BOR TAK SEPADAN, FASKES KOLAPS

Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Covid-19 di Indonesia meledak lagi, menyusul varian Delta yang merupakan varian baru dari Covid-19 yang masuk diawal tahun 2021 di Indonesia. Meskipun peledakan kasus ini merupakan jilid 2, agaknya pemerintah masih kalang kabut menghadapi pelonjakan setelah sekian bulan terjadi penurunan angka penularan Covid-19. Kebijakan demi kebijakan yang berkesan tarik ulur dalam pengendalian wabah masih terus berlanjut. Kebijakan PSBB di modifikasi menjadi PPKM yang pernah diterapkan oleh beberapa provinsi sebelumnya merupakan salah satu kebijakan tarik ulur yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan covid-19. PPKM merupakan relaksasi dari PSBB. Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi seluruh mobilitas dan aktivitas masyarakat dan hanya sektor – sektor penting saja yang boleh beroperasi dimodifikasi menjadi PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)  dengan mengijinkan sekolah dan perkantoran untuk melakukan kegiatan dengan jumlah personel 75%–100%. Hermawan Saputra yang merupakan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyarankan pemerintah untuk segera memiliki kebijakan yang tegas dengan menerapkan kebijakan lockdown regional untuk mencegah semakin tingginya angka penularan Covid-19 dan untuk memperbaiki perekonomian agar tidak terus mengalami keterpurukan “ Pemerintah harus radikal. Opsinya ada dua, mau PSBB seperti semula, atau lockdown regional terbatas pada pulau besar. Opsi paling radikal tentunya lockdown regional, radikal tapi paling logis”. Kebijakan ini dinilai sangat efektif untuk mengendalikan pelonjakan Covid-19 karena beberapa negara di Eropa dan Australia telah sukses mengatasi pandemi dengan menerapkan lockdown (CNN Indonesia: 2021)

Pembukaan tempat wisata dimasa pandemi yang dapat mendorong peningkatan mobilitas masyarakat menjadi tinggi, merupakan penyebab dari melonjaknya jumlah kasus Covid-19 yang sangat fantastis di bulan Juni ini, membuat seluruh Faskes berada diujung tanduk karena Jumlah fasilitas yang tersedia untuk menangani covid-19 tidak sepadan dengan jumlah pasien yang masuk. Menurut data kasus harian dari satgas covid 19 per-tanggal 15 Juni hingga 17 juni 2021 tercatat sebanyak 8000 lebih hingga 12.000 lebih  kasus dan masih terus merangkak naik. BOR (Bed Occuption Rate) yaitu angka yang menunjukkan persentase penggunaan tempat tidur di unit rawat inap (bangsal) sudah hampir penuh diberbagai daerah di Indonesia. ICU pun sudah tak sanggup lagi menampung. Menurut Jurnal Critical Care Medicine Indonesia memiliki rasio ketersediaan ranjang perawatan critical hanya 2,7 per 100 ribu populasi. Sedangkan Faskes tidak hanya menangani pasien covid-19 saja tapi juga pasien penyakit lain dan pasien esential yang memerlukan kontrol rutin seperti kehamilan, hipertensi dan jantung . Sehingga Faskes menjadi double penanganan. Bukan tidak mungkin, jika sistem kesehatan ini tidak diperbaiki maka akan menimbulkan banyak korban jiwa “karena kalau sistem kesehatan kita collapse dan kita tidak melakukan action apa – apa, maka sistem yang lain juga akan collapse. Ekonomi collapse. Bahkan pendidikan, sampai sekarang masih belum sekolah tatap muka itu karena kesehatan tidak dibenahi, kata Dr. dr Erlina Burhan Sp.P(K), M.Sc,Ph.D. (Kompas.com: 2021)

Situasi wabah yang makin tak terkendali menunjukkan sistem kesehatan yang diterapkan oleh kepemimpinan kapitalis sudah kolaps. Pelayanan kesehatan bukanlah prioritas dalam sistem kapitalis. Sumber pendapatan negara yang tidak stabil karena hanya mengandalkan pajak dan utang luar negeri menyebabkan negara tak mampu memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal pada rakyatnya. Pajak dan utang yang dibebankan pada rakyat semakin membuat kondisi ekonomi terpuruk. Rakyat semakin terjerumus dalam garis kemiskinan. Jangankan untuk kesehatan untuk makan sehari hari saja tidak mampu. Pemerintah yang harusnya meriayah dan mencukupi kebutuhan kesehatan rakyat malah berfungsi sebagai regulator dalam mengesahkan mekanisme asuransi yang semakin membebani rakyat dan mengesankan bahwa Faskes yang layak hanya bisa didapatkan oleh rakyat yang mampu membayar premi-nya. Orientasi sistem pada materi ini dengan tega mengkomersialkan layanan kesehatan dan hanya mampu mengkambinghitamkan rakyat sebagai penyebab melonjaknya jumlah pasien Covid-19. Ketidakmampuan sistem kapitalis dalam memenuhi kebutuhan rakyat menyebabkan rakyat harus berusaha sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Masa pandemi tak lagi dihiraukan karena rakyat butuh makan. Inilah yang mendorong peningkatan mobilitas rakyat sehingga rakyat tak lagi menghiraukan instruksi penerapan prokes oleh pemerintah.

Kesalahan penerapan kebijakan di awal pandemi berdampak semakin luas. Kebijakan lockdown yang harusnya segera diterapkan diawal pandemi tidak diterapkan. Dengan dalih agar ekonomi terus bergerak, Pemerintah memutuskan tidak menutup bandara – bandara internasional, pelabuhan internasional yang menjadi penyebab utama masuknya virus Corona dan membiarkan rakyat keluar masuk daerah pandemi sehingga penyebaran virus ini pun semakin meluas. Padahal jika lockdown diterapkan sejak awal pada daerah pusat pandemi sebelum menyebar, dan akses internasional keluar masuk negara ditutup maka penanganannya pun tidak akan sesulit sekarang. Karena wilayah yang ditanganipun kecil dan rakyat yang terjangkit maupun yang terdampak korona hanya dalam wilayah kecil sehingga tidak menimbulkan kerugian finansial negara yang besar. Faskes masih mampu menampung pasien. Namun kebijakan yang bertentangan dengan orientasi materi dalam sistem kapitalis tak akan pernah diterapkan. Karena kebijakan lockdown dianggap merugikan para pemilik modal 

Penerapan sistem Islam akan meriayah, melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Lockdown merupakan kebijakan yang diterapkan Rasulullah dan para Khalifah dalam mengatasi wabah. Karena dalam Islam nyawa manusia sangat berharga. Mengisolasi penderita, melarang bercampurnya antara yang sakit dengan yang sehat, melarang memasukki daerah pandemi, dan melarang penduduk daerah pandemi keluar dari daerahnya. Negara berkewajiban memenuhi segala kebutuhan rakyat dalam daerah lockdown, sehingga rakyat tak perlu melakukan mobilitas yang dapat meningkatkan laju penyebaran wabah didaerah yang ter-lockdown. Bahkan pelayanan kesehatan dilakukan dengan langsung mendatangi rumah- rumah untuk melakukan pelayanan.  Pelayanan-pelayanan kesehatan dalam Islam memberikan kebahagiaan dan ketenangan pada rakyatnya. Fasilitas kesehatan yang memadai dan layak dapat dengan mudah didapat karena dananya ditopang dari Baitul Mall pada Pos Kepemilikan Umum yang sumber pendapatannya berasal dari hasil pengelolaan kekayaan Bumi. Rumah Sakit Islam memberikan pelayanan yang maksimal pada rakyat, pasien rawat inap maupun rawat jalan mendapatkan Pengawasan, pemeriksaan, pengobatan dan perawatan secara gratis bahkan hingga masa pemulihan. Sudah saatnya Sistem Islam diterapkan saat ini sebagai solusi tuntas terhadap segala permasalahan yang terjadi tidak hanya di bidang kesehatan saja namun disegala aspek kehidupan. Insha’allah semua permasalahan kesehatan yang terjadi dimasa pandemi  dapat teratasi dengan baik.

Posting Komentar

0 Komentar