Nestapa Pelayanan Kesehatan Pasien Covid


Oleh : Nuryanti

Sudah tak terhitung lagi berapa banyak masyarakat yang mengeluhkan tentang pelayanan kesehatan rumah sakit di masa covid seperti saat ini. Terutama keluarga pasien yang terpapar virus covid-19. Rata-rata yang dikeluhkan adalah karena keterbatasan persediaan alat pernapasan seperti oksigen, ventilator, neonatal incubator, dan lain sebagainya.  Keterbatasan ini disebabkan kurangnya pasokan yang didatangkan dari pihak pemerintah dan distributor alat kesehatan.

Banyaknya pasien yang terkonfirmasi positif dan harus menjalani perawatan, baik yang harus dirujuk ke rumah sakit ataupun isolasi mandiri haruslah tetap diperhatikan  kondisinya. Namun ternyata tidak semua pasien terkonfirmasi positif ini mendapat penanganan yang baik. Oleh karenanya kondisi tersebut bisa menyebabkan kematian pada si pasien.

Tentu kondisi ini tak dapat dipungkiri, sebab persediaan alat kesehatan dengan pasien yang positif, jumlahnya tidaklah sebanding. Pasien terkonfirmasi positif justru lebih banyak hingga melebihi dari kapasitas yang disediakan rumah sakit. Sehingga banyak pasien yang isoman di rumahnya masing-masing dengan peralatan kesehatan seadanya.

Adapun pihak rumah sakit juga tidak bisa maksimal dalam penanganan pasien-pasien yang sudah melebihi kapasitas rumah sakit. Kamar-kamar perawatan pun juga sudah penuh. Bahkan lorong-lorong rumah sakit  pun telah dijadikan sebagai ruang perawatan pasien. IGD tak lagi menjalankan sesuai fungsi ruangnya. Seolah-olah saat ini seluruh ruangan  fokusnya adalah untuk penanganan pasien covid-19.

Apabila dalam jangka panjang kondisi ini teruslah berlanjut, maka bisa dipastikan akan terjadi pembludakan pasien yang terpapar covid dengan pasien yang tidak terpapar covid bercampur dalam satu ruangan. Dikhawatirkan juga bahwa nantinya keseluruhan yang ada di rumah sakit akan terpapar virus covid-19 juga. 

Adapun jika ditanya perihal kendala hambatan mengenai insentif nakes, Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI, JaJat Sudrajat, menyebut ada kesalahan fasyankes atau Dinkes dalam proses pengajuan insentif tersebut. Dikatakan juga bahwa untuk program pemerintah pusat fasilitas pelayanan kesehatan harus mengajukan ke BPPSDM Kemenkes, kalau program daerah diajukan ke Dinkes. (finance.detik.com, 25/6/2021)

Dikutip dari finance.detik.com (8/7/2021), bahwa ada tunggakan klaim rumah sakit sebesar Rp2,4 triliun. Uang sebesar itu digunakan untuk penanganan pasien covid-19.  Disampaikan oleh Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Rita Rogayah, dalam konferensi pers virtualnya bahwa pemerintah dalam waktu satu minggu ini akan segera melakukan pembayaran tunggakan tersebut.

Dalam hal ini pemerintah berdalih bahwa anggaran yang harus dikeluarkan untuk penanganan kasus covid-19 saat ini sedang membludak dan sudah dikategorikan sangat genting/darurat. Membludaknya anggaran ini dikarenakan semakin meningkatnya angka kematian yang terjadi setiap harinya. Pemerintah pun mencari cara agar utang Negara tak bertambah lagi.

Jelas kondisi ini tidak baik jika penanganan orang yang sakit harus menunggu mekanisme yang ruwet dan berbelit. Administrasi dan pengajuan premi atau syarat-syarat tertentu lainnya. Orang sakit harus segera ditangani dengan baik tanpa memikirkan hal-hal yang bisa diurus kemudian. Mekanisme yang panjang justru akan mempersulit dan memperlama proses penanganan.

Hal seperti ini sangat nyata di alam kapitalis. Mereka akan mendahulukan yang memiliki uang banyak dan menguntungkan. Orang kecil dan terlantar akan diakhirkan penanganannya.  Hal seperti ini sama saja menggadaikan nyawa manusia. Pelayanan kesehatan yang diatur dengan regulasi hasil kesepakatan manusia hanya menciptakan ketidakpastian pada pasien.

Begitulah sistem pemerintahan demokrasi kapitalis yang melahirkan pemimpin berorientasi materi yang menciptakan birokrasi kaku. Selalu mengutamakan kepentingan yang berbentuk materi ataupun kemanfaatan belaka. Akibatnya wabah covid-19 ini tak kunjung selesai sampai  saat ini.

Berbeda dengan penanganan wabah di Negara Khilafah. Negara yang memakai aturan Islam akan bertanggung jawab dan mengeluarkan kebijakan yang tepat tanpa membiarkan pihak manapun mengambil keuntungan atupun kesempatan untuk bermain di atas penderitaan rakyatnya akibat wabah. Negara Islam juga akan mempermudah akses bagi masyarakat yang ingin menggeluti bidang kesehatan,  baik sebagai dokter, tenaga ahli, bidan, perawat, apoteker, dan lain sebagainya tanpa menghalangi mereka dengan biaya yang tinggi.

Orientasi pemimpin Negara adalah sebagai periayah sebagaimana tuntutan umat yaitu hafiz an nafs (menjaga nyawa). Sudah menjadi hal utama dalam kepemimpinan Negara bahwa dalam kondisi apapun terlebih dalam kondisi pandemi yaitu sebagai penjaga jiwa.

Realisasinya dapat terlihat dari regulasi kantor-kantor departemen yang mengurus rakyat. Adapun regulasi managemen yang harus dipenuhi oleh departemen-departemen ini ada 3 hal yaitu;

Pertama, kesederhanaan aturan dan memberikan kemudahan. Karena rumitnya aturan akan menimbulkan kesulitan. Kedua, kecepatan dalam pelayanan keselamatan transaksi. Ketiga,  pekerjaan itu harus dilakukan oleh yang mampu dan profesional.

Rasullullah SAW bersabda, “sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku baiklah kalian dalam segala hal dan jika kalian menyembelih hewan maka lakukanlah dengan baik dan sempurna”. (H.R Muslim dari Sharaf bin Aus)

Oleh karena itu, retribusi pelayanan kesehatan akan mudah dan tidak berbelit-belit.  Disamping itu sumber dana pelayanan kesehatan dalam khilafah berasal dari Baitul mal, pos kepemilikan umum ataupun pos Negara.

Adapun pos kepemilikan umum adalah pendapatan yang berasal dari sumber daya alam. Sedangkan pos Negara adalah pendapatan yang berasal dari jizyah, fai, ghanimah, dan yang semisalnya. Sumber dana ini sangat mendukung terciptanya akses kesehatan dan para medis juga akan terbantu dengan mudahnya penyediaan dan prasarana rakyat sehingga mereka bekerja dengan baik.

Dengan pelayanan yang baik, maka rakyatnyapun merasa terbantu dalam pelayanan kesehatan yang tercukupi baik dalam perbekalan selama sakit maupun uang saku setelah sembuh. Sejarahpun membuktikan bahwa Negara Khilafah dalam pelayanan kesehatan seperti di Kairo yang menyediakan 8000 kamar dan pelayanan kepada pasien, seperti musik yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan jiwa ataupun yang lainya. Begitupun pelayanan terhadap pasien non muslim, Negara juga akan memfasilitasi pelayanan kesehatan dengan memakai aturan Islam yang benar-benar menjaga nyawa manusia.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar