Childfree Gagasan Usang Pemusnah Peradaban

Oleh : Uthie Siti Solihah (Pemerhati Keluarga)

Kehadiran anak dalam pernikahan adalah hal yang ditunggu oleh pasangan suami istri, adanya anak-anak di rumah akan semakin menambah kebahagiaan rumah tangga. Namun kenyataannya tidak semua pasangan yang sudah menikah menginginkan menjadi orang tua. Ada sebagian dari mereka yang mengangap kehadiran anak yang didapat secara biologis, anak angkat atau anak adopsi adalah suatu beban. Mengarungi kehidupan rumah tangga berdua, bahagia tanpa anak. Gagasan atau pemikiran ini dinamakan childfree. 

Bahasan childfree kembali ramai setelah pernyataan salah satu influenser sekaligus youtuber Indonesia yang menyatakan dirinya dan pasangannya adalah childfree. Pernyataan ini disikapi beragam oleh masyarakat. Banyak yang menyayangkan, apalagi di Indonesia pemikiran seperti ini masih terasa asing dan tidak sesuai dengan budaya. Namun tak sedikit juga yang malah mendukung. Pilihan mereka untuk tak berketurunan setidaknya didasarkan pada faktor ekonomi, moral dan sosial. 

Kondisi saat ini yang serba susah. Mencari penghasilan yang cukup untuk menafkahi keluarga bagi sebagian besar orang amatlah sulit. Ditambah banyaknya krisis moral yang terjadi akibat pergaulan bebas dan merebaknya tindak kriminal semakin menghantui para penganut childfree dan  berpikir tidak bisa mendidik anak dengan baik, tidak bisa memberikan masa depan yang cerah bagi anak. Adapun alasan lainnya adalah ketakutan akibat trauma masa lalu dalam keluarga atau lingkungan. Khawatir pola pengasuhan pada anak dipengaruhi oleh luka masa lalu yang bisa mengorbankan anak. Jadi lebih baik tidak punya anak. Dari banyaknya pertimbangan yang dikaitkan dengan kondisi saat ini para pnenganut paham childfree membuat kesimpulan bahwa pilihan untuk bebas dari anak adalah bentuk kasih sayang terhadap anak itu sendiri. Sehingga dikatakan egois jika memaksa punya anak dalam kondisi tidak siap secara mental dan finansial. 

Sebuah Ide atau gagasan jika diangkat di forum besar kemudian informasinya menyebar dan dibawa oleh public figure dengan banyak pengikut, sedikit banyak pasti membawa pengaruh. Pemikiran bahwa anak bukanlah tujuan pernikahan menjadikan tanda tanya besar bagi kita selaku umat Islam. Benarkah pilihan hidup berumah tangga tanpa adanya keturunan jauh lebih baik ketimbang adanya anak? Sebenarnya gagasan semacam ini tidak lahir begitu saja, adanya paham sekulerisme yang memisahkan antara aturan agama dan kehidupan telah melahirkan ide-ide usang untuk kesenangan manusia di dunia saja. Tidak ada pemikiran bagaimana setelah kehidupan nanti. Sekulerisme yang merupakan anak dari Liberalisme memandang segala sesuatu hanya berdasarakan materi dan untung rugi.

Berbeda dengan Islam, dimana salah satu tujuan pernikahan yakni mempunyai keturunan. Keberadaan anak adalah karunia dan nikmat dari Allah untuk semakin membahagiakan sebuah rumah tangga. Mempunyai keturunan tidak hanya berorientasi dunia. Anak adalah investasi terbesar dunia akhirat. Di dunia mereka hadir sebagai pelipur lara. Di akhirat kelak mereka adalah penolong kedua orang tuanya untuk masuk ke surga. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersbada  "Jika manusia wafat, maka terputuslah darinya semua amalnya, kecuali tiga; Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.” (HR. Muslim, No.1631)

Keinginan mempunyai anak dan kemampuan oramg tua untuk menghantarkan pada kesolehan harus diimbangi oleh kesiapan yang matang. Karena anak titipan yang berharga dari Allah maka maksimalkan peran kita sebagai orang tua untuk merawat dan mendidiknya. Suami dan Istri bersama menjalankan perannya sesuai syariat Islam. Memenuhi kebutuhan anak semata-mata mengharap keridhoan dari Allah. Anak diberikan nafkah dengan cara yang halal. Sabar dalam mendidik dan mengarakan anak pada  kebaikan.  Jika memakai kacamata dunia, orang tua seolah rugi telah menghabiskan banyak waktu tenaga dan harta untuk anak namun sesungguhnya di sisi Allah sekecil apapun yang diberikan pada anak bernilai ibadah. 

Rasulullah SAW bersabda " Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik diantara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku." (HR Tirmidzi). Sedikitpun tidak ada kesia-siaan untuk menafkahi keluarga. Semua kewajiban yang dipenuhi di dunia tidak lain adalah untuk bekal kita di akhirat. 

Maka jelaslah bahwa paham childfree sangat bertentangan dengan Islam. Sebagai pasangan baru menikah bahkan jauh sebelum menikah. Seharusnya kita membekali diri oleh ilmu agama yang kuat serta keilmuan lain yang menunjang peran kita untuk menjalankan rumah tangga sesuai fungsi dan ketentuan syariat Islam. Sehingga ketika memulai pernikahan sudah membawa bekal yang cukup. Siap menjalani rumah tangga, siap melahirkan para penerus garis keturunan untuk pemimpin masa depan. Adapun support sistem yang akan sangat membantu dalam mempersiapkan tiap pasangan untuk memiliki keturunan yang soleh soleha tanpa dihantui rasa khawatir adalah adanya peran negara yang pada dasarnya tugasnya adalah mengurusi urusan rakyat. Termasuk menjaga kelestarian keturunan yang berkualitas yang bermula dari hubungan bernama pernikahan. 

Pilihan untuk tidak punya anak sama dengan menghentikan generasi yang merupakan cikal bakal para khalifah di masa depan. Bayangkan jika ide ini diamini oleh seluruh pasangan menikah. Tentu  akan banyak terjadi kerusakan, manusia akan punah dan tidak ada generasi penerus nasab. Ide seperti ini sudah selayaknya kita tinggalkan karena malaha akan memusnahkan peradaban. Mari kita kembali kepada sistem Islam dengan segala aturan yang mensejahterakan. 

Wallahualambishowab.

Posting Komentar

0 Komentar