70 % Di Antara Pejabat dan Rakyat


Oleh : Ir. Zuraida Triastuti

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19 ( CNN Indonesia, 07/09/2021). Dia mengatakan, kenaikan paling banyak terlihat pada harta kekayaan pejabat di instansi kementerian dan DPR yang angkanya mencapai lebih dari Rp1 miliar. Sedangkan, di tingkat legislatif dan eksekutif daerah, penambahannya masih di bawah Rp1 miliar.

Berkebalikan dengan hal itu, ekonom Awalil Rizky menyatakan bahwa lebih dari 70% rumah tangga Mengaku kondisi ekonominya memburuk, dibanding enam bulan sebelumnya (Opini Barisan.co/09/09/2021). Pernyataanya ini didasarkan dari Bank Indonesia yang mempublikasikan hasil survei konsumen selama Agustus 2021 pada hari Rabu, 8 September 2021.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hanya sebesar 77,3 yang merupakan Indeks  terendah sejak Indonesia dilanda pandemi. Sedangkan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar 59,4 pada Agustus 2021 merupakan hasil jawaban dari 70,3% responden yang menjawab kondisi saat ini lebih buruk dibanding enam bulan sebelumnya. 

IKE disusun berdasar tiga aspek atau komponen pembentuk. Yaitu: aspek penghasilan, aspek ketersediaan lapangan kerja, dan aspek pembelian barang tahan lama. Dengan angka IKK dan IKE yang rendah menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas ekonomi, menurunnya penghasilan masyarakat akibat PPKM, dan terbatasnya lapangan kerja. 

Berdasar hasil survei konsumen Bank Indonesia pada Juli dan Agustus 2021 ini, tampak merosotnya keyakinan masyarakat atau konsumen tidak seiring dengan optimisme pemerintah atas kondisi perekonomian, yang optimis dengan indeks ekonomi sekitar 7%. 

Dua berita ini sangat ironi. Satu sisi masyarakat sedang pesimis terhimpit kesulitan ekonomi,dan semakin memburuk dengan adanya PPKM. Di sisi lain, jauh berbeda dengan yang dirasakan oleh para elite, justru para pejabat sedang menikmati berlipatnya jumlah kekayaan mereka. Meskipun ekonomi sulit, keuangan negara menjerit, utang kian melilit, mereka tak terpengaruh sedikit pun. 

Miris memang, rakyat diminta mengikat perut dan mengerti kalau keuangan negara sedang sulit, tetapi para pejabat atau kaum elite masih kipas-kipas menikmati hidupnya yang bergelimang harta. Betapa tidak pekanya hati para pejabat, sungguh suatu ironi yang menyakitkan.


Antara Kapitalisme dan Islam 

Kesenjangan si kaya dan miskin, bergelimangnya para elite dengan jabatan dan harta, sulitnya masyarakat bertahan hidup hingga keuangan negara yang makin pailit, menandakan negara kita tidak dalam keadaan sehat-sehat saja. Ini akibat negara telah lantang mengambil sistem kapitalisme dalam seluruh aspek kehidupan, yang melahirkan pejabat yang hanya memikirkan dirinya dan golongannya.

Sangat jauh berbeda dengan Islam. Sistem kehidupan Islam (khilafah) akan melahirkan pemimpin yang senantiasa bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya. Ia selalu berupaya keras memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Ia tak mungkin membiarkan rakyatnya kelaparan, kesusahan, sakit, terlantar, terancam keselamatan jiwanya, sementara dia dan kelompoknya kenyang sendiri. Dia benar-benar memahami dan mengamalkan sabda Rasulullah saw., “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari).

Jika saja para pemimpin rakyat mengamalkan apa yang disabdakan dan diteladankan oleh Rasulullah saw. di atas, tentu mereka akan dicintai oleh rakyat. Pemimpin seperti inilah yang disebut sebagai pemimpin terbaik oleh Rasulullah saw., sebagaimana sabda beliau, “Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian doakan dan mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian ialah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian laknat dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).


Meneladani Khalifah Umar ra.

Ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah ke-2 beliau menyampaikan ungkapan yang sangat terkenal, “Kalau aku banyak istirahat pada siang hari, berarti aku menelantarkan rakyatku. Jika jika aku banyak tidur pada malam hari, berarti aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak salat malam).” (Ahmad bin Hanbal, Az-Zuhd, hlm. 152).

Dalam kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah disebutkan bahwa pada masa paceklik dan banyak rakyat kesulitan, Khalifah Umar ra. rela hanya makan roti kering yang dilumuri minyak hingga kulitnya berubah menjadi hitam. Saat itu beliau pernah berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara jika aku kenyang, sementara rakyatku kelaparan.”

Begitu besar tanggung jawab Khalifah Umar ra. kepada rakyatnya, beliau pun pernah berkata, “Jika ada seekor unta mati karena disia-siakan, tidak terurus, aku takut Allah memintai pertanggungjawabanku atas hal itu.” (Ibnu Saad, Ath–Thabaqat, 3/305; Ibnu Abi Syaibah, Al- Mushannaf, 7/99).

Kenegarawanan Khalifah Umar juga tampak nyata dalam kisah yang dituturkan oleh Abdullah bin Abbas ra, “Setiap kali usai salat, Khalifah Umar senantiasa duduk bersama rakyatnya. Siapa saja yang mengadukan suatu keperluan, ia segera meneliti keadaannya. Ia terbiasa duduk sehabis salat Subuh hingga matahari mulai naik, memperhatikan keperluan rakyatnya. Setelah itu baru ia kembali ke rumah.” (Ibnu Saad, Ath-Thabaqat, 3/288; Tarikh ath-Thabari, 2/565).

Itulah salah satu sosok pemimpin yang lahir dari sistem kehidupan islam. Umat sangat merindukan kehadirannya.

Wallahu a'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar