita Deandra (Aktivis Muslimah)

Mengejutkan sekaligus membingungkan. Pernyataan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) baru-baru ini yang akan membantu membuatkan Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP) bagi transgender. Yang mana, hal tersebut diungkapkan Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrullah dalam rapat virtual Direktorat Jenderal Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri dengan golongan tersebut. Adapun langkah ini dilatarbelakangi banyaknya transgender yang tak memiliki identitas, sehingga mereka kerap menemui hambatan saat mengurus administrasi terutama untuk mengakses layanan publik. Hartoyo, pegiat transgender yang hadir pun mengungkapkan “Akibatnya, mereka kesulitan mengurus pelayanan publik lain, seperti BPJS-Kes, atau sulit mendapat akses bansos. Padahal banyak diantaranya yang hidup miskin sebagai pengamen dan profesi lainnya” (PikiranRakyat.com, 25/04/21).

Sebagai warga negara, memang mereka juga berhak mendapatkan berbagai layanan publik sebagaimana warga negara yang lain. Namun ada hal yang perlu diperhatikan. Yakni apa yang mereka lakukan adalah sebuah pelanggaran dalam kacamata islam. Pilihan menjadi transgender adalah pilihan yang salah dan harus diluruskan. Sehingga alasan memberi kemudahan juga akses bantuan kepada transgender dengan alasan pemberian hak sebagai warga negara adalah alasan yang keliru.

Mengingat takdir, fitrah apalagi kodrat mereka bukanlah demikian. Maka tidak seharusnya penyimpangan kaum pelangi mendapat dukungan apalagi perlindungan dari negara. Justru seharusnya perilaku menyimpang mereka mendapat tindakan tegas dari negara. Mengingat mereka juga berkontribusi dalam merusak generasi negeri ini, negeri muslim terbesar dengan mayoritas warganya beragama islam.

Terlebih, LGBT termasuk di dalamnya adalah transgender merupakan sebuah penyimpangan dan menular secara sosial. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang ditetapkan Dewan Pimpinan dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 yang kemudian disempurnakan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 03/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Alat Kelamin telah menyatakan bahwa operasi penggantian kelamin hukumnya haram.

Maka, Negara sebagai institusi wajib melindungi masyarakatnya dari kerusakan. Dengan menghentikan perilaku yang sudah menggelombang tersebut dengan mengedukasi, mendorong pelakunya untuk bertaubat atau mengasingkan mereka agar tidak mempengaruhi masyarakat yang lain. Bukan malah memfasilitasi dengan berbagai kemudahan yang justru akan menghalangi mereka dari bertaubat dan menyadari bahwa prilaku mereka salah dan menyimpang. Yang pada akhirnya bisa menjadikan kaum transgender ini makin pede dan perilaku tersebut kian marak.

Memanglah penyimpangan perilaku LGBT ini, tumbuh subur di negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi liberal dalam kehidupannya, termasuk di Indonesia. Atas nama kebebasan, mereka menuntut dilegalkan untuk melakukan berbagai penyimpangan. Dengan alasan anti diskriminasi dan equity, mereka berdalih agar hak-hak menyimpang mereka diakui. Padahal, perilaku menyimpang kaum LGBT ini telah membawa kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Terlebih adanya perilaku demikian juga mengancam punahnya masyarakat sebab perilaku LGBT yang melakukan pernikahan sesama jenis. Maka keturunan tentu tidak ada, tidak mungkin para pelaku penyimpangan seksual bisa melahirkan keturunan? apalagi sederet penyakit seksual menular semisal HIV/AIDS kerap menjangkiti kaum LGBT, bahkan jumlah kasus penderita HIV/AIDS ini pun terus bertambah, seiring dengan pertambahan kelompok kaum nabi Luth yang dilaknat Allah ini.

Jelas suburnya paham kebebasan di alam demokrasi, telah mendorong sebagian masyarakat semakin berani melakukan penyimpangan ini. Apalagi, jika bentuk penyimpangan ini diakomodasi dan difasilitasi. Tentu, mereka tidak akan sembunyi-sembunyi lagi dan akan dengan lantang unjuk gigi. Nauzubillah.

Negeri kaya yang kian hari kian terpuruk karena Ekonomi yang tak kunjung membaik, hutang menggunung, bencana alam bertubi-tubi, wabah yang tak kunjung selesai dan kesenjangan sosial yang makin tinggi serta merosotnya moral generasi seakan menjadi pemandangan dan pemberitaan media hampir setiap hari. Inikan membuktikan negeri ini sedang tidak baik-baik saja.

Tentu semua ada sebabnya. Hari ini hampir setiap saat kita bisa menjumpai kemaksiatan di berbagai bidang. Banyak aktifitas yang tidak sesuai dengan yang Allah tentukan. Karena memang sistem yang dipakai bukan berasal dari Islam tapi kapitalisme sekuler yang meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Sehingga tidak heran jika kehidupan negeri ini jauh dari takwa. Padahal Allah telah berfirman yang artinya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) maka Kami siksa mereka dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS Al-A’raf ayat 96).

Jangan menambah pelik permasalahan negeri ini dengan memancing murka Allah dengan mengakui perbuatan kaum pelangi. Tidak ada kata terlambat untuk berubah dan menyadari kesalahan yang telah diperbuat. Hari ini saatnya bangsa ini bertaubat dan kembali pada apa yang telah Allah turunkan melalui Rasul-Nya yakni syariat Islam. Saatnya menjadikan syariat Islam satu-satunya aturan yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari mulai level individu, masyarakat dan negara. Sehingga keimanan dan ketakwaan menjadi suasana umum yang ada di tengah masyarakat. Yang pada akhirnya keberkahan Allah yang diturunkan  dari langit dan bumi menjadi suatu hal yang mudah untuk diwujudkan. Wallahu a’lam

Posting Komentar

0 Komentar