Jumat kemarin Abah diminta berbagi di Wakaf TV. Temanya Cerdas dengan Al-Qur'an. Pas nyiapin materi, muncul pertanyaan bagi Abah? Kenapa ya isu "Cerdas" ini menjadi penting dibahas. Apakah seseorang yang "Cerdas" menjadi jaminan kaya raya :), atau dengan "Cerdas" bisa jadi presiden?. Kalo yang terakhir ini mah jadi inget presiden di negeri pocong, asa jauh pisan kalo itu presiden disebut cerdas mah. Jadi, apakah "Cerdas" jadi isu penting? Gak "Cerdas" aja bisa jadi presiden :).
Lupakan dulu negeri pocong!. Dalam keseharian kita sering dengar ada IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotioent). Kurang lebih 100 tahun, dari awal abad 20 IQ sudah menjadi standar untuk mengukur kecerdasaan seseorang. Dari masuk TK sd Perguruan Tinggi bahkan urusan pekerjaan dan jabatan, IQ pernah jadi ukuran bahkan menjadi penentu kesuksesan seseorang. Kalo gak nyampe IQ 110 gak bisa masuk sekolah unggul atau gak bisa masuk Perusahaan bonafid. Tapi kemudian, orang banyak gak puas dan mempertanyakan relasi IQ dengan kesuksesan seseorang. Dalam kehidupan, kita sering melihat anak dg IQ biasa aja (di sekolah rangking nya 10 dari belakang) menjadi pimpinan bahkan pemilik perusahaan. Sedangkan anak dengan IQ tinggi cukup puas menjadi karyawan, paling mentok jadi manager. Munculah tahun 1990 an EQ dan SQ menjadi pelengkap, menutupi berbagai kekurangan yang ada di IQ.
Itu perdebatan di dunia antah-berantah. Gimana dalam Islam? Adakah ada istilah Cerdas? Tentu ada. Dalam Al-Qur'an, setidaknya ada 7 kata dan turunannya yang berkonotasi cerdas, yaitu: al-‘aqlu, al-lubu, al-basharu, al-fikru, al-tadabburu, al-zikru , al-fiqhu. Dalam QS. al-Ankabut:43, cerdas dikaitkan dengan ilmu. Cerdas berelasi dengan iman (QS. al-Qasas: 51). Cerdas berhubungan dengan memahami kebaikan (QS. At-Taubah: 87). Sedangkan dalam hadits Rasulullah SAW, cerdas diantaranya dikaitkan dengan kematian.
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah SAW, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Mukmin Akyas (paling cerdas) adalah paling panyak mengingat kematian. Kenapa?, supaya penasaran Abah lanjutin di tulisan selanjutnya. Paling tidak kita bisa mengambil kesimpulan, kecerdasan dalam Islam tidak hanya bicara urusan dunia yang remeh-temeh. Seperti ranking akademis, atau sukses karir atau jabatan. Tapi orang cerdas itu adalah orang yang beriman, yang terus meningkatkan dirinya dengan ilmu dan menerapkannya untuk kebaikan sebagai bekal dalam menghadapai kehidupan setelah kematian.
@Cianjur, 26/7/2021
Ya Allah tempatkanlah Ayah dan Ibu Kami di Surga-Mu...Aamiin.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar