Sistem Politik Demokrasi Lahan Basah Korupsi


Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Survei nasional tentang persepsi publik akan tata kelola dan kemungkinan besar terjadinya korupsi pada bidang sumber daya alam yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 1200 responden dengan penambahan sampel 400 responden di masing-masing propinsi yaitu Sumatra selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara dengan toleransi kesalahan kurang lebih 2,88% pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir. Survei yang dilakukan mulai Maret 2018 hingga Juni 2021 dengan metode simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu, menunjukkan “mayoritas publik nasional 60 persen menilai bahwa tingkat korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat," demikian pernyataan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring pada minggu 8 Agustus 2021. Sebanyak  44 persen dari publik menilai sangat prihatin terhadap tingkat korupsi di Indonesia, 49% mengaku prihatin dan hanya 4% yang tidak prihatin. Hasil survei juga menunjukkan sebanyak 38% responden menilai korupsi banyak terjadi di bidang sumber daya alam yang dikelola oleh pihak asing yaitu pada bahan tambang. (news.detik.com: 2021)

Dalam survei tersebut selain menunjukkan tingkat keprihatinan masyarakat terhadap peningkatan korupsi, juga menunjukkan tingkat keprihatinan masyarkat terhadap isu ekonomi sebanyak 44% responden menyatakan sangat prihatin dan 53% menyatakan prihatin, sisanya 2% responden menyatakan tidak prihatin dan 1% responden tidak menjawab. “Masyarakat kita secara umum menunjukkan keprihatinan paling tinggi terhadap isu korupsi dan isu ekonomi, dalam hal ini lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi," ujar Djayadi Hanan dalam pemaparan hasil survei.(gatra.com: 2021)

Masyarakat menganggap bahwa hukum di negeri ini ibarat mata pisau yang tumpul keatas namun tajam kebawah membuat korupsi semakin subur. Kekecewaan rakyat semakin bertambah dengan peristiwa diangkatnya mantan koruptor Emir Moeis sebagai salah satu komisaris PT PIM (Pupuk Iskandar Muda) yang merupakan anak perusahaan PT Pupuk Indonesia milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pada 18 Februari 2021. Emir Moeis merupakan mantan anggota DPR dari fraksi PDI-P yang pernah terjerat korupsi pada tahun 2004 terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan-Lampung dan pada tahun 2014 terbukti menerima suap sebesar 357.000 dollar AS (Amerika Serikat) yang membuatnya divonis hanya 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta, jumlah yang tak sepadan dengan jumlah kerugian yang ditanggung negara namun sekarang ia dapat duduk dengan hormat di kursi Komisaris PT PIM. Meski pengangkatannya tidak melanggar  syarat dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2012 untuk menjadi komisaris namun dinilai tidak etis (kompas.com: 2021).

Gagalnya pemberantasan korupsi merupakan buah dari penerapan sistem kapitalis, induk dari sistem politik demokrasi yang dibuat oleh manusia. Pemisahan agama dari kehidupan menyebabkan individu tidak dapat memisahkan antara yang haram dan halal sehingga melahirkan pejabat-pejabat yang tidak amanah, dan berperilaku dzalim. Kedaulatan mutlak pembuat peraturan yang harusnya berada ditangan Allah SWT sang Maha Pencipta dipindahtangankan oleh sistem politik demokrasi ke tangan rakyat. Manusia merupakan makhluk lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain, tak mungkin mampu membuat hukum yang bersifat mencegah dan menjerakan pelaku perbuatan dzalim. Biaya besar yang dibutuhkan calon penguasa untuk dapat memenangkan pemilu dalam sistem politik demokrasi mengharuskannya menggandeng para pengusaha besar (kapital) untuk membantu mendanai, dan tentu membutuhkan balas jasa seperti kelancaran tender, dan perubahan peraturan untuk memuluskan keinginan mereka, akibatnya sarat akan suap menyuap dalam pemilu dan menghasilkan peraturan yang tidak berpihak pada rakyat

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang apabila diterapkan disetiap aspek kehidupan akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi. Sistem Islam meletakkan kedaulatan mutlak ditangan Allah SWT sang Maha Pengatur sebagai sumber hukum sehingga mustahil dapat di intervensi oleh pihak manapun. Keistimewaan Hukum Syariah Islam yang tegas, bersifat jawabir (penebus siksa akhirat) dan jawazir (pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali) mampu melindungi manusia di dunia dan di akhirat. Kewajiban negara untuk meriayah setiap warga negaranya melahirkan warga negara yang takut kepada Allah dan menyandarkan segala perbuatannya pada ridho Allah semata yang mencegah perbuatan dzalim seperti korupsi dan suap menyuap. Suap menyuap dalam Islam merupakan tindakan yang dilaknat Allah dan berlaku bagi siapapun yang terlibat didalamnya. Rasulullah saw bersabda  “Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum” (HR. Muslim).

Daulah akan terus memantau harta yang dimiliki pejabat sebelum dan saat menjabat untuk melihat apakah terdapat penambahan harta dari jalan yang tidak syar’i. Jika terdapat harta yang diharamkan menurut syari’at Islam maka harta pelaku disita dimasukkan khas negara, dan dikenai hukuman ta’zir atau hukuman sejenis yang kadarnya ditentukan oleh hakim. Islam menganggap tindakan korupsi dan suap adalah pengkhianatan terhadap negara dengan melakukan tindakan penekanan dan pemaksaan pada pihak – pihak tertentu untuk menyerahkan sejumlah harta baik harta negara, harta umum maupun harta individu.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar