Isolasi Mandiri dan Kepedulian Kita!


Oleh : Ekha Putri M.S, S.P.

Pada 30 Juli 2021, Data Covid 19 bertambah 41.168 kasus, Totalnya ada 3.372.374 orang Positif terpapar virus Covid 19 (Tribunnews.com). Data tersebut merupakan bagian dari kurva naik selama pandemi di Indonesia. Bulan Juli memang tercatat sebagai waktu yang paling kelam dalam pandemi ini, dibuktikan dengan kasus kematian tertinggi dengan perantara Covid 19.

Di sisi lain, dengan segala keterbatasan fasilitas kesehatan di Indonesia, banyak orang yang positif terpapar Covid 19 memilih untuk isolasi mandiri di rumahnya. Ada diantara mereka yang memiliki kemampuan dan kekuatan secara finansial untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun kesulitan dalam teknis pemenuhan kebutuhannya. Nahasnya, banyak juga diantara mereka yang harus isolasi mandiri tak punya simpanan yang bias menjamin kehidupan mereka selama di rumah saja tanpa keluar dan berinteraksi langsung dengan masyarakat lainnya.

Memang ada bantuan dari pemerintah atau lembaga lainnya untuk warga yang kurang mampu, namun selain waktu pencairan yang tak bertepatan dengan waktu isoman, seringkali bantuan social ini tak sampai merata dalam keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah atau lembaga lainnya.
Di tengah kebingungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika isolasi mandiri inilah banyak masyarakat bergotong-royong membantu tetangga yang sedang terkena musibah ini. Masing- masing tetangga dekat memberikan makanan ala kadarnya setiap hari pada orang –orang yang sedang isolasi mandiri tersebut. Bisa juga memberikan pertolongan berupa dana santunan hasil sokogan warga.

Hal ini tentu saja merupakan kebaikan bagi  yang melakukan pertolongan. Masuk kepada sedekah dalam ajaran Islam :
وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللهُ تَعَالَى
“Penduduk negeri mana pun yang berada di pagi hari, yang di tengah-tengah mereka ada orang yang kelaparan, maka jaminan Allah telah lepas dari mereka.” (HR Ahmad, al-Hakim, Abu Ya’la, ath-Thabarani, Ibnu Abi Syaibah, al-Bazar, ad-Daraquthni, al-Bushiri dan Abu Nu’aim)

Dalam hadits tersebut ada pemberitahuan atas tuntutan untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi orang yang kelaparan. Setelah itu, ada pula celaan berupa jaminan Allah yang lepas. Karena itu, tuntutannya tegas. Jadi memberi makan orang yang lapar adalah fardu kifayah atas penduduk negeri.

Hadits ini senada dengan beberapa hadits lainnya semisal : Ibnu Abbas ra. juga menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ
“Bukanlah mukmin sempurna orang yang kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR al-Bukhari, Abu Ya’la, ath-Thabarani, al-Hakim dan al-Baihaqi)

Dengan perintah ini, sebenarnya kondisi Isolasi Mandiri dalam islam bisa tersolusikan di benteng awal kondisi masyarakat dalam lingkup yang kecil. Namun bisa kita bayangkan bila yang harus isolasi mandiri ini hampir separuh populasi di wilayah tersebut. Dengan kemampuan finansial yang sama-sama kekurangan akhirnya. Siapa yang bisa menolong?

Mendudukkan perkara ini juga pada tempatnya dengan konsep awal bahwa masyarakat harus di urus oleh Negara adalah sebuah keharusan.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).

Disinilah diuji ketangguhan Negara dalam memberi solusi kepada kebutuhan warga selain masalah layanan dan obat obatan di fasilitas kesehatan.

Wallahu ‘alam bishowwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar