Oleh: Riya
Prostitusi bukanlah hal baru di tengah masyarakat. Sebagian orang menganggap pekerjaan ini mudah dan cepat menghasilkan uang sehingga banyak orang terjerumus dalam lembah ini. Perkembangan teknologi mengakibatkan transaksi prostitusi bisa dilakukan secara online. Tidak hanya wilayah lokal saja tetapi menembus internasional.
Baru-baru ini seorang mucikari bernama GMI (20) ditangkap Satreskrim Polresta Cirebon karena menjajakan terapis pijat layanan plus hubungan intim melalui aplikasi tertentu. Dalam aksinya GMI menawarkan terapis pijat kebugaran dengan tarif Rp. 250.000. Sedangkan untuk tarif layanan plus, pelanggan harus merogoh Rp. 1 juta. (CIREBON, iNews.id, 20 April 2021)
Sungguh bisnis yang menggiurkan di tengah kondisi pandemi saat ini. Ekonomi sulit butuh kerja singkat gaji cepat. Manusia yang tidak kuat iman, jalan ini akan ditempuhnya. Tidak butuh modal banyak, cukup tampil wangi dan cantik. Tidak hanya untuk dirinya sendiri bahkan ada yang tega menjual anak, istri atau saudaranya sendiri demi rupiah. Sebenarnya tidak hanya masalah ekonomi saja yang menyebabkan pelaku prostitusi mengambil bisnis ini. Tuntutan gaya hidup hedonis mendorong mereka menjadi pemuas hidung belang. Sepatu mahal, baju mahal, tas mewah, mobil, handphone dll.
Di Indonesia yang mayoritas muslim, bisnis ini tumbuh subur. Menyedihkan kemaksiatan merajalela. Namun, tidak heran karena negeri ini dikuasai oleh sekuler liberal. Kebebasan tanpa batas yang menghamba pada aturan manusia. Tidak takut dosa yang penting bahagia. Dosa dan neraka urusan nanti. Pelaku kemaksiatan melenggang dengan bebas. Kebebasan berekspresi dasar mereka bertindak. Selama demokrasi tetap bercokol di negeri ini, jangan berharap kemaksiatan berhenti.
Islam berisi aturan dari pencipta manusia yang lengkap dan solutif. Beberapa hal yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah prostitusi. Pertama, tersedianya lapangan pekerjaan. Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi laki-laki sehingga para perempuan tidak terbebani untuk mencari nafkah. Kedua, pendidikan berbasis iman. Penyediaan pendidikan yang bermutu, gratis, mampu menanamkan keimanan yang kokoh dan membekali PSK dengan ketrampilan yang mumpuni sehingga tidak kembali ke dunia hitamnya. Ketiga, jalur sosial. Perlu adanya kesadaran dari para masyarakat sehingga akan terbentuk kontrol sosial jika terjadi kemaksiatan. Keempat, jalur hukum. Perlu ada sanksi tegas terhadap PSK, para hidung belang, mucikari dan pihak-pihak yang terkait. Dalam Islam sanksi bagi pelaku zina di dunia jelas yaitu dirajam hingga mati jika dia sudah pernah menikah. Dicambuk 100 kali kemudian diasingkan jika belum menikah. Kelima, jalur politik. Negara menutup situs-situs yang berbau porno, menutup lokalisasi, dan melarang produsen tayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi.
0 Komentar