Tes PCR Turun, Untuk Siapa?


Oleh: Unix Yulia (Komunitas Menulis Setajam Pena)

Setelah banyaknya kritikan dari masyarakat selama kurang lebih 1 tahun ini, akhirnya pemerintah menurunkan tarif tes PCR. Tetapi, apakah sudah bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat? Sedangkan pada kondisi saat ini perekonomian masyarakat semakin sulit, PHK semakin banyak, usaha atau UMKM semakin sulit dan lain sebagainya.

Dilansir detik.com (15/08/2021), Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR. Dan saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini. Saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara Rp 450.000 sampai Rp 550.000. Selain itu juga saya minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1 x 24 jam. Kita butuh kecepatan.” 

Tarif tes PCR di Indonesia sebelum diturunkan mencapai angka Rp 900.000. Tentu angka tersebut terbilang cukup mahal dan tidak dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga memunculkan banyaknya kritikan dari sebagian masyarakat. Seperti cuitan Tompi dalam akun Twitternya ini, “Harga PCR atau swab harus semurah-murahnya!!! Negara harus memastikan ini. Kenapa negara lain bisa lebih murah dari kita saat ini? Bukankah beli bayam 100 selalu lebih murah dari beli bayam 10. Ayolah Bisa! Mohon kendalinya Pak @Jokowi.”

Ditengah kondisi saat ini, tentu nominal 400 s/d 500 ribuan bukanlah angka yang kecil bagi seluruh masyarakat dan tentu sulit untuk dapat mereka penuhi. Dibandingkan digunakan untuk tes PCR, sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk biaya kehidupan sehari-hari yang harus tetap mereka tanggung sendiri.

Dimana sebenarnya peran dan tanggung jawab pemerintah akan kondisi saat ini? Mengapa tetap mengambil keuntungan ditengah sulitnya kondisi masyarakat? Jika memang ingin rakyat sehat, maka seharusnya pemerintah memberikan tes PCR gratis.

Tak heran, pada sistem kapitalis yang berkuasa saat ini, menitikberatkan pada keuntungan bagi para penguasa, rakyat hanya dijadikan alat untuk memperoleh tujuannya. Para penguasa berkolaborasi dengan pengusaha untuk tetap memperoleh keuntungan dalam segala kondisi, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun.

Seperti pada pandemi covid saat ini, mereka tetap mencari berbagai keuntungan, seperti dengan melonjaknya harga masker, vitamin, obat-obatan dan lain-lain. Untuk melakukan tes pun dikenakan biaya. Ketika banyak karyawan di PHK, para TKA (Tenaga Kerja Asing) mudah berdatangan dan diterima, dan lain sebagainya.
 
Padahal, sudah jelas masyarakat dalam kondisi sulit, tetapi semakin dipersulit. Sehingga sudah jelas, para pengusaha yang bergerak pada sektor tersebut memperoleh keuntungan. Serta para penguasa pun mendapatkan pemasukan. Masyarakat? Tetap berusaha secara mandiri untuk menyelesaikan segalanya.

Berbeda apabila Islam yang digunakan. Dalam Islam apabila terjadi wabah, salah satu yang harus dilakukan yaitu lockdown. Dengan tujuan untuk menghentikan penyebaran wabah semakin meluas.
Jika kamu mendengar wabah disuatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah ditempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)

Selain lockdown, testing juga segera dilakukan dalam tempo waktu sesingkat-singkatnya, untuk memisahkan yang sehat dengan yang sakit, dan tanpa dipungut biaya sepeserpun. Karena Khalifah wajib dan bertanggung jawab atas segala urusan rakyat. Termasuk dalam pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar publik yang wajib terpenuhi dan tanpa dipungut biaya sedikitpun.

Seluruh sektor kesehatan merupakan kewajiban yang harus dikelola oleh negara dan tidak dibenarkan dijadikan lembaga bisnis. Sehingga haram hukumnya negara mengambil pungutan atas layanan kesehatan, seperti biaya testing saat pandemi ini. Didukung dengan sistem ekonomi Islam yang telah diterapkan dan mampu memfasilitasi. Insyaallah seluruh masyarakat sejahtera.

Sehingga, tak lain tak bukan hanya sistem Islam lah yang mampu menyelesaikan segala permasalahan umat yang saat ini terjadi. Sudah waktunya kita menyadari dan beralih kepada sistem Islam dan meninggalkan sistem kapitalisme yang rusak ini. Wallahua'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar