SOLUTIFKAH BUKA TUTUP TEMPAT WISATA?

Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk melarang mudik Hari Raya Idul Fitri, tetapi tetap membuka seluruh tempat wisata di Indonesia menuai pro dan kontra.

Adapun, larangan untuk mudik akan diterapkan pada 6-17 Mei 2021 guna mencegah penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut saling bertolak belakang.

Masyarakat merasa bingung dengan keputusan yang dianggap kontradiktif tersebut lantaran kegiatan wisata diizinkan, sementara kegiatan untuk silaturahim dengan keluarga dilarang.

Mudik yang merupakan mobilitas manusia dalam jumlah besar dikhawatirkan dapat menjadi media penularan virus corona dalam skala masif.

Dibukanya tempat wisata dimanfaatkan warga sejak hari kedua Idul Fitri, Jumat (14/5/2021) dan Sabtu (15/5/2021)

Para ahli kesehatan terutama epidemiolog, sebelumnya telah mengingatkan bahwa pembukaan tempat wisata pada masa libur Lebaran adalah kebijakan yang kontraproduktif terhadap upaya pencegahan penularan virus corona.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada Bayu Satria Wiratama mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah melarang mudik Lebaran. Akan tetapi, membuka lokasi wisata penuh dengan risiko. Kompas.com, 24 April 2021

Demikian juga Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, peningkatan kasus Covid-19 di beberapa negara yang melakukan pelonggaran tempat wisata jangan sampai  terulang di Indonesia. 

Dikhawatirkan dapat muncul superspreader event, yang kemudian melahirkan superstrain virus Corona,  bila upaya pengendalian tempat wisata tidak dilakukan dengan benar.

Seperti kita ketahui, superstrain virus Corona berkontribusi terhadap tingkat keparahan pandemi Covid-19, seperti yang terjadi di India. Kompas.com

Terjadi tumpang tindih kebijakan publik ini, disatu sisi mudik dilarang karena khawatir penyebaran virus, tetapi disisi lain tempat wisata yang sangat  berpotensi terjadinya perkumpulan massa malah dibuka dan warga didorong untuk mendatanginya. Kebijakan inkonsisten buka tutup wisata ini akan  merugikan rakyat secara ekonomi dan kesehatan.

Seperti yang terjadi di pantai Pasir Putih Carita Banten, para pedagang, pengelola wisata hingga pengelola wahana permainan di pantai Carita kabupaten Pandeglang Banten berdemonstrasi menolak penutupan obyek wisata. Mereka menilai kebijakan Pemprov Banten plin plan. Mereka merasa kesal, mengapa memaksakan membuka tempat pariwisata padahal sudah diprediksi akan ada lonjakan kasus.

Kebijakan publik dalam sistem kapitalis akan membawa dampak negatif untuk sebagian orang. Seperti kita ketahui, sektor wisata menjadi salah satu pendukung ekonomi, karena sektor ini termasuk penyumbang APBN setelah pajak, oleh karena itu kebijakan yang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tapi hanya menimbang pemasukan pemerintah dari PAD dan kepentingan usaha pariwisata.

Adalah hal yang wajib dalam sistem  ekonomi neoliberal kapitalis yang dianut negeri ini, yang telah menjadikan pariwisata sebagai tumpuan devisa negara, sehingga sektor pariwisata dipacu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi walaupun melanggar protokol kesehatan, tetapi disisi lain sumber ekonomi krusial di biarkan.

Tidak menjadi permasalahan, ketika  eksploitasi masif yang terjadi pada sumber daya alam saat ini.  Padahal jika sumber daya alam di jaga dan di kelola dengan serius, maka keuntungan  yang di dapat bukan hanya pertumbuhan ekonomi,  namun lebih dari itu kesejahteraan rakyat akan tercipta.

Pengelolaan sumber daya alam seperti itulah yang akan dilakukan oleh penguasa dalam sistem kepemimpinan Islam yang disebut khilafah. Hal ini mengacu pada hal yang mendasar yaitu kekayaan alam.

Dalam pandangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Nidhom Al Iqtishodi karya Syaikh Taqiyuddin an Nabhani,  kekayaan alam  merupakan harta kepemilikan umum. Harta yang termasuk dalam kepemilikan umum haram dikelola oleh pihak swasta dan di monopoli oleh korporat. Pengelolaan mutlak di bawah kendali negara dan hasilnya akan di berikan kepada rakyat, baik secara langsung atau tidak langsung. 

Hasil secara langsung, rakyat dapat menikmati hasil pengelolaan sumber daya alam melalui berbagai subsidi yang diberikan oleh negara. 

Hasil  secara tidak langsung, negara dapat menjamin ketersediaan pelayanan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan yang dapat dinikmati rakyat dengan harga terjangkau bahkan gratis. Dengan demikian negara akan memiliki sumber pemasukan yang stabil dan kuat tanpa harus mengorbankan keselamatan rakyat. Misalnya untuk kondisi saat ini, dari dana hasil pengelolaan sumber daya alam, negara akan mudah membiayai penanganan pandemi mulai dari tracing untuk memisahkan orang yang sakit dan orang yang sehat sejak awal. Memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah yang di isolasi atau lockdown lokal dan membiayai perawatan masyarakat yang terinfeksi virus dengan kualitas terbaik hingga akhirnya negara fokus menyembuhkan yang sakit dan masyarakat yang sehat dapat beraktivitas normal sebagai mana biasanya.

Dalam ekonomi Islam tidak dikenal sektor pariwisata sebagai sumber pemasukan negara, melainkan sebagai sarana dakwah.  Keindahan alam yang dijadikan tempat pariwisata seperti pantai, pegunungan, air terjun dan lainnya akan dijadikan sarana dalam menyebarkan Islam. Bagi wisatawan Muslim,  setelah mereka disuguhkan keelokan seluruh ciptakan Allah SWT akan semakin kukuh keimanannya. Begitu pula wisatawan non muslim yang niat awalnya ingin menikmati keindahan alam akan disuguhkan pula ajaran Islam. 

Kondisi seperti inilah yang akan didapatkan dan dirasakan masyarakat ketika syariat Islam diterapkan secara praktis oleh negara secara kaffah.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Posting Komentar

0 Komentar