Memelihara Hak Anak dalam Islam


Oleh: Lisa Izzate (Lingkar Study Muslimah Bali)

Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah swt. Siapapun orang tua yang telah diberi amanah berupa anak, maka wajib bertanggung jawab dalam perawatan, pengasuhan, dan pendidikannya.

Disamping itu, anak juga merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai sumber daya manusia di masa depan. Dengan demikian, maka anak merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development).

Oleh karenanya, dengan tujuan yang mulia ini, maka menjadi kewajiban bagi Negara untuk memprioritaskan anak supaya mendapat hak-haknya. Ketika haknya telah didapat dan seluruh kebutuhannya terpenuhi, maka anak akan tumbuh cerdas dan bisa menjadi kebanggan Negara.

Dari itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996. Diantara hak-hak anak tersebut menurut Konvensi Hak Anak dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu :

1. Hak Kelangsungan Hidup.
Yaitu hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup juga hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dengan perawatan yang sebaik-baiknya.

2. Hak Perlindungan.
Yaitu hak mendapatkan perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan keterlantaran.

3. Hak Tumbuh Kembang.
Yaitu hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.

4. Hak Berpartisipasi.
Yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi hak hak anak tersebut.

Meskipun hak-hak anak sudah tercantum dalam Keppres ini, namun kenyataannya masih banyak anak yang belum menerima haknya secara sempurna. Bahkan, mayoritas anak-anak yang di bawah umur selalu mendapat perlakuan yang tidak baik. Salah satunya adalah tindakan eksploitasi anak di bawah umur yang marak terjadi di negeri ini.

Christina Aryani, Anggota Komisi I DPR RI, menegaskan bahwa angka kasus eksploitasi anak di Indonesia selama pandemi naik hampir 3 kali lipat. Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) telah mencatat bahwa sebelum pandemi, kasus kekerasan anak berada di angka 2.851 kasus. Namun saat pandemi melanda, kasus meningkat drastis hingga mencapai 7.190 kasus (liputan6.com, 24/7/2021)

Banyak contoh telah beredar di sekitar kita. Misalnya di Mojokerto, Jawa Timur, anak-anak di bawah umur dijual bebas melalui modus membuka sewa rumah kos harian, kemudian dibantu oleh reseller di bawah umur juga untuk menjajakannya.

Masih tentang kasus eksploitasi anak tapi sudah lebih modern. Berdasarkan laporan dari masyarakat sekitar, bahwa ada kegiatan prostitusi di salah satu hotel di Pontianak, Kalimantan Barat, yaitu 41 anak di bawah umur terlibat kasus prostitusi online.

Polda Metro Jaya pun ikut mengungkapkan bahwa sebuah hotel milik artis yang berinisial CA, telah dijadikan sebagai tempat praktik prostitusi. Modusnya menawarkan anak di bawah umur melalui media sosial.

Lebih tak beradab lagi, masih saja ada penjualan bayi tak berdosa. Hal ini terungkap di Medan pada Jumat 12 Februari 2021. Tentu ini tidak hanya terjadi di Medan, masih banyak kasus penjualan bayi yang belum terungkap.

Ada lagi dari Pengawas Norma Ketenagakerjaan Perempuan Jawa Barat yang telah menarik 7 anak di bawah umur. Anak tersebut dipekerjakan di sebuah pabrik rambut palsu di Bogor. Usia dari anak itu masih terbilang muda, yaitu kisaran 16-17 tahun. Tentu pabrik ini telah menyalahi aturan ketenagakerjaan.

Satu kasus lagi yang membuat miris hati. Entah mengapa seolah tak mempunyai rasa belas kasihan kepada sesama manusia. Seorang nenek berumur 46 tahun tega memukuli cucunya sendiri yang masih berusia 8 tahun.

Kasus ini bermula ketika pandemi melanda dan menggerus pundi-pundi pendapatan. Di sebuah trotoar di Kota Palembang, seorang nenek memaksa cucunya untuk mengemis di jalanan selama sekolah masih daring. Ia bahkan tak segan-segan menghujaminya dengan pukulan apabila setoran harian kurang dari 30 ribu.

Seharusnya di masa-masa daring seperti saat ini, anak berjuang demi bisa paham materi pelajaran di sekolah. Apalagi tanpa bimbingan oleh guru. Bahkan tak ada teman yang bisa diajak diskusi bersama. Ternyata masih saja ada pihak keluarga yang memilih untuk menyuruh anak-anaknya bekerja.

Dari fakta-fakta diatas membuktikan bahwa tidak semua anak di negeri ini bisa merasakan haknya. Dengan asas kebebabasan yang diusung oleh sistem kapitalisme nyatanya belum mampu memenuhi hak-hak anak, karena masih banyak pelanggaran yang terjadi dalam pemenuhan hak-hak tersebut.

Bahkan dengan dalih kebebasan ini, banyak orang tua, industri kecil ataupun besar, bahkan oknum-oknum tertentu merasa bebas untuk melakukan apapun yang diinginkannya. Kebebasan ini tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemanfaatan si empunya, termasuk melakukan eksploitasi anak.

Berbeda dengan Islam, bahwa periayahan (pengurus), penjagaan, dan perlindungan anak adalah menjadi tanggung jawab Negara. Di bawah kepemimpinan sang Khalifahlah, rakyat berlindung.

Terlebih kepada anak-anak, Islam memberikan perhatian penuh. Anak bukan sekadar aset negara, namun merekalah sesungguhnya pemilik masa depan bagi generasi abad ini.

Jika anak-anak tak terpenuhi haknya, masa depan generasi bisa berada diambang kehancuran. Ibarat investasi masa depan, negara harus memastikan kehidupan generasi ini bisa berjalan dengan pemenuhan dan jaminan kebutuhan bagi anak. Menyiapkan generasi hari ini, maka kita sedang menyiapkan masa depan cemerlang bagi peradaban gemilang.


Islam Menjamin Kebutuhan Anak

Islam memandang anak sebagai karunia yang mahal harganya karena ia merupakan pemberian Allah. Karunia yang mahal ini adalah amanah yang wajib dijaga dan dilindungi oleh orang tua, masyarakat, dan Negara. Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan anak-anak.

Perlindungan dalam Islam meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk memenuhi semua hak-haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, serta mengajarkan nilai-nilai moral sesuai dengan akidah Islam, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.

Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak.

Pertama, keluarga sebagai madrasah pertama dan utama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.

Kedua, lingkungan. Dalam hal ini masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapapun.

Ketiga, Negara sebagai periayah utama. Dalam hal ini, fungsi Negara adalah memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak.

Demikian Islam telah menjamin terpenuhinya segala kebutuhan yang menjadi hak-hak anak, melindungi dan mempersiapkan generasi penerus yang sehat, cemerlang dan siap membangun peradaban gemilang dengan ketaqwaan penuh kepada Allah Swt.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar