Guruku Sayang, Guruku Malang


Oleh: Maria Ulfa

Guru adalah ujung tombak dalam memberantas kebodohan dan pembangun sumber daya manusia sebuah negeri. Segala macam pekerjaan yang kemudian berhasil dilakoni oleh murid-muridnya tentu tak luput dari hasil gerak juangnya. Sudah sepantasnya para guru diberikan balasan berupa gaji yang layak karena pekerjaannya membutuhkan pengorbanan yang luar biasa, apalagi di masa pandemi seperti saat ini. 

Namun, sungguh miris saat tempo hari ramai diperbincangkan. Soal nasib guru honorer yang jumlahnya lebih banyak dari pada yang sudah PNS, ternyata mendapatkan gaji yang tak layak. Sehingga diadakan sebuah program PPPK yang seolah menjadi angin segar bagi para guru honorer, tapi ternyata kriteria agar lolos ujian juga cukup sulit bagi kalangan guru honorer tertentu.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935. Dengan demikian, rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Rasio yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar. Ditinjau dari status kepegawaian, terang-benderanglah peran signifikan guru honorer. Mayoritas guru honorer. Saat ini baru 1.607.480 (47,8 persen) guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer.

Pengangkatan guru honorer dengan program PPPK menegaskan buruknya sistem hari ini menyediakan layanan Pendidikan bagi rakyat, memfasilitasi Pendidikan dengan jumlah guru yang memadai dan berkualitas serta membiayai kebutuhan Pendidikan termasuk dengan menempatkan terhormat dan menggaji secara layak para pendidik

Di sisi lain, publik digemparkan dengan gaji seorang DPR dari salah satu fraksi, yang jumlahnya  fantastis. Dalam tayangan YouTube Akbar Faizal, KD mengungkapkan setiap bulan ia menerima gaji pokok Rp16 juta dan uang tunjangan Rp59 juta. Bukan cuma itu, ia pun mendapatkan dana aspirasi 5 kali dalam setahun sebesar Rp450 juta dan dana reses yang diterimanya 8 kali dalam setahun sebesar Rp140 juta. (Kompas.com, 16/9/2021)

Dikonfirmasi ternyata memang benar sejumlah itulah gaji DPR. Lebih mengherankan lagi, menurut Pahala, KPK, harta para penyelenggara (pejabat) negara naik selama pandemi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan harta pejabat penyelenggara negara bertambah di masa pandemi Covid-19. Tak tanggung-tanggung, sejumlah pejabat negara bahkan bertambah harta kekayaannya hingga 70,3 persen. Bahkan, di tingkat kementerian, pertambahan rata-rata mencapai Rp 1 miliar. Hal itu diungkapkan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. KOMPAS.com


Mengapa hal ini bisa terjadi?

Dalam peradaban Islam, guru adalah kalangan yang dihormati dan dihargai. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab para pengajar digaji sebesar  15 dinar,  1 dinar = 4,25 gram emas. Emas per Mei 2021 = Rp. 969.000. Rp. 969.000 x 15 = 14. 535.000. Gaji guru cukup banyak di masa peradaban Islam. Sehingga kebutuhan hidup para guru tersebut terpenuhi dan tak perlu mencari pekerjaan sambilan di luar mengajar. Sehingga mereka bisa mengerahkan tenaga untuk mengajar dengan maksimal.

Sedangkan para penyelenggara pemerintah di era Khilafah (sistem pemerintahan Islam) hanya menerima balasan dari pekerjaan mereka berupa pemenuhan kebutuhan pokok saja. Bahkan sebagian di antaranya tidak bersedia dibayar. Dalam TarikhKhilafah diungkap bahwa  ketika Umar ra. ingin menentukan “gaji” untuk dirinya, beliau bermusyawarah dengan kaum muslimin. Bahkan, Khalifah Abu Bakar tidak menerima gaji saat menjabat.
https://m.facebook.com/MuslimahNewsCom/posts/1775780545933086/

Sepeninggal Rasulullah, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah. Dibalik sosok berwibawa dari Khalifah Abu Bakar, ternyata ia tak pernah menerima gaji. Menjelang akhir hayatnya, beliau mengembalikan semua harta yang dipakainya dari baitul mal, tanpa tersisa.  

Ummat merindukan sebuah tata aturan yang adil, tidak dhalim, pemimpin /penyelenggara negara yang mencintai rakyat kecil, yang takut kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan RasulNya.

Wallaahua’lam bish shawwab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar