Hari Anak Nasional: Ceremonial Democracy Berujung Kesengsaraan Tanpa Realitas Yang Pasti


Oleh : Muzaidah (Aktivis Muslimah)

HAN (Hari anak nasional) merupakan momen spesial untuk para anak di negeri ini. Menyadarkan rakyat dan negara agar dapat kembali ingat, bahwa betapa pentingnya harkat dan martabat 'Si anak' itu. Sambutan pun dilakukan dengan penuh kegembiraan dari pihak pemerintah dan tenaga kependidikan lainnya. Namun sayang sekali semua fakta dibalik realitasnya hanya semu belaka, karena banyak anak-anak di berbagai kota, masih tidak mendapat hak-haknya, diabaikan dan tak terpenuhi dengan sempurna.

Apakah ini yang dinamakan HAN sekaligus sambutan terbaik dari sang pengayom negeri?. Sungguh sambutan yang hanya sebatas ucapan selamat dan nasihat, justru tak dapat menyelesaikan berbagai problem yang kian melonjak sehingga para anak ikut menjadi korban dari semua ini. Inilah seremonial kapitalis dalam penyambutan HAN masih berujung kesengsaraan.

Tercatat sebanyak 154 anak di kota Medan mengalami kekerasan. Masih menambah data korban, disusul Kabupaten Langkat sebanyak 97 kasus dan Padang Sidempuan sebanyak 96 kasus. Problem kekerasan bermuncul sejak efek pandemi melanda yang masih belum usai. Yang paling parahnya menurut data Simfoni PPA, dari kementerian pemberdayaan perempuan tepat periode 1 Januari sampai 9 Juni 2021, sudah sebanyak 3.314-3.683 kasus terjadi kekerasan terhadap anak.

Penyebab di antaranya karena kebijakan pemerintah yang memaksa kepala keluarga atau pihak mencari nafkah kini harus di PHK besar-besaran, angka kemiskinan yang terus meningkat, pendidikan bermutu untuk anak tak diberikan, kurangnya gizi juga kesehatan mental menyerang para anak dan segala problem dari kebutuhan rakyat masih tak terpenuhi.

Dengan begitu pantas saja para orang tua yang mengalami kesusahan pun jadi stres dan melampiaskan kegalauan terhadap anaknya, mulai dari menganiaya secara fisik hingga berujung pada kematian, sungguh derita besar dari kesengsaraan yang dialami. (news.metro24.com, 22/07/2021).

Harus jujur diutarakan seremonial HAN tanpa bukti nyata hannyalah sia-sia. Menyadarkan bahwa tak ada faedahnya jika para anak masih mengalami kekerasan yang kian meningkat. Ulah dari kebijakan sistem mengharuskan para orang tua terutama ibu harus keluar rumah, sibuk untuk mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidupnya, bukan sibuk membimbing anaknya. Sehingga ketika lelah bekerja dan hasil yang didapatkan tak juga mencukupi kebutuhannya, akhirnya anak dijadikan pelampiasan dari kekecewaannya, lengkap sudah penderitaan.

Pendidikan pun yang tadinya bertujuan agar menjadikan generasi cerdas dan bertakwa, kini tak terwujud karena diasuh tanpa dikawal orang tua dalam sistem kapitalis. Hanya membuat anak semakin rusak bukan cerdas apalagi takwa, karena aturan-aturan yang diterapkan selalu saling tumpang tindih, masih terus menunjukkan kerusakan. 

Ucapan dan nasihat yang disampaikan hanya menambah semangat belajar para anak bukan untuk membebaskan anak dari kriminalitas. Kemerosotan dari beban hidup kini masih terus dijalani, juga tidak memfasilitasi pendidikan bermutu seperti apa, yang harus disediakan agar anak bangsa bisa cerdas bukan tertindas. 

Inilah wajah asli kapitalis-demokrasi yang sudah sangat melampaui batas. Sehingga para anak ikut imbas dari kebobrokan sistemnya. Belum lagi problem baru selalu bermunculan saat kondisi rakyat kian terpuruk habis-habisan. Maka seremonial HAN ini hanya semu tanpa bukti nyata, karena sang pengayom negeri sudah tidak pantas disebut sebagai pemimpin untuk rakyatnya.

Melalui peraturan Keppres RI nomor 44 tahun 1984 yang disahkan dalam lembaran kertas pun, membuktikan bahwa semuanya hanya hoaks saja. Karena memang tak ada bukti dan andil nyata yang dilakukan pemimpin, dengan bertuliskan 'pentingnya pemenuhan hak anak atas hidupnya dan mendapatkan perlindungan kekerasan dan diskriminasi'.

Semuanya sangat jauh berbeda dalam sistem Islam. Dalam daulah Islam anak merupakan amanah dan tanggung jawab terbesar bagi orang tua. Sehingga hak-haknya harus benar terpenuhi dan didukung penuh oleh negara sebagai penjamin demi kelancaran dalam mendidik dan memberi segala kebutuhan hidup, mulai dari sandang, pangan dan papan tanpa embel-embel syarat seperti sistem kapitalis. 

Sumber pendidikan yang dikelola dalam sistem Islam berbasis iman dan takwa, karena tujuan pendidikan Islam bukan cuma sebatas membaguskan moralitas apalagi kecerdasan melainkan yang paling utama yaitu tetap kukuhnya ketakwaan pada Allah Swt. Selaku pencipta sekaligus pengatur di kehidupan ini.

Peran negara sangat diperlukan apabila jika pandemi belum usai dan perekonomian sangat minim. Maka khalifah akan bersiaga dalam menangani wabah sampai tuntas hingga tidak ada lagi korban meninggal dunia apalagi rakyat harus kelaparan. Karena hilangnya satu nyawa saja sudah sangat berharga daripada untuk korupsi uang rakyat demi kepentingan nafsu.

Dari al-Barra’ bin Azib ra, Nabi SAW bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455).

Penanganan lockdown pun juga dilakukan secara sempurna, tidak ada satu pun rakyat yang harus beraktivitas di luar rumah. Pihak asing tak diperbolehkan memasuki wilayah yang terkena dampak wabah karena akan menambah klaster baru saja. Ketika masa lockdown sang khalifah tetap menyediakan segala kebutuhan rakyat melalui door to door tanpa harus dipersulit. Segala hak anak juga ditanggung negara untuk tetap mendapatkan media pendidikan berkualitas dan terarah.

Rasulullah Saw. bersabda:
Jika kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR. Muslim).

Dengan begitu kekerasan terhadap anak tidak akan ada lagi, karena para orang tua telah dipenuhi segala kebutuhannya. Para anak akan tetap terdidik dengan segala sarana yang telah disediakan dalam sistem Islam. Pandemi juga akan cepat usai jika yang diterapkan saat ini adalah sistem Islam. Yang bersumber pada wahyu Allah bukan akal manusia, jelas sifatnya terbatas dan serba kurang.

Maka HAN ini mengembalikan kesadaran rakyat, bahwa betapa pentingnya pemimpin dan sistem Islam yang benar menerapkan keadilan serta aturan Allah Swt. Tanpa adanya kekerasan apalagi kesengsaraan yang sudah sangat lama menimpa rakyat. Kembalilah pada sistem Islam yang akan menjaga nyawa, keadilan dan takwa.

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar