Oleh : Siti Aminah, S. Pd (Pemerhati Sosial Lainea, Sulawesi Tenggara)
Siapa yang tidak mengenal kata PNS di Indonesia. Apalagi saat ini lagi berseliweran dimedia kabar pembukaan pendaftaran CPNS. Semua orang berlomba untuk mendaftarkan diri dan tentunya berharap untuk lulus tes dan menjadi PNS. Berbagai upaya dilakukan oleh para CPNS untuk lulus. Ternyata dibalik kerumitan terdengar kabar yang mencengangkan yaitu adanya PNS misterius hingga mencapai puluhan ribu.
Sebagaimana yang dilansir oleh KOMPAS.com (26/5/2021)-Informasi terkait adanya laporan data "PNS misterius" masih menjadi perhatian pemerintah. Sebelumnya diungkapkan, ada 97.000 data "PNS misterius" hingga 2015 yang disebutkan masih mendapatkan gaji dan dana pensiun.
Sama halnya dengan yang dilansir oleh METROPOLITAN.id (26/5/2021)–Anggota Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, terungkapnya data PNS fiktif sebanyak 97 ribu orang adalah musibah dalam penataan kepegawaian di tanah air.
Ternyata kabar terkait data PNS fiktif sebanyak 97 ribu orang ini terkuak sekjak tahun 2014. Artinya sudah tahunan kabar ini bergulir. Namun, tidak diusut tuntas oleh pemerintah terkait. Sangat disayangkan memang jika melakukan pembiaran terus-menerus karena akan berakibat pada lemahnya perekonomian negara apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini.. Sehingga yang kena imbasnya adalah masyarakat. Bagaimana tidak, negara menggaji SDM yang tidak bekerja sementara yang bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja terkadang tidak mendapatkan upah yang maksimal.
Maka, PNS misterius semakin melenggang sementara uang rakyat melayang. Mengapa demikian? Karena sungguh gaji PNS dari rakyat. Rakyatlah yang menopang perekonomian PNS. Mestinya PNS harus berterimakasih kepada rakyat dan menjadi abdi dari masyarakat. Karena masalah gaji PNS erat kaitannya dengan pendapatan negara. Sementara pendapatan tertinggi negara dari pajak dan pajak terbesar didapatkan dari rakyat. Sehingga benar bahwa demokrasi memiliki simbol “dari rakya, untuk yakyat, dan oleh rakyat”. Semua dari rakyat, namun kepentingan mereka tidak dijadikan sebagai fokus utama untuk diperhatikan.
Penerapan sistem demokrasi kapitalislah yang menjadikan para pejabat rakus akan jabatan dan memakan gaji buta. Hampir ratusan ribu orang memakan tetesan keringat rakyat dan seolah membiarkan itu terjadi serta para pejabat yang digajipun tidak merasa malu dengan apa yang dilakukannya. Sistem ini memang tidak pantas dijadikan sebagai pijakan atau aturan dalam kehidupan. Sistem ini pulalah yang menfasilitasi terjadinya korupsi dimana-mana.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam ketika menggaji SDM harus sesuai dengan kinerja dan profesinalitas yang dilakukannya. Bukan didasarkan pada data belaka. Karena bisa jadi pendataan tidak sesuai dengan fakta dilapangan seperti yang terjadi pada PNS misterius di dalam sistem demokrasi kapitalisme.
Maka, Islam menetapkan dalam hal rekrutmen dan pembinaan pegawai negara sesuai profesionalitas dan mereka digaji karena kinerjanya serta mereka mengabdi kepada rakyat. Karena kepegawaian dalam sistem Islam semata-mata untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan bukan hanya mendapatkan gaji.
Sehingga, untuk menjadi pegawai di dalam Sistem Islam dibutuhkan orang-orang yang bertanggungjawab, jujur, dan amanah. Karena pertanggungjawaban yang dimaksud adalah bukan hanya bertanggungjawab di dunia saja, melainkan juga di akhirat kelak, dan ini yang paling berat.
Perlu diketahui pula, gaji pegawai dalam sistem Islam tidak diambil dari uang rakyat. Namun, diambil dari kas negara. Salah satunya adalah bersumber dari pengelolaan sumber daya alam.
Jadi, sangat penting kita ketahui bahwa sistem yang diterapkan saat ini yakni sistem demokrasi kapitalisme tidak akan pernah berpihak pada kepentingan rakyat. Rakyat hanya dikuras secara perlahan tapi pasti. Sementara sistem Islam datang untuk menyelamatkan rakyat dari keterpurukan. Maka, akan terwujud penyelamatan rakyat mana kala diwujudkan dalam sebuah institusi yakni khilafah Islamiyah. Sebagaimana sebulumnya pernah terjadi selama kurang lebih 14 abad lamanya. Wallahu A’lam Bisshowab.
0 Komentar