Tarik Ulur Vaksin Gotong Royong Bentuk Inkonsistensi Regulasi


Oleh : Perawati 

Tok! tepat hari Senin(12 Juli 2021) layanan vaksin berbayar(vaksin gotong royong individu) PT Kimia Farma resmi ditunda. Belum jelas sampai kapan penundaan ini akan dilakukan. Menurut rencana program ini mulai diterapkan pada hari Senin (12/7/2021) kemarin.

Sekretaris Perusahaan Kimia Farma, Ganti Winarno Putro menyebut penundaan dilakukan karena besarnya animo dan pertanyaan yang masuk.


Inkonsistensi Regulasi Vaksinasi

Sebelumnya, program vaksin gotong royong hanya ditujukan untuk karyawan, biayanya ditanggung perusahaan, yang tertuang dalam Permenkes 10/2021. Karena tarif yang ditetapkan cukup tinggi yaitu sekitar Rp 879.140 per orang untuk dua kali suntik maka sejumlah perusahaan dikawasan industri tidak mengikuti program ini. Sehingga program vaksin gotong royong jalan ditempat. Awal Juli ini kembali diterbitkan Permenkes no. 19/2021 program vaksin gotong royong ditujukan kepada individu perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan.

Dalam waktu yang cukup singkat regulasi berubah-ubah. Vaksin gotong royong yang semula pembiayaannya oleh instansi/perusahaan, berubah menjadi tanggungan individu yang bersangkutan. Nampaknya lonjakan covid19 sengaja dimanfaatkan pemerintah untuk bisnis vaksin. 

Ketika target sejuta vaksin gratis per hari belum tercapai, bisnis vaksin berbayar(vaksin gotong royong) untuk individu dinilai tidak etis. Bisa memunculkan persepsi bahwa vaksin berbayar lebih bagus daripada vaksin gratis. Tak ayal program ini berujung kritik dari sejumlah tokoh masyarakat. 

Mantan sekretaris menteri BUMN Said Didu lewat akun twiternya mengatakan seharusnya BUMN ditugaskan membantu rakyat yang susah, bukan berbisnis di tengah kesusahan rakyat. 

Selanjutnya Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan menilai vaksin berbayar melanggar hak kesehatan masyarakat. Hak yang dilanggar seperti yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) yang mengamanatkan hak atas pelayanan kesehatan bagi warga negara. Dan ayat (3)
negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Kemudian juga melanggar UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, UU Kekarantinaan Kesehatan No. 6 Tahun 2018, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya yang menjamin hak atas kesehatan setiap warga negara. 

Dari beberapa aturan diatas sangat jelas bahwa, negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Apalagi pada Desember 2020 lalu, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa vaksin covid19 diberikan secara gratis untuk seluruh masyarakat. Artinya tidak ada vaksin berbayar. Begitupun pada Perpres no.14/2021, tidak ada istilah gotong royong. Lewat Permenkes kemudian ditambahkan istilah gotong royong. Dan gotong royong yang dimaksud adalah rakyat yang membantu pemerintah, bukan sebaliknya. Tak henti-hentinya rakyat dipalak, dalam kondisi susahpun dipalak.

Maka program vaksin berbayar adalah bentuk inkonsistensi kebijakan. Bukan solusi yang tepat, justru menyakitkan rakyat saat lonjakan kasus infeksi Covid19 tengah meningkat. Pemerintah berupaya memanipulasi terminologi herd immunity atau kekebalan kelompok untuk memperoleh keuntungan dari program ini. Padahal herd immunity bisa lebih cepat dicapai jika vaksinasi diberikan berdasarkan kerentanan terhadap paparan virus. 

Pemerintah telah melakukan permainan regulasi dengan mengubah-ubah aturan mengenai vaksinasi, mulai dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 84 Tahun 2020 menjadi Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 Tahun 2021, hingga Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021. Setelah menuai kritik dari masyarakat, akhirnya program ini dihentikan. Tapi bisa saja nanti diberlakukan kembali, mengingat saat ini di sejumlah daerah terjadi kekurangan stok vaksin gratis dan kas negara untuk vaksinasi defisit. Sesuatu yang mungkin saja terjadi. 

Begitulah kebijakan dalam sistem sekuler. Regulasi dengan mudah diubah abdi kekuasaan sesuai keinginan mereka. Tingginya kasus infeksi covid19 dan tingginya angka kematian tidak membuat pemerintah introsfeksi diri dari kebijakan yang diterapkan. Kebijakan absurd yang membuat pandemi makin menggila. Pemerintahpun tega berbisnis dengan rakyatnya sendiri yang tengah kesusahan selama pandemi. Penguasa  rasa pengusaha yang berhitung  untung rugi dengan rakyatnya sendiri. Yang akhirnya semakin mempertajam ketidakpercayaan rakyat pada penguasa. 


Regulasi Dalam Islam

Kepemimpinan dalam islam adalah amanah. Rasulullah SAW bersabda: ”Siapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, ia tidak akan dapat merasakan bau surga.'' (HR Bukhari dan Muslim). 

Begitu berat beban dipundak seorang pemimpin, ancamannya jika dia tidak amanah maka dia tidak akan merasakan bau surga. Maka dalam islam seorang pemimpin saat wabah merebak akan berusaha mengerahkan potensi yang ada demi keselamatan rakyat. Penetapan regulasi tidak berubah-ubah yang diperuntukkan untuk kemaslahatan umat bukan bisnis. Berbisnis dengan rakyat yang tengah kesusahan adalah bunuh diri politik dan abai dengan amanah kepemimpinan. 

Layanan dan fasilitas kesehatan adalah hak dasar masyarakat yang harus diberikan negara. Negara akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya secara adil bagi seluruh warga daulah islam. Dalam hal ini, nyawa masyarakat lebih utama ketimbang keuntungan bisnis. Sebagaimana hadis Rasulullah saw  : "Hancurnya dunia lebih ringan dibanding terbunuhnya  seseorang  tanpa Haq." (HR. an-Nasa'i dan at-Tirmidzi). 

Jika vaksinasi sebagai salah satu cara untuk memutus rantai penyebaran virus maka daulah akan memberikan vaksin kepada masyarakat secara gratis. Tidak cukup disitu saja, dalam hal ini daulah khilafah islam berusaha mandiri menciptakan vaksin yang aman dan halal bagi masyarakat. Daulah Khilafah mendorong dan memfasilitasi para ilmuwan untuk meneliti dan menemukan vaksin  atau obat untuk wabah dengan cepat. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah sebagai bahan baku vaksin dan berbagai ahli dibidang vaksin. Jika diberdayakan untuk kemaslahatan masyarakat, suatu keniscayaan akan menjadi negara yang berdaulat dibidang kesehatan dan bidang lainnya. 

Wallahu a'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar