PENISTAAN AGAMA HANYA AKAN HILANG DENGAN ISLAM


Oleh: Ulfah Husniyah, S.Pd

Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad, mengatakan, ucapan YouTuber Muhamad Kece (MK) yang menyinggung Nabi Muhammad SAW menjurus pada penistaan agama. Menurutnya, tindakan MK telah memenuhi unsur 156a KUHP. Suparji mengatakan, pasal tersebut berbunyi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. "Jadi kalimat (MK yang mengatakan) 'siapa yang pembunuh, siapa yang perang badar, itu Muhammad. Muhammad bin Abdullah adalah pemimpin perang badar dan uhud, membunuh dan membinasakan. Jelas ya pembunuh adalah iblis' sudah memenuhi unsur penodaannya," kata Suparji melalui keterangan tertulis kepada Republika, Ahad (22/8). Ia menerangkan, unsur 'barang siapa' juga terpenuhi lantaran MK merupakan subyek hukum yang bisa mempertanggung jawabkan tindakannya. Sedangkan unsur 'di muka umum' terpenuhi lantaran yang bersangkutan mengunggah videonya di kanal Youtube. "Di kanal Youtube semua masyarakat bisa melihat, maka ini termasuk di muka umum sebagaimana dimaksud pasal 156a KUHP," ujar Suparji. Suparji berharap kepada pihak kepolisian untuk menindak tegas yang bersangkutan. Sebab, tidak ada ruang bagi penista agama di Indonesia. Polri sebaiknya melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap kasus semacam ini. "Jangan sampai, penistaan agama semakin menjamur dan menghancurkan sendi-sendi persatuan kita," tegasnya. Suparji juga meminta kepada masyarakat untuk menahan diri dan menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. Ia berpesan, jangan ada tindakan main hakim sendiri dari masyarakat.
Penistaan agama yang terus saja berulang mengindikasikan bahwa negara tidak mampu melindungi kehormatan agama. Peran negara hilang ketika umat mayoritas di negeri ini terzalimi dengan berbagai ujaran kebencian terhadap Islam. Sebelumnya, kasus-kasus penistaan terhadap Islam hanya berakhir dengan permintaan maaf. Islam jadi bahan lelucon dan candaan yang tidak bermutu. Dalam hal seperti ini, umat Islam diminta tenang dan tidak terprovokasi. Padahal, yang memprovokasi adalah para penista yang terus bermunculan dengan berbagai narasi kebencian terhadap Islam. Semua peristiwa ini adalah efek paham kebebasan yang diterapkan. UU Penodaan Agama yang dijadikan dasar menjaga agama belum cukup efektif menangkal penghinaan terhadap agama. Atas nama liberalisme, kebebasan berekspresi dan berpendapat selalu menjadi pembenar bagi mereka yang menista. Sejatinya, umat Islam sudah cukup bersabar menghadapi para penista agama. Namun, kesabaran itu seakan dijadikan tameng oleh mereka yang bebas mengobok-obok Islam dan merendahkannya. Tak ada ketegasan dari negara ketika umat mayoritas di negeri ini disakiti. Jangan sampai kasus ini berhenti dengan ucapan “permintaan maaf” seperti kasus sebelumnya. Haruskah umat turun ke jalan hingga berjilid-jilid menuntut tegaknya keadilan hukum di negeri ini? 

Sekularisme yang tengah diterapkan negeri ini memang meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dari sekularisme inilah lahir paham lainnya, yakni liberalisme, pluralisme, dan demokrasi yang menganggap agama bukan sesuatu yang sakral yang wajib dijaga dan diutamakan. Marah karena agamanya dihina dianggap berlebihan. Jika umat menuntut hukuman tegas bagi penista agama, umat diminta lapang dada memberi maaf atau meredam dengan narasi, “Umat Islam itu ramah, bukan pemarah”. Penerapan hukum sekuler selalu akan terbentur dengan paham lainnya. Jika penista agama ditindak tegas, berbenturan dengan HAM dan kebebasan berpendapat. Jika tidak ditindak tegas, kebebasan pasti bablas dan tak terkontrol. Dihukum salah, tak dihukum tambah salah. Serba salah. Karena pandangan ini tidak bersandar pada sesuatu yang sifatnya baku dan tetap. Sesuatu yang mestinya tidak terpengaruh penilaian manusia. Akan berbeda ceritanya jika Islam yang dijadikan panduan dalam menetapkan hukum.  Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Sebab, salah satu tujuan diterapkannya syariat Islam adalah memelihara dan melindungi agama. Negara tidak akan membiarkan para penista menyubur di sistem Islam. Negara akan menerapkan sanksi tegas terhadap para pelaku agar memberi efek jera bagi yang lainnya.

Ketegasan Islam terhadap penista agama bisa kita lihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah saw. Saat itu, beliau memanggil duta besar Perancis meminta penjelasan atas niat Perancis yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi saw.. Beliau berkata pada duta Perancis begini, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!” Itulah sikap pemimpin kaum muslimin. Tegas dan berwibawa. Umat akan terus terhina karena tidak ada yang menjaga agama ini dengan lantang dan berani. Hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kafah, agama ini terlindungi. Maka dari itu, seruan penegakan syariat Islam harus terus disuarakan. Agar umat memahami bahwa satu-satunya pilihan hidup terbaik saat ini dan seterusnya adalah diterapkannya syariat Islam di segala aspek kehidupan.

SUMBER:
https://www.republika.co.id/berita/qy873b313/pakar-hukum-ucapan-muhamad-kece-bentuk-penistaan-agama-part1

https://www.muslimahnews.com/2021/08/25/penistaan-agama-berulang-peran-negara-hilang/




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar