Pasukan AS Mundur dari Afghanistan, Kemenangan Islamkah?


Oleh: Ayu Susanti, S.Pd

Manusia adalah makhluk sempurna yang diberikan potensi akal oleh Allah untuk dipakai menimbang mana yang benar dan salah. Tentu sebagai makhluk ciptaan Allah sudah semestinya kita terikat pada aturan Allah secara menyeluruh. “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa:65).

Islam adalah agama sempurna dan Allah ridhoi untuk mengatur kehidupan manusia di dunia ini. “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS.Al-Maidah:3).

Dari ayat diatas sudah tergambar bahwa Islam berasal dari Allah yang bisa melahirkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Namun apa jadinya jika syariat Islam yang mulia nan agung ini ditakuti oleh umat muslim itu sendiri? Bahkan enggan untuk menerimanya dengan lapang dada. Mungkin kondisi di Afghanistan mewakili hal ini. 


Polemik di Afghanistan

Afghanistan merupakan negeri kaum muslim yang seharusnya negeri tersebut bisa merasakan keamanan, damai dan tentram. Namun apa yang terjadi saat ini? Negeri tersebut jauh dari kata damai semenjak terjadi konflik antara Amerika dan Taliban sekitar 20 tahun lamanya. Konflik di Afghanistan ini telah menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa jutaan orang menjadi pengungsi. 

Awal mula Afghanistan perang bisa ditengok kembali pada 2001, ketika AS menanggapi tragedi 9/11 di New York dan Washington, di mana hampir 3.000 orang tewas. Para petinggi "Negeri Paman Sam" mengidentifikasi Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden, sebagai dalang serangan tersebut. Bin Laden saat itu berada di Afghanistan dalam perlindungan Taliban yang berkuasa sejak 1996. Taliban menolak menyerahkannya, lalu invasi Amerika ke Afghanistan 2003 terjadi yang dengan cepat menyingkirkan kelompok milisi tersebut. (https://internasional.kompas.com/,10/08/2021). 

Hampir dua dekade lamanya militer Amerika Serikat bercokol di Afghanistan. Ribuan tentara AS dikerahkan membantu dan melatih pasukan bersenjata Afghanistan melawan gempuran pemberontak, terutama Taliban. Selama hampir dua dekade pula AS meyakinkan publik bahwa kehadirannya di Afganistan berhasil mengasah kemampuan bertarung dan strategi angkatan bersenjata negara itu menjadi lebih baik. Tak tanggung, AS dibantu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menghabiskan miliaran dolar demi melatih dan memasok senjata untuk militer dan kepolisian Afghanistan. (https://www.cnnindonesia.com/,13/08/2021). 
Perjalanan panjang perang di Afghanistan, saat ini memberikan potongan kisah baru setelah AS serius untuk menarik mundur pasukannya di Afghanistan. Penguasaan wilayah Afghanistan oleh Taliban kembali terjadi. 

Pemberontak Taliban telah merebut kota-kota terbesar kedua dan ketiga di Afganistan, dan sebuah kota di selatan Kabul. Sekarang Taliban mengincar ibu kota. (https://dunia.tempo.co/, 15/08/2021). Gerakan Taliban ini tidak hanya mengincar ibu kota, namun berusaha untuk mendudukinya. Gerilyawan Taliban dilaporkan menduduki Istana Kepresidenan Afghanistan dan menduduki Ibu Kota Kabul. (https://www.cnnindonesia.com/,15/08/2021). 
Gerakan Taliban ini tentu memiliki maksud dan tujuan. Pada awal 2021, Taliban mengatakan mereka menginginkan "sistem pemerintahan Islam yang murni" untuk Afghanistan, termasuk ketentuan bagi hak-hak perempuan dan kaum minoritas. Mereka menyatakan bahwa hukum apa pun yang diberlakukan harus sesuai dengan tradisi budaya dan aturan agama. (https://www.tempo.co/, 17/08/2021). 
Keinginan Taliban untuk menerapakan sisrem pemerintah Islam yang murni ini nyatanya tidak disambut baik oleh warga di Afghanistan. Opini yang bergulir tentang sepak terjang Taliban selama ini membuat masyarakat Afghanistan memiliki framing yang buruk tentang keinginan penerapan Islam di wilayah mereka. Akhirnya alih-alih menerima ide penerapan Islam, tapi justru masyarakat ketakutan akan realisasi keinginan tersebut. 

Ada tanda-tanda ketakutan warga atas hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan yang diinginkan Taliban. Di Kabul, misalnya, pemilik toko menutupi foto-foto iklan yang menunjukkan perempuan tanpa menutup kepala. Taliban saat ini tidak diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah AS. (https://www.tempo.co/, 17/08/2021). 


Citra Buruk Terhadap Ajaran Islam

Dengan melihat realitas yang terjadi di Afghanistan saat ini menunjukan kepada kita bahwa keinginan untuk penerapan Islam di suatu wilayah mengalami sebuah penolakan yang cukup keras dari warga sekitar. Tidak hanya penolakan yang terjadi, namun sebagian mereka pun merasa takut akan diberlakukan aturan Islam tersebut. Hal ini terjadi tentu tidak lepas dari peristiwa sebelumnya dimana Taliban pernah menerapkan Islam garis keras di wilayah Afghanistan. 

Di bawah pemerintahan Taliban dari tahun 1996-2001, kaum perempuan tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa didampingi muhrimnya, serta diharuskan mengenakan burqa yang menutup wajah hingga ujung kaki. Perempuan tidak diperbolehkan bekerja dan anak perempuan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Musik dan televisi dengan konten non-Islami dilarang. Pengadilan syariah mengadopsi hukuman fisik termasuk potong tangan bagi pencuri, hukum cambuk dan rajam sampai mati di depan umum bagi orang yang melakukan perzinahan. Kelompok itu juga menghancurkan patung Budha Bamiyan yang berusia 1.500 tahun, yang dianggap sebagai musyrik. (https://www.tempo.co/, 17/08/2021). 

Pemahaman warga yang belum utuh tentang kerangka berpikir Islam ideologis membuat mereka merespon keinginan Taliban ini dengan respon negatif. Dan hal ini memungkinkan mereka memiliki pemahaman yang keliru tentang penerapan Islam. Penerapan Islam bisa jadi dimaknai sebuah keburukan yang mendatangkan kerusakan di tengah-tengah masyarakat. 

Jika kita melihat alur perang yang terjadi di Afghanistan, ada sedikit banyak campur tangan Barat, terkhusus AS yang berkedok membasmi terorisme dan menjaga perdamaian. Hal ini memberikan skenario yang menyeramkan terkhusus bagi warga Afghanistan dan umumnya warga muslim di dunia, bahwa perang yang terjadi di Afghanistan ada sangkut pautnya dengan pemaksaan penerapan sistem Islam di dalam kehidupan. Langkah Amerika yang langsung mengirimkan pasukannya untuk melakukan pendudukan di Afghanistan dan berusaha untuk menghalau Taliban, membuat warga yang menyaksikan bahwa Taliban adalah sebuah gerakan yang harus dimusnahkan. Sehingga akhirnya sebuah kewajaran terjadi penolakan dalam penerapan sistem Islam dalam kehidupan. 

Intervensi AS dan Asing di dunia Islam memang cukup berhasil untuk membentuk pemahaman keliru tentang ajaran Islam di benaknya. Sehingga ketakutan akan ajaran Islam semakin bercokol di negeri-negeri kaum muslim. Sungguh ironi, umat muslim takut akan ajarannya sendiri. 
Ditambah fakta yang terbaru dimana pasukan AS melakukan negoisasi dengan Taliban untuk menarik mundur pasukan AS jika Taliban memenuhi komitmennya berdasarkan perjanjian yang ditandatangani di Doha, hal ini membuktikan kepada masyarakat dunia pada umumnya bahwa suatu hal yang wajar dan lumrah terjadi perundingan negoisasi dengan orang-orang kafir yang justru dibalik perjanjian ini bukanlah akhir dari kemenangan. 


Kekeliruan Taliban
Niatan AS untuk menarik mundur pasukannya di Afghanistan memang tidak main-main. sejak akhir 2010 dan awal 2011, AS memang mulai serius merencakan penarikan pasukannya. Dan AS mulai melakukan negoisasi dengan para pemimpin Taliban. Akhirnya AS akan menarik mundur pasukannya sampai akhir Agustus ini. Negoisasi yang dilakukan AS dan para pemimpin Taliban dipuncaki dengan perjanjian Doha pada 29 Februari 2020. Dimana poin yang menonjol dari perjanjian tersebut adalah pejabat AS dan Afghanistan mengumunkan bahwa AS dan sekutu NATO-nya akan menarik pasukan mereka dari Afghanistan dalam waktu 14 bulan. Jika Taliban memenuhi komitmennya berdasarkan perjanjian yang ditandatangani di Doha, Qatar, hari ini. 
Sikap Taliban melakukan perundingan dengan AS merupakan bunuh diri politik. Karena track record Amerika saat melakukan perundingan damai tidak terlepas dari keuntungan yang bisa diambil untuk dirinya sendiri saja. Seharusnya Taliban belajar dari para mujahidin sebelumnya yang dimanfaatkan Amerika untuk memerangi soviet. Kemudian berakhir pada pendudukan Amerika di Afghanistan dengan alasan memerangi terorisme. Amerika pun memerangi mujahidin yang tidak sejalan dengan kepentingannya. (Al-Wa’ie, April 2020).
Sikap benar yang seharusnya dilakukan oleh Taliban adalah dengan memerangi Amerika dan para bonekanya yang sudah kepayahan agar terusir di bumi Afghanistan. Karena sampai kapanpun Amerika dan para anteknya tidak akan pernah bisa menerima sebuah paham yang tidak sejalan dengan kepentingannya. Dan orang kafir sendiri tidak akan pernah bisa berhenti untuk melakukan penekanan-penekanan kepada dunia Islam serta memberikan framing negatif  pada umat muslim dan ajarannya. Disamping itu, jikalau Taliban berniat untuk meraih kekuasaan demi menerapkan aturan Islam dalam kehidupan, tentu seharusnya langkah yang diambil adalah langkah yang merujuk pada metode dakwah Rasulullah untuk mencapai kebangkitan hakiki.  


Metode Kebangkitan Hakiki Ala Rasulullah
Dunia saat ini sedang mengalami kekacauan yang luar biasa. Semua aspek kehidupan tidak berlandaskan pada aturan Sang Pencipta. Akhirnya hanya sebuah kerusakan saja yang terlahir. Umat muslim tidak lagi menjadi umat yang mulia dan terbaik. Namun umat muslim dijadikan “objek” penindasan, pembantaian serta penjajahan oleh kaum kafir dan para anteknya. Orang-orang kafir mengeluarkan energi lebih untuk memikirkan bagaimana umat muslim bisa hancur dan tak bangkit lagi dengan ideologinya. Mereka sampai memikirkan dengan detil dalam merumuskan penjajahan di negeri-negeri kaum muslim. Dimulai dari penanaman pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam, mengaruskan pemahaman sekulerisme, liberalisme serta pemahaman barat lainnya agar umat Islam justru semakin mengagung-agungkan orang kafir sampai melakukan penjarahan pada kekayaan yang dimiliki oleh umat Islam. 
Sikap orang kafir ini memang sudah diabadikan dalam Al-Qur’an bahwa mereka tidak akan pernah ridho pada umat muslim. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan Ridho kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al-Baqarah : 120)

Dari ayat diatas terbukti berbagai sepak terjang yang dilakukan orang kafir untuk menghalangi kebangkitan Islam. Kerusakan yang terjadi di muka bumi ini harus segera diselesaikan. Dan Allah mewajibkan kita untuk masuk kepada aturan Islam secara menyeluruh dan berhukum dengan menggunakan aturan Islam. Namun perjuangan ini tentulah tidak mudah. Jalan ini adalah jalan panjang dan berliku dimana para pengembannya haruslah orang-orang ikhlas dan murni pemahaman islamnya sehingga bisa membawa umat kepada kebangkitan hakiki. 

Rasulullah hadir sebagai suri tauladan bagi kita. Dimana Rasulullah mencontohkan kepada kita dalam berdakwah, menyampaikan kebenaran ke tengah masyarakat dan mengajak mereka untuk menyembah Rabb-nya, yakni Allah dan tunduk pada aturan-Nya.

Metode dakwah Rasulullah untuk mencapai kebangkitan sudah sangat jelas dikisahkan dalam berbagai siroh nabawiyah. Termaktub juga dalam perjalanan panjang beliau selama di Mekkah dan Madinah. Metode dakwah yang digunakan sebelum tegaknya daulah, tentu tidak memakai kekerasan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh Rasulullah diantaranya:

1. Tatsqif (pembinaan kepada ummat)
Di dalam tahap ini Rasulullah melakukan pembinaan Islam kepada para sahabat. Para sahabat dibentuk kepribadiannya sehingga memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Dari sini lahirlah sosok-sosok yang tangguh sekelas Abu Bakar dan lainnya yang dengan gigih memperjuangkan Islam di tengah masyarakat. Standar perbuatan yang digunakan adalah Islam. Sehingga orang-orang yang terbina akan menjadikan Islam sebagai standar kehidupannya dan akan memandang segala sesuatu berdasarkan sudut pandang Islam. 

2. Tafa’ul ma’al al-ummah (berinteraksi dengan ummat)
Di tahapan ini ada beberapa aktivitas yang dilakukan yakni aktivitas shira’ al-fikr (perang pemikiran), kifah as-siyasi (perjuangan politik), tabanni mashalih al-ummah (mengadopsi kemaslahatan ummat), kasyf al-khuthath (membongkar makar jahat penguasa), thalab an-nusrah (meminta pertolongan kepada ahlu quwwah). 

3. Tathbiq al-ahkamu syar’i (penerapan hukum Islam)
Setelah menerima kekuasaan tanpa syarat, terjadi penyerahan kekuasaan yang ditandai dengan penerapan hukum Islam secara menyeluruh dan dakwah ke seluruh penjuru dunia.
Dari tahapan-tahapan dakwah diatas tentu tahapan ini yang akan mengantarkan kepada kebangkitan Islam. Aktivitas pembinaan (tatsqif) inilah yang menjadikan ummat paham bahwa konsekuensi iman adalah taat secara totalitas dengan menerapkan Islam kaffah dalam semua aspek kehidupan meliputi ibadah, sosial, masyarakat, politik, pemerintahan, ekonomi dan sebagainya. Penerapan ini tentu tidak bisa jika individu saja yang melakukan melainkan haruslah adanya sebuah negara. Begitupun tahapan dakwah yang kedua menjadikan ummat paham betul bahwa sistem yang mengatur saat ini adalah demokrasi kapitalis merupakan sistem bathil yang bertentangan dengan aqidah Islam. Tahapan ini Rasulullah sempurnakan dengan melakukan thalab an-nusrah dan Allah memberikan pertolongan. Sehingga akhirnya Rasulullah berhijrah ke Madinah untuk menerapkan aturan Islam disana disaat penduduknya sudah siap menerima penerapan aturan Islam kaffah dalam kehidupan. Hijrahnya beliau ke Madinah mengantarkan kemenangan sesungguhnya bagi kaum muslim dengan berdirinya negara Islam pertama sebagai entitas kekuasaan penerapan islam kaffah. Namun, untuk mencapai semua aktivitas ini tidaklah mungkin dilakukan kecuali oleh kelompok Islam ideologis yang meniru kelompok dakwah Rasulullah beserta metode dakwahnya. 

Wallahu’alam bi-showab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar