Pengisi Kajian Islam, Haruskah Bersertifikat?

Oleh : Yuni Indawati (Ibu Rumah Tangga)

Sebagai Negara yang memiliki penduduk muslim terbesar, tak heran jika di tengah-tengah masyarakat Indonesia banyak sekali diadakan kajian-kajian Islam. Dari kalangan tua bahkan kaum muda milenial pun tak ketinggalan untuk membuat kajian atau forum diskusi membahas tentang problematika umat berdasarkan kaca mata Islam.

Meski kajian Islam sudah  menjamur di berbagai kalangan di penjuru negeri ini, namun masih saja ada yang ketakutan dan merasa tak nyaman jika ada yang mengajaknya untuk menghadiri suatu kajian tertentu. Seolah-olah merasa eksklusif lalu menutup diri dari perkembangan dunia.

Tak jarang alasan yang mereka gunakan untuk menolak mendatangi undangan kajian Islam adalah gelar dari para pengisi kajian tersebut. Banyak diantaranya yang menanyakan, apa gelar ibu atau bapak ini, pernah belajar dimana saja, berguru kepada siapa saja, dan pertanyaan-pertanyaan yang semisalnya. Hal ini menguatkan hipotesa bahwa umat masih merasa takut untuk menerima nasihat Islam tentang materi-materi yang belum familiar di telinga mereka.

Apalagi ditambah dengan rencana pemerintah saat ini yang ingin membuat sertifikasi bagi para penceramah. Disebutkan bahwa sertifikasi kali ini adalah sertifikasi tentang wawasan kebangsaan bagi para penceramah dalam rangka penguatan moderasi beragama (republika.co.id, 4/6/2021). Dengan digaungkan sertifikasi ini, maka menambah kecemasan umat untuk mengkaji Islam secara intensif di beberapa tempat kajian Islam, karena menganggap jika belum memiliki sertifikat maka kajiannya terlarang atau tak memiliki izin dari pemerintah.

Oleh karena itu, perlu disadari oleh umat tentang sertifikasi ini. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sertifikasi penceramah, apa saja indikator agar lolos dari tes sertifikasi ini, dan siapa yang sesungguhnya berhak untuk mensertifikasi para penceramah? 

Di dalam dakwah Islam, yang berhak melegitimasi hukum adalah Allah swt saja, sebab Dia-lah yang memiliki Islam dan tahu secara jelas indikator-indikator para penceramah. Dakwah adalah perintah dari Allah swt kepada RasulNya dan para hambaNya, sehingga layak atau tidaknya seseorang di jalan dakwah hanyalah Allah swt.

Jika Allah berkehendak untuk menetapkan seseorang dalam jalan dakwah, maka orang tersebut akan selalu didekatkan kepada jalan Islam. Namun sebaliknya, jika Allah tak menghendaki seseorang di jalan dakwah, maka perlahan-lahan orang tersebut akan terpental secara sendirinya sebab ia merasa tak memiliki frekuensi yang sama.

Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.(Q.S ar-ra’d : 16)

Terkait keilmuan seseorang tidaklah menjadi tolak ukur boleh tidaknya berdakwah, karena dakwah adalah kewajiban bagi semua umat muslim, maka seberapapun ilmu yang kita miliki hendaklah disampaikan kepada saudara-saudara kita. Asalkan ilmu tersebut memang benar dari Islam dan sudah jelas berdasarkan Al-Quran dan Hadist

Dari Abdullah bin amr ra bahwa nabi bersabda, "sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat". (HR Bukhari) 

Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar dan mereka adalah orang-orang yang beruntung". (QS.  Ali Imron :104 )

Dengan berpegang pada nash syara’, maka sesungguhnya kita sudah bisa mengisi kajian-kajian Islam tanpa harus menunggu sertifikasi dari manusia.

Wallahu a'lam bish showab.

Posting Komentar

0 Komentar