CARA ISLAM MENINDAK PENYIMPANGAN DALAM BERAGAMA


Oleh : Dewi Kania (Ibu Rumah Tangga)

Masyarakat dibuat gempar dengan adanya agama baru yang bernama Baha'i. Setelah viral video Menag Yaqut Cholil Qoumas di  medsos saat memberikan  ucapan selamat hari raya nawruz kepada komunitas Baha'i, kini masyarakat mencari tahu apa itu agama Baha'i. 

Agama Baha'i muncul di negeri Iran pada separuh abad yang lalu. Dianut oleh sekelompok manusia di belahan negeri Islam dan non-islam sampai sekarang. Dengan pendirinya bernama Mirza Husain Ali Al-Mazindarani, yang lahir pada 20 Muharam 1233H/12 November 1817 M. Kemudian penggantinya adalah anaknya yang bernama Abbas Efendi yang di sebut dengan Abdul Baha yang kemudian menyebut dirinya Baha'uddin. Agama Baha'i masuk ke Indonesia pada tahun 1878 dan pengikutnya di Indonesia sudah mencapai sekitar 5.000 orang. 

Agama Baha'i juga memiliki peribadatan seperti puasa, sembahyang, dan do'a. Barangkali inilah yang sering di sebut menyamai Islam. Meski memiliki persamaan, tapi dalam beberapa hal seperti pelaksanaan ibadahnya jelas jauh berbeda. Seperti merubah bilangan sholat wajib waktunya menjadi 9 rakaat dan dilaksanakan sebanyak 3 kali. Di waktu pagi sekali, sore sekali, dan sekali setelah tergelincirnya matahari. Kemudian merubah puasa sebanyak 19 hari, merubah arah kiblat ke arah Palestina, melarang jihad, menggugurkan hukuman hudud, dan juga menyamakan antara pria dan wanita dalam hukum waris serta menghalalkan riba. Kendati demikian, berbeda halnya dengan pemikiran salah satu Stap Khusus Menteri Agama, Ishfah Abidal Azis yang seolah-olah mendukung dan membenarkan bahwa langkah Menag Yoqut Cholil Qoumas dalam memberikan ucapan selamat hari raya nawruz kepada pengikut Baha'i sudah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut disampaikan saat merespon pernyataan Ketua MUI Cholil Nafis. Beliau mengingatkan bahwa pemerintah jangan terlalu berlebihan dalam menanggapi agama Baha'i yang belum diakui oleh negara. Atas nama Hak Asasi Manusia (HAM), seorang penguasa harus melindungi agama baru tersebut. 

Dengan berbagai macam dalih, agama Baha'i terus mendapat pembelaan yaitu bahwa agama Baha'i mempunyai kesamaan dalam hal ibadah. Nama tokohnya pun mirip dengan tokoh Islam. agama tersebut lahir di Iran, dan juga tidak boleh dikatakan sebagai agama yang sesat. Sehingga negara melindungi agama Baha'i sebagai agama minoritas.

Mengacu pada UU Nomor 1/PNPS/1965, kelompok minoritas seperti Baha'i tetap di lindungi. Keberadaan Baha'i diakui oleh pemerintah berdasarkan surat Menteri Agama No 450/1581/SJ tanggal 27 Maret 2014 (suara.com, 28/7/2021). Pantaslah Menag dengan suka cita mengucapkan selamat hari raya atas agama Baha'i. 

Jika agama tersebut masih dilindungi dan dipelihara negara atas nama HAM, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kegaduhan di tengah umat.
Dalam hal ini, kita sebagai umat muslim harus bijak dalam menyikapi pokok masalah yang terjadi. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seharusnya penguasa berupaya menjaga umat agar terhindar dari pengaruh buruk berbagai aliran kepercayaan yang jelas-jelas menyesatkan sebagaimana agama Baha'i. 

Ketika muncul agama baru yang sebelumnya telah dinyatakan sesat, penguasa dan pejabat negara hanya diam menyaksikan kekisruhan yang terjadi. Namun, berbeda saat ada sekelompok orang menyuarakan kebenaran dan mengritisi penguasa, mereka malah dipersekusi dan dikriminalisasi. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Saat  Islam diterapkan, akan memberi rahmat bagi seluruh alam. Non muslim mendapat perlindungan dari negara sesuai hukum yang berlaku. Para ulama fikih berpendapat bahwa agama non muslim berhak menjalankan syiar- syiar agama mereka dan juga menjalankan aktivitasnya selama tidak menampakkan secara terang-terangan. Ketika mereka ingin mengeluarkan tanda salib dan simbol agama mereka, tetap diperbolehkan selama dilakukan di perkampungan mereka. Para ulama fiqih melarang mereka melakukan hal tersebut di daerah-daerah Islam (As- Suthah at-Tanfidziah, 2/275). 

Berkaitan dengan pengucapan selamat atas agama selain Islam, tentu hal ini tidak dilakukan pejabat negara maupun penguasa. Sebab hal tersebut terkait dengan ibadah mereka dan menjadi keharaman bagi seorang muslim untuk melakukannya. Penguasa dalam Islam akan bersikap penuh tanggung jawab sekalipun kepada penganut agama minoritas. Bagi yang berupaya menyebarkan ajaran menyesatkan akan ditindak tegas sesuai kesalahan yang dilakukan. Akan tetapi, mereka pun  diberikan bimbingan dan pemahaman bahwa Islam agama benar yang dibawa Rasulullah sebagai pengatur kehidupan. Mereka tidak dipaksa memeluk Islam, tapi diberikan tawaran terlebih dulu. Jika mereka tidak mau dan tetap dengan pilihannya, maka negara membiarkannya dengan catatan mereka mematuhi aturan yang telah disepakati. Itulah Islam, tidak sekadar agama, namun juga sebagai ideologi yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Termasuk dalam hal aqidah.

Wallahua'lam bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar