Oleh : Ummu Sansan (Komunitas Pena Cendekia)
Serangan Israel atas Palestina akhir Ramadhan lalu berakhir dengan gencatan senjata. Namun korban telah berjatuhan. Pun Hari Raya Idulfitri dirayakan tidak dalam sukacita. Walaupun demikian desingan peluru pihak Israel dan hantaman rudalnya tak lagi menghancurkan karena gencatan senjata telah dicanangkan. Akankah gencatan senjata ini selamanya ataukah hanya sementara?
Sejatinya kaum muslimin ibarat satu tubuh sebagaimana disebutkan dalam hadits ''Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR Bukhari dan Muslim). Maka ketika Palestina terus menerus diserang oleh Israel, duduk berpangku tangan bukanlah sikap yang tepat. Apalagi tak peduli dan acuh tak acuh terhadap kondisi kaum muslimin di sana. Seharusnya kaum muslimin di dunia ikut merasakan sakit dan sedih atas penderitaan dan kondisi saudaranya di Palestina.
Sayangnya kaum muslimin saat ini tak berdaya dalam menghadapi konflik di Palestina. Sekat-sekat nasionalisme menjadikan kaum muslimin terkotak-kotak dan disibukkan urusannya masing-masing. Kondisi ini terjadi sejak runtuhnya Kekhilafahan Islam tahun 1924. Kaum muslimin yang awalnya berada dalam kondisi bersatu menjadi tercerai berai menjadi lebih dari 50 negara. Selain itu pemahaman sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan terus menerus digelontorkan pada kaum muslimin. Alhasil terbentuklah ikatan nasionalisme dalam diri umat. Meski ikatan aqidah masih mampu menjadikan kaum muslimin memiliki solidaritas terhadap saudara-saudara seakidah di Palestina.
Namun solidaritas yang muncul belum mampu mengatasi konflik yang terjadi. Solidaritas hanya berasal dari individu-individu dan organisasi massa. Adapun dalam bentuk negara, maka saat ini masih berupa kecaman belaka. Padahal kaum muslimin di Palestina membutuhkan pasukan militer agar mampu mengusir Israel yang telah merampok wilayahnya. Sayangnya dukungan negara adidaya sekaliber AS mampu menggunakan hak vetonya untuk menganulir setiap keputusan Persatuan Bangsa-bangsa dalam upaya penghentian agresi Israel menganeksasi Palestina. Alhasil Israel terus berada di atas angin.
Di sinilah kebutuhan akan persatuan umat menjadi keniscayaan. Persatuan umat dalam satu institusi seperti dahulu yaitu tegaknya Kekhilafahan Islam. Keberadaan khilafah Islam menjadi junnah (pelindung) bagi umat Islam. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits ”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Makna ungkapan kalimat “al-imamu junnah” adalah perumpamaan sebagai bentuk pujian terhadap imam yang memiliki tugas mulia untuk melindungi orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “(Imam itu perisai) yakni seperti as-sitr (pelindung), karena Imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.”
Khilafah Islamiyah sebagai junnah inilah yang dibutuhkan oleh umat Islam Palestina, maka wajib bagi kaum muslimin di dunia untuk segera mengadakannya. Militer yang dimilikinya kelak akan mampu mengusir Israel dari wilayah Palestina dan mengakhiri semua gerakan zionisme. Namun demikian bantuan dana, makanan, obat-obatan masih dibutuhkan kaum muslimin di Palestina saat ini.
Keberpihakan kepada Palestina harus ditunjukkan. Sebaliknya semua dukungan pada Israel harus dihentikan seperti memutus hubungan diplomatik yang terjalin. Kecaman atas pelanggaran HAM yang dilakukan harus terus disuarakan. Terwujudnya khilafah Islamiyah harus terus diperjuangkan agar gencatan senjata yang terjadi benar-benar berhenti selamanya dan Palestina kembali memiliki wilayah yang menjadi haknya. Karenanya saatnya kaum muslimin terus melakukan perjuangan dan mengambil peran dalam perjuangan tesebut. Tidak menjauhi perjuangan dengan berposisi sebagai penonton belaka, naudzubillahi min dzalik. Wallahua'lam bisshowab.
0 Komentar