Mengkritisi Kebijakan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)


Oleh : Fadhillah Nur Syamsi (Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)

Dilansir dari BBC NEWS - Kenaikan tajam angka infeksi virus corona (Covid-19) dan antrean pasien mengakibatkan beban tenaga kesehatan kian berat, ungkap Ikatan Dokter Indonesia. Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi, menyebut saat ini Indonesia telah mengalami "fungsional kolaps sistem pelayanan kesehatan".

Salah satu akibatnya, menurut IDI, tenaga kesehatan kini tak hanya menanggung kelelahan bertugas, tapi juga berpotensi mengalami burnout yang "menyebabkan imunitas menurun setelah divaksinasi". Data dua pekan terakhir 108 dokter meninggal dunia akibat terpapar Covid-19, dan ini belum termasuk tenaga kesehatan lain seperti perawat dan bidan, ungkap mereka.

Kondisi sistem kesehatan Indonesia yang telah terindikasi kolaps, baik dari segi tenaga kesehatannya maupun fasilitas-fasilitas kesehatannya membuat masyarakat tidak dapat mendapatkan fasilitas kesehatan secara total. Jumlah pasien yang overload membuat pasien positif harus dirawat dengan isolasi mandiri di rumah. Stok tabung oksigen yang terbatas membuat pasien positif yang isoman banyak yang tidak mendapatkan oksigen. 


PPKM Tak Kunjung Usai

Tidak sedikit masyarakat yang meninggal di rumahnya akibat tidak dapat penanganan serius. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah menerbitkan kebijakan PPKM (Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) setelah sebelumnya mengadakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Dengan berbagai macam istilah digunakan, mulai dari PSBB. PPKM Mikro, PPKM Darurat, sampai perpanjangan PPKM dengan istilah PPKM Level 4 hingga akhir Juli mendatang, justru menambah kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menghadapi pandemi ini. 

Pengawasan selama PPKM yang memaksa mereka benar-benar harus berdiam di rumah, menuntut pemerintah seharusnya menurunkan bantuan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat menuntut penyaluran bansos untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di berbagai tempat, demo dilakukan terutama diikuti oleh pedagang kaki lima dan pekerja-pekerja yang terpaksa tidak bekerja dikarenakan tempat kerjanya ditutup terlebih dahulu dalam rangka PPKM. PPKM yang awalnya ditetapkan sampai 20 Juli kemudian kembali diperpanjang lagi, inilah yang membuat masyarakat kecewa dengan pemerintah.

"Dari pemaparan diatas, dapat dilihat bagaimana kinerja pemerintah dalam menghadapi pandemi ini. Kekecewaan masyarakat telah menumpuk, dapat dilihat dalam trending Twitter beberapa minggu ini menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kinerja pemerintah dan menyerukan lebih baik Jokowi mundur dari kursi kepresidenan karena tidak becus dalam menangani pandemi. Hasil kajian Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, tingkat kepercayaan publik kepada Presiden Joko Widodo dalam penanganan pandemi Covid-19 hanya 43%. Sebelumnya pun hanya berkisar 56,5%. Angka itu (43%) merupakan yang paling rendah selama pandemi Covid-19 berlangsung. (kompas.com, 19/7/2021). 


Selamatkan Rakyat dengan Syariat

Merujuk pada Islam sebagai ideologi yang memiliki solusi bagi pandemi sesuai sunatullah, memang satu-satunya solusi pandemi adalah lockdown. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim)

Sayangnya, negeri kita masih didominasi kebijakan sekuler kapitalistik yang masih bertarik ulur antara lockdown atau kepentingan ekonomi. Untuk memberikan dana bansos pun sampai dilontarkan statement bahwa bansos ditanggung dengan gotong royong masyarakat padahal itu adalah kewajiban negara dalam memenuhinya. Akibatnya, lockdown pun setengah hati. Belum lagi, hanya sebagian rakyat yang sadar dan berusaha menaati protokol kesehatan setengah mati. 

Bagaimana mungkin pandemi bisa efektif teratasi? Memang, badai pandemi juga tak dihadapi dengan sungguh-sungguh oleh semua pihak. Namun, tentu semua itu akan terselesaikan jika nakhoda negeri tegas dan konsisten menetapkan kebijakan tanpa kompromi, berkonsentrasi penuh pada penanggulangan pandemi.

Karena itu, penting sekali untuk terus menjadikan lockdown sebagai kebijakan urgen dan utama bagi penanggulangan pandemi. Asalkan, lockdown tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh penguasa. Tak ada alasan lagi, sebagai negeri muslim terbesar di dunia, sudah sangat layak bagi Indonesia juga mengambil solusi syar’i dalam penanganan pandemi. Semata karena solusi yang bersumber dari syariat, pasti memberikan kebaikan bagi masyarakat luas. Demikianlah semestinya, bahwa penanganan pandemi selayaknya bersumber dari ideologi Islam.

Islam memiliki negara Khilafah Islamiah yang siap melaksanakan sunah Rasul-Nya tersebut. Khilafah adalah negara yang mandiri dan independen. Khilafah akan mengeluarkan kebijakan tegas demi meredam penyebaran virus penyebab Covid-19. Kebijakan politik Khilafah bersifat komprehensif dan holistik, sehingga tidak mungkin menghasilkan kebijakan plinplan, apalagi sampai menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Konsep lockdown yang dilakukan oleh Khilafah tidaklah berorientasi ekonomi, melainkan fokus pada aspek kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyatnya.

Sebagai aspek utama, tentu Khilafah akan terus meningkatkan sistem dan fasilitas kesehatan dengan kualitas terbaik dan kuantitas yang sangat memadai sehingga tidak terjadi kolaps nya fasilitas kesehatan. Pemeriksaan dan penelusuran terjadinya kasus positif akan ditangani dengan upaya dan riset paling mutakhir. Sementara, protokol kesehatan juga diterapkan di seluruh penjuru negeri dan melalui pengawasan yang terjamin.

Dengan penanganan yang komprehensif maka pandemi akan dapat diatasi dalam waktu yang singkat dan rantai penyebarannya dapat dihentikan secara total, tanpa perlu mempersulit masyarakat. Hal ini karena Khilafah menanggung seluruh kebutuhan masyarakat selama lockdown berlangsung.

Wallahu a’lam bish shawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar