Larangan Mudik, Solusikah?

Oleh: Ayu Susanti, S.Pd

Mudik, sebuah tradisi yang sering dilaksanakan setiap menjelang hari raya di negeri zamrud khatulistiwa ini. Namun, ada yang berbeda dengan tradisi mudik pada 2 tahun belakangan ini. Pandemi masih belum berakhir. Tahun ini pun masih dihantui oleh virus corona sehingga berimbas pada pelarangan mudik yang harus dijalankan oleh seluruh masyarakat. Tentu ini adalah sesuatu yang berat. Mengingat moment mudik adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas karena bisa jadi sudah sekian lama tidak bisa bertemu dengan keluarga di kampung halaman.  

Adanya kebijakan pelarangan mudik ini tentu menimbulkan efek. Nasib pengusaha transportasi, termasuk perusahaan bus, bakal mengalami kesulitan akibat larangan mudik Lebaran 2021. Kebijakan ini akan diberlakukan pemerintah mulai 6 sampai 17 Mei mendatang. Iqbal Tosin, pengurus Ikatan Pengusaha Bus Indonesia, mengeluhkan larangan mudik Lebaran 2021. Menurut dia, perusahaan otobus akan mengalami kerugian miliaran karena itu. "Mudik tahun ini tahun kedua (ada pelarangan) akibat pandemi Covid-19," ucap Iqbal pada Kamis, 15 April 2021. Dia berharap, bukan larangan mudik lebaran yang diterapkan melainkan pengendalian mudik lebaran. Sedangkan larangan mudik lebaran membuat bisnis mereka berhenti. "Kami perkirakan pengusaha otobus akan mengalami kerugian sekitar Rp 18 miliar." (https://otomotif.tempo.co/, 16/04/2021). 

Kerugian yang dialami tentu tidaklah sedikit. Namun di sisi yang lain, adanya wacana untuk diberlakukan dispensasi mudik kepada para santri di pesantren.  

Sebelumnya, permintaan dispensasi datang dari Ma'ruf Amin. Melalui Juru Bicaranya Masduki Baidlowi, dia mengatakan Lebaran merupakan waktu bagi santri untuk pulang ke rumah setelah melakukan proses belajar dari Pondok Pesantren. "Wakil Presiden minta agar ada dispensasi untuk santri bisa pulang ke rumah masing-masing tidak dikenai aturan-aturan ketat terkait larangan mudik yang berhubungan dengan konteks pandemi saat ini," ujarnya, dikutip Minggu (25/4/2021). (https://www.cnbcindonesia.com/, 26/04/2021). 

Tentu ada pihak yang mempertanyakan hal yang demikian. Hanya saja, permintaan Wapres tersebut dinilai aneh, mengingat semua orang dari lapisan masyarakat apapun, baik pejabat, masyarakat termasuk santri memiliki peluang yang sama dalam penyebaran Covid-19. "Jika pemerintah terlalu banyak memberikan dispensasi, kesannya pemerintah tidak serius untuk mengurangi penyebaran covid 19 di saat mudik. Banyak pihak sudah sepakat, sampai-sampai pengusaha bus yang terdampak besar mau mentaati pemerintah. Justru sekarang tiba-tiba ada permintaan dispensasi dari penguasa," kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, Minggu (25/4/21). (https://www.cnbcindonesia.com/, 26/04/2021).

Dari fakta yang beredar, kesannya ada kebijakan tebang pilih yang dirasakan oleh masyarakat. Dan tentu ini dikhawatirkan berpotensi untuk dilanggarnya aturan yang telah dibuat. Dikarenakan ada kelonggaran-kelonggaran dalam menerapkan kebijakan. 

Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia/ (IPOMI), Kurnia Lesani meminta pemerintah tidak tebang pilih dalam melaksanakan pengetatan, aturan mudik yang mulai berlaku tanggal 22 April kemarin. Kurnia meminta angkutan pribadi juga harus diperketat pengendaliannya. (https://www.cnbcindonesia.com/, 25/04/2021). 

Keseriusan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan terutama dalam hal pelarangan mudik tentu dipertanyakan. Penanggulangan virus corona tentu memerlukan sikap yang tegas dan keseriusan tingkat tinggi. Karena yang dihadapi adalah sebuah pandemi yang tidak hanya memakan korban satu atau dua orang saja, namun hampir negara di seluruh dunia merasakannya. 

Hal ini membuktikan bahwa, begitulah sistem buatan manusia dalam menjalankan aturannya. Dimana sistem sekulerisme buatan manusia yang memisahakan agama dan kehidupan telah membuktikan kepada kita bahwa sistem hidup ini tidak mampu untuk mnegatur urusan hidup manusia bahkan dalam mengatur masalah penyebaran virus sekalipun. Dengan standar materi yang ada dibenaknya, kebijakan apapun yang terlahir mengarah kepada seberapa besar keuntungan materi yang dihasilkan. Jika larangan mudik ini menjadi salah satu cara untuk memutus rantai penyebaran virus, lantas bagaimana kabar dengan adanya perizinan pariwisata? Apakah bisa terjamin orang-orang yang sedang berwisata itu tidak membawa virus dan berpotensi untuk menularkan atau tertular? 

Manusia adalah makhluk lemah dan terbatas. Sehingga manusia tidak mampu untuk membuat sebuah aturan untuk mengatur hidupnya dengan baik. Saat aturan manusia yang diterapkan maka kerusakan saja yang terjadi. 

Berbeda halnya dengan Islam. Aturan yang datang dari Allah, Sang Pencipta manusia yang tentu memahami seluk beluk manusia, kelemahan dan kelebihannya. Sehingga aturan ini mampu untuk melahirkan kemaslahatan, keselamatan dunia dan akhirat serta membawa keberkahan dari langit dan bumi. 

Dalam Islam, pemimpin bertanggung jawab penuh dan harus serius dalam mengatur urusan masyarakat, apalagi disaat pandemi. Kebijakan yang dipikirkan dan dilahirkan berasal dari keimanan kepada Allah swt. Sehingga akan dipikirkan betul kebijakan yang bisa menyelematkan ummat manusia dari kebinasaan. Jikalau larangan mudik itu adalah sesuatu hal yang penting untuk diberlakukan maka kebijakan lain seperti pelarangan pariwisata, larangan mudik bagi siapapun dan tidak tebang pilih serta bentuk pengetatan yang lain akan dilakukan untuk keamanan bersama. Tidak hanya sebatas memberlakukan larangan mudik saja sedangkan kebijakan yang lain seakan-akan bertentangan dengan pelarangan mudik dan justru bisa jadi berpotensi terbentuknya cluster baru penyebaran virus.

 Disamping itu, akan berupaya keras untuk menghentikan penyebaran virus corona dengan cara apapun yang sesuai syariat Islam. Dan akan berusaha bersama pakar untuk menemukan obat agar bisa mencegah dan mengobati yang terpapar virus ini. Hal ini dilakukan semata-mata bentuk keimanan kepada Allah bukan karena adanya untung rugi yang didapat. Semua akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah, termasuk kebiijakan yang dilahirkan dalam rangka mengurusi urusan masyarakat.

Dari sini maka sudah terbukti bahwa sistem buatan manusia adalah sistem cacat yang melahirkan sebuah kerusakan belaka. Sehingga jika kita mau selamat dunia dan akhirat, maka harus kembali kepada sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta manusia, Allah swt. 

Wallahu’alam bi-showab.

Posting Komentar

0 Komentar