Kebijakan Buka Tutup Tempat Wisata, Membingungkan Rakyat!!

Oleh : Habibah, A.M.Keb

Libur lebaran tahun ini masih menyisakan kesedihan, pasalnya pandemi covid 19 belum juga usai. Banyak kebijakan-kebijakan yang akhirnya membuat bingung masyarakat. Misalnya saja mudik, mudik lebaran tahun ini dilarang dengan penyekatan di berbagai wilayah perbatasan, tapi pemerintah membuka objek wisata. Sehingga rakyat bingung, kenapa mudik yang ingin bertemu dengan keluarga dilarang, tapi untuk berwisata berkunjung ke tempat yang notabene tempat wisata itu buat happy-happy dibolehkan. Bahkan yang dibuat bingung lagi ketika sudah dibuka tempat wisata beberapa hari setelahnya ditutup. Dengan alasan terlalu membludaknya pengunjung. Lalu apa yang diinginkan pemerintah? Sebelumnya bilang buka tempat wisata dan ketika kebanyakan dari masyarakat berwisata masih saja disalahkan. Jelas ini sangat membingungkan masyarakat. Apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi covid 19 ini?

Para ahli kesehatan terutama pakar epidemiologi telah mengingatkan bahwa pembukaan tempat wisata pada libur lebaran berisiko. Itu merupakan kebijakan kontraproduktif terhadap upaya pencegahan penularan virus corona. Bayu Satria Wiratama, pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada mengatakan, membuka lokasi wisata penuh dengan risiko. (kompas.com, 24/4/2021)

Pengunjung wisata membludak diberbagai tempat wisata misalnya saja, jumlah pengunjung ke Pantai Ancol membludak hingga tembus 39 ribu orang. Mereka terlihat asyik mandi di pantai tanpa mengindahkan protokol kesehatan (prokes). Padahal, bisa terjadi klaster baru penularan Covid-19 di sana. (nasional.sindonews.com, 16/5/2021).

Hal yang sama juga terjadi di Pantai Batu Karas Pangandaran. Wisatawan meningkat signifikan bahkan banyak pengunjung abai dengan prokes. (kompas.com, 16/5/2021).

Pemerintah seolah tidak memprediksi membludaknya pengunjung akibat dibukanya tempat wisata. Padahal memprediksi hal yang demikian itu sangat mudah karena tidak mungkin tempat wisata dikunjungi oleh sedikitnya pengunjung. Meski dengan syarat menggunakan prokes sungguh suatu hal yang sulit. Bagaimana bisa orang yang lagi bermain air menggunakan masker, terus bagaimana bisa juga menjaga jarak.

Dengan entengnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengatakan pariwisata bukan menjadi masalah, sebab bagian dari solusi. Menurutnya, asal patuh terhadap prokes, pandemi akan terkendali dan sama-sama bangkit kembali. (jateng.inews.id, 24/5/2021)

Kembali lagi, jika kita kritisi pernyataan pak menteri ini bagaimana bisa menjalankan protokol kesehatan dengan jumlah orang yang tidak bisa dihitung jumlahnya? Atau bahkan jumlah wisatawaan bisa diatur semau pengelola ? jelas tidak bisa jumlah pengunjung ditentukan jumlahnya. 

Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar meminta Pemprov DKI lebih bijak dalam membuat sebuah kebijakan. Menurutnya, kebijakan membuka Pantai Ancol, jelas menimbulkan kerumunan yang sulit dikendalikan. “Bagaimana orang mandi di pantai bisa menerapkan protokol kesehatan? Pakai masker juga tidak mungkin. Mau jaga jarak juga bagaimana caranya? Lihat saja berbagai gambar kerumunan yang terjadi di Ancol pada Jumat kemarin,” ujar Muhaimin Iskandar, Sabtu (sindonews/15/5/2021).

Seharusnya, keselamatan rakyat harus diproritaskan. Jangan membuat kebijakan yang justru mengorbankan rakyat. Hal ini membuktikan antarpejabat pemerintah pun tak satu suara tentang tempat wisata saat lebaran di tengah pandemi.

Pejabat yang satu mengupayakan pulihnya ekonomi alias pro para pengusaha tempat wisata dan bisnis, sementara pejabat yang lain meminta agar keselamatan (kesehatan) rakyat yang diprioritaskan. Dari sini saja publik sudah bingung karena kebijakan yang diputuskan inkonsisten, tidak sejalan.

Mau menyelamatkan rakyat, tapi malah membolehkan tempat wisata dibuka. Buntutnya terjadi kerumunan di mana-mana. Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini? Rakyat lagi yang pantas untuk disalahkan? Atau pemerintah yang sebenarnya plin-plan mengurusi rakyat selama pandemi?

Memang tak bisa kita pungkiri akibat  covid-19 ini, setahun lebih aktivitas dilakukan dari rumah, jelas ini memunculkan kejenuhan tersendiri untuk masyarakat. Maka ketika wisata dibuka menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat. Sayangnya, pemerintah tidak benar-benar matang memikirkan dampak dari dibukanya tempat wisata. Meski disebutkan harus tetap mematuhi prokes, menggunakan masker, serta jaga jarak, semua itu sekadar ucapan saja, karena tak ada pengawasan ketat oleh pemerintah di tempat wisata.

Ujung-ujungnya, pemerintah daerah memutuskan untuk menutup sementara akibat membludaknya pengunjung di berbagai tempat wisata. Seperti Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Margasatwa Ragunan, Pantai Pangandaran, Ciwidey dan Pantai Carita.

Namun, hal itu tidak serta-merta disambut positif oleh masyarakat, khususnya pengelola tempat wisata dan para pedagang kecil di sana. Akibat kebijakan buka-tutup tersebut, mereka mengalami kerugian materi.

Pedagang, pengelola wisata hingga pengelola wahana permainan di Pantai Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, berdemonstrasi menolak penutupan objek wisata. Mereka menilai kebijakan Pemprov Banten plin-plan. Saat bulan Ramadhan membolehkan destinasi wisata buka, namun di tengah jalan menutupnya.

“Kesel, kenapa kebijakannya plin-plan. Kan sudah tahu mereka juga, sudah memprediksi kali akan ada lonjakannya seperti ini. Kenapa paksain buka? Maksud dan tujuannya apa seperti itu buat kita,” kata Pengelola Pantai Pasir Putih Carita, Hilma, Minggu, 16 Mei 2021.

Hilma kebingungan membayarkan gaji pegawainya. Padahal pantainya sudah menerapkan prokes COVID-19, seperti menyediakan masker, menaruh tempat cuci tangan, memeriksa suhu tubuh pengunjung hingga memberikan imbauan untuk menjaga jarak. (viva.co.id, 16/5/2021)

Walhasil, kebijakan plin-plan ini menyebabkan rakyat dirugikan secara ekonomi juga kesehatan. Dalam sistem demokrasi kebijakan selalu disandarkan pada kapitalisme. Untung dan rugi selalu berpihak pada pengusaha. Tidak ada ketegasan dalam membuat kebijakan. Inilah pentingnya bagi siapa pun yang memimpin rakyat untuk memiliki kemampuan memutuskan suatu kebijakan tanpa meninggalkan kesulitan bagi rakyatnya; Bukan malah melakukan kebijakan coba-coba asal jadi, yang penting pemasukan pemerintah terus berjalan tapi keselamatan rakyat terancam dan ekonomi mereka dirugikan.

Oleh karenanya, rakyat butuh pemimpin yang menjalankan sistem negara yang terbukti mampu menyejahterakan rakyat. Pemimpin tersebut hanya akan lahir dari rahim Islam dan satu-satunya sistem negara yang bisa mewujudkannya ialah sistem Islam.

Posting Komentar

0 Komentar