Demokrasi Gagal Tangani Pandemi, Islam Solusinya


Oleh : Nida Fitri Y. A 

“Kita tahu tidak ada jurus yang jitu untuk menangani Covid-19, semua negara sebenarnya sedang berupaya keras keluar dari situasi ini,” kata Nadia, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Sabtu (31/7/2021). 
Dunia saat ini terasa mencekam dan memprihatinkan. Sudah hampir 2 tahun  virus Covid-19 menimpa 210 negara di Dunia, tercatat ribuan orang telah terinfeksi dan banyak pula yang sampai meninggal dunia. Beragam strategi yang diupayakan oleh berbagai negara untuk menangani pandemi Covid-19. 

Indonesia sendiri membuat beberapa kebijakan dari mulai PSBB, Social Distancing, Local lockdown, AKB dan kebijakan PPKM (yang sedang diterapkan sekarang). Tetapi belum satu pun upaya yang berhasil untuk meminimalisir penyebaran virus, bukannya berkurang, kian hari kasus positif makin bertambah.  

Dikutip dari artikel republika.co.id, bahkan di negara Tunisia, Presidennya Kais Saied menerapkan keadaan darurat nasional atas pandemi virus Covid-19 dan pemerintahan yang buruk dengan memberhentikan perdana menteri, membekukan parlemen dan merebut kendali eksekutif. Langkah itu disambut oleh demonstran jalanan dan dicap sebagai kudeta oleh lawan-lawan politiknya. 

Virus ini telah berhasil melemahkan sistem imun tubuh kita, juga meruntuhkan sistem ketahanan negara. Di banyak negara, akibat virus ini telah menghentikan sementara gerak, daya, pikiran dan nyawa manusia. Pun keganasan virus ini berhasil memporak-porandakan klaim kemajuan dan kecanggihan suatu negara. 

Tetapi, di tengah pandemi covid-19 yang menghantam segala sendi kehidupan, terutama masyarakat kalangan bawah, ada pejabat negara terus menikmati gaji yang sangat besar. 

Sementara jutaan warga yang terdampak covid-19 hidup melarat, ada yang terkena PHK dan ada yang pekerjaannya terhambat karena anjuran pemerintah untuk diam di rumah, sementara kebutuhan rakyat selama diam di rumah tak terjamin oleh negara.  

Sistem kapitalis yang diterapkan oleh negara-negara demokrasi, termasuk Indonesia menjadi penyebab atas kegagalan dalam penanganan wabah. Sebagai sistem yang hanya berporos pada materialistis, menurut mereka menyelamatkan ekonomi negara lebih diutamakan daripada menyelamatkan rakyat. Berbagai upaya untuk ‘keselamatan rakyat’ hanyalah sebagai ‘alakadarnya’ atas apa yang sudah diberikan rakyat kepada nehara (berupa pajak maupun asuransi).  

Demikianlah beberapa bukti kegagalan Demokrasi dalam menangani wabah Covid-19. Bagaimana dengan Negara dengan sistem Khilafah? Islam merupakan solusi yang paripurna.  

Negara Islam tegak di atas aqidah Islam, yang meyakini kehidupan ini merupakan ladang beramal yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh sang Khaliq Allah Ta’ala.

Dalam Islam, seorang pemimpin menempatkan dirinya sebagai raa’in (pengurus) sekaligus junnah (pelindung) bagi ummat. Ia akan sungguh-sungguh melaksanakan ke-2 fungsi tersebut karena beratnya pertanggungjawaban di sisi Allah Ta’ala. Kesadaran inilah yang menjadikannya sangat serius dalam penanganan wabah dengan prioritas keselamatan rakyat. 

Adanya wabah pun menjadi bagian tugas kepemimpinan. Negara Islam akan bersegera berupaya untuk mengurangi resiko penularan dan menjamin kebutuhan dasar serta keselamatan rakyat dengan menegakkan hukum syara yang terkait dengannya.  

Lalu bagaimana khilafah memberikan solusi agar wabah tertangani?  Lockdown yang sesuai syariat  akan segera diberlakukan untuk mencegah resiko yang lebih besar. Konsep lockdown yang syari ini tidak mengenal sekat-sekat negara bangsa dan sikap kedaerahan yang diharamkan Islam. Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam sudah mengajarkan cara ketika wabah terjadi di suatu daerah bagaimana ummatnya harus menyikapi. 

Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka janganlah tinggalkan tempat itu.” (HR. Al-Bukhari). Hadits ini menjelaskan larangan memasuki wilayah yang pertama kali terkena wabah, guna agar tidak tertular. Begitu juga yang sudah berada di dalam wilayah, tidak boleh keluar. Agar tidak menularkan kepada yang lain, kecuali keluar dari wilayah itu untuk berobat. Ketika wabah terjadi di zaman Kekhalifaan Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu, saat itu wilayah wabahnya adalah Amawasash, dekat Palestina, wilayah Syam, Umar pun menaati syariat dengan melaksanakan hadits ini dengan membatalkan kepergiannya ke lokasi wabah.

Keputusan negara Islam untuk lockdown, akan diikuti oleh rakyat karena ketaatan mereka kepada khalifah, juga mereka yakin bahwa negara tak akan abai. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang memastikan perekonomian negara tetap stabil. Karena sistem ekonomi dalam Islam adalah sistem yang anti riba, moneter berbasis emas perak yang stabil nilainya dan menempatkan Allah Ta’ala sebagai basis penentuan kepemilikan serta basis dalam pengelolaan dan pengembangan harta. 

Dengan begitu, ekonomi negara akan tetap seimbang dan kebutuhan rakyat terjamin.  Karena negara akan memiliki dana dalam menghadapi wabah sehingga mampu mengerahkan seluruh yang dibutuhkan seperti fasilitas kesehatan dan jaminan keamanan. Negara islam juga akan mendorong untuk melakukan riset dalam pembuatan obat atau teknologi yang dibutuhkan ummat. Inilah bentuk kepedulian secara total antara negara kepada ummat.

Sehingga fungsi kepemimpinan dalam menjaga dan meriayah ummat akan tertunaikan secara maksimal. Inilah bedanya negara demokrasi dan negara Islam dalam menangani wabah. Yang satu mengabdi pada hawa nafsu para pemburu kekuasaan dan materi, sedangkan Islam dibimbing sesuai syariat  Allah Ta’ala dan berpacu pada keimanan. Nyatanya negara demokrasi telah gagal dan tidak layak untuk dipertahankan.

Sistem Islam lah satu-satunya harapan kita. Saatnya bagi ummat Islam untuk menjadikan sistem alternatif yang harus diterapkan. Tidak cukup hanya percaya pada janji Allah Ta’ala dan kabar dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi Wasallam bahwa akan kembali tegaknya sistem tersebut, tapi juga turut andil dalam memperjuangkannya.

Wallahu a’lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar