Ancaman Kekeringan Membuat Kecemasan


Oleh: Ziyan Saffana Erhaff (Mahasiswi Sumedang)

Beberapa hari ini di berbagai daerah sering diguyur air hujan secara rutin dalam beberapa hari ini dan memberikan suasana dan suhu dingin di beberapa tempat khusus nya di Provinsi Jawa Barat ini. Cuaca dingin ini merupakan tanda kita akan segera memasuki musim kemarau. Beberapa waktu yang lalu sempat muncul kembali edaran dan himbauan mengenai ini. Pihaknya mengatakan Sebagian wilayah di Jawa Barat telah memasuki musim kemarau dan diperkirakan terus meluas. Bahkan bisa sampai membuat bencana kekeringan dan kebakaran lahan  dan hutan. Selain kekeringan, minimnya ketersediaan air bersih mebuat list ancaman begi warga bertambah. Selain ketersediaan air bersih yang minim dan mengakibatkan puso, musim kemarau di Jabar dapat memicu kebakaran hutan dan lahan di tujuh daerah, yakni Kota Cirebon, Cimahi, Kabupaten Cirebon, Kuningan, Bandung Barat, Sumedang, dan Sukabumi (beritasatu.com)

PBB sendiri mengatakan kekeringan berisiko menjadi “pandemi” berikutnya yang merupakan krisis global yang tersembunyi. Kekeringan bakal meluas jika negara-negara tidak mengambil tindakan segera terhadap pengelolaan air dan lahan serta mengatasi darurat iklim (harianaceh.co.id). menurut beberapa sumber bahkan mengatakan bahwa di beberapa Negara sudah terdampak bencana ini dan sampai mengahabiskan dana ekonomi sebesar 124 miliar dollar AS. Kemudian kekeringan juga akan menjadi faktor utama dalam degradasi lahan dan penurunan hasil panen tanaman utama. Sebelumnya pada tahun lalu sempat beredar info bahwa perkiraan kemarau tahun ini akan lebih panjang dari biasanya. Namun untuk saat ini belum ada kabar terbaru lagi dari pemerintah terhadap tindakan apa yang perlu masyarakat lakukan. Padahal kekeringan pada musim kemarau benar-benar akan membuat masyarakat panik dan bingung dalam menghadapinya. Sebab ini akan berdampak pada berbagai bidang khususnya ekonomi. Penggunaan kipas atau pendingin ruangan, menggunakan mesin cuci, sanyo, dsb akan membuat tagihan listrik bertambah. Belum dari berbagai bidang lainnya seperti pertanian dan perkebunan yang menyebabkan kekurangan sumbe bahan pangan.

Kondisi ini sangat berbeda dengan masa lampau, di saat kaum muslim memiliki pemimpin. Ia bertindak sebagai pengayom dan pengurus urusan rakyat. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Saat itu dunia arab sedang dilanda bencana kekeringan. Hingga membuat masyarakat hijrah ke ibu kota pemerintahan demi mendapatkan bantuan. Sang Khalifah dengan tangan terbuka menerima mereka, meski berasal dari wilayah yang jauh. Negara yang menganut sistem Islam akan selalu mengambil tanggung jawab rakyatnya sendiri. Untuk mengatasi masalah pangan, negara akan menciptakan lapangan kerja dan memberikan pinjaman modal tanpa bunga kepada masyarakat. Selain itu, negara juga akan memberikan fasilitas pertanian kepada petani, mulai dari pupuk murah atau gratis, melindungi sawah agar tidak disulap, meneliti pengembangan hingga pelatihan pertanian modern untuk mengembangkan produk pertanian.

Maka demikian dalam Islam Negara berkewajiban mendirikan industri air bersih untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap masyarakat kapan saja dan dimana saja. Dan status kepemilikannya adalah milik umum atau milik negara. Untuk kepentingan Islam dan umat Islam, semuanya dikelola oleh pemerintah. Tidak hanya kota, daerah pemukiman dan daerah pedesaan, tetapi lahan pertanian juga sepenuhnya diairi. Semua ini menunjukkan bagaimana siklus air dan segala aspek keberlanjutannya dapat dipertahankan dengan dukungan peradaban Islam. Baik hutan, iklim, sungai dan danau. Kemudian Negara bebas dari agenda penjajahan apapun bentuknya termasuk agenda hegemoni climate change dan global warming, karena Islam telah mengharamkan penjajahan apapun bentuknya. 

Hukum-hukum Allah akan terlaksana secara kaffah di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Karenanya kehadiran khilafah adalah kebutuhan yang mendesak. Tidak saja bagi Indonesia tapi juga dunia. Lebih dari pada itu, khilafah adalah ajaran Islam yang disyari’atkan Allah swt.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar