Islam Lahirkan Pemimpin Amanah


Oleh: Ayu Susanti, S.Pd

Pandemi memberikan efek yang luar biasa bagi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Hampir seluruh rakyat merasakan kesulitan hidup di masa pandemi ini. Dengan adanya PPKM, hampir semua akses dibatasi. Sehingga rakyat tidak bisa dengan bebas memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri meski hanya sekedar mencari sesuap nasi. 

Namun sepertinya jeritan hati rakyat tak begitu membuat para pemangku kebijakan langsung cepat tanggap mengulurkan tangan untuk meringankan beban penderitaan. Ironinya, justru di era pandemi ini di saat banyak rakyat yang bertarung hidup karena terhimpit ekonomi, tapi banyak pejabat negara yang harta kekayaannya bertambah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020. (https://www.cnnindonesia.com/nasional, 07/09/2021). 

Dari fakta yang ada tentu kita terheran-heran, mengapa bisa terjadi hal yang demikian? Di satu sisi rakyat berjuang keras untuk menyambung hidupnya, terlebih saat pandemi yang semuanya terbatas. Tapi mengapa di sisi lain para pejabat negara dengan mudah bisa mendapatkan harta melimpah ruah, bahkan cenderung bertambah?

Nasib rakyat memang sudah terbiasa terpuruk di sistem demokrasi. Sistem demokrasi yang digadang bisa memberikan jaminan keadilan, nyatanya justru rakyat yang menjadi korban. Sistem demokrasi ini berasal dari manusia dan manusia memiliki wewenang untuk membuat aturan hidup sendiri, dari mulai politik, ekonomi, Pendidikan, sosial dan lainnya. Sistem yang berasal dari manusia ini tidak mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat. Orang yang memiliki kekuasaan dan kedudukanlah yang bisa mencicipi fasilitas serba mewah. Sedangkan rakyat hanya bisa gigit jari bahkan harus berjuang sendiri untuk mendapatkan sesuap nasi. 
Sistem demokrasi ini memberikan peluang bagi para pemimpin negeri untuk memperkaya diri. Alih-alih memikirkan urusan masyarakat, namun lebih condong sibuk mementingkan urusannya dan kelompoknya. Hal ini tentu wajar, karena di sistem demokrasi ini yang menjadi landasan dalam hal mengurusi urusan rakyat adalah materi dan manfaat. Sehingga aturan-aturan yang dilahirkan pun tidak jauh dari asas materi dan manfaat yang dihasilkan. Apakah aturan tersebut bermanfaat dan menghasilkan materi untuk sekelompok orang ataukah tidak. 
Begitulah sistem demokrasi yang membebaskan manusia untuk membuat sebuah aturan kehidupan. Ciri khas dari demokrasi yakni dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat memberikan peluang besar untuk melahirkan kebijakan-kebijakan dalam mengatur urusan hidup manusia sesuai akal manusia. Padahal manusia adalah makhluk lemah dan terbatas sehingga dia tidak mampu untuk memahami hakikat dirinya dan kehidupan. Maka yang terjadi bukannya melahirkan aturan yang bisa menciptakan keadilan dan kesejahteraan, justru sebaliknya. Banyak sekali kerusakan yang terjadi akibat ulah tangan manusia ini. 
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar.)” (QS. Ar-Rum: 41).
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”(QS. Thaha: 124). 

Berbeda halnya dengan Islam. Islam adalah agama yang Allah turunkan untuk mengatur kehidupan manusia agar selamat dunia dan akhirat. Islam adalah sistem hidup yang bisa menyelesaikan semua masalah kehidupan manusia. Termasuk dalam pengaturan urusan rakyat. Islam melahirkan sebuah kemaslahatan untuk semua manusia. 

Dalam Islam tentu keadilan akan bisa dirasakan. Para pemimpin dalam Islam saat memimpin suatu negeri yang dijadikan landasan adalah keimanan kepada Allah. Sehingga dia akan sangat takut terhadap adzab Allah di hari pembalasan kelak. Maka para pemimpin akan sangat bertanggung jawab dalam mengelola urusan rakyat.

Para pemimpin dalam Islam sangat paham bahwa jabatan yang diemban adalah sebuah amanah berat yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. 
Siapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, maka ia tidak akan dapat merasakan bau surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sekiranya hadits diatas cukup sebagai pengingat bagi kita khususnya para pemangku kebijakan yang dipundaknya ada amanah yang tidak ringan. Peringatan dari Allah itu tentunya harus direnungkan dengan seksama dan menjadi bahan evaluasi untuk diri. 

Oleh karena itu, berharap terlahir pemimpin yang amanah, bertanggung jawab, adil dan hanya mementingkan kepentingan rakyat di sistem demokrasi adalah sebuah khayalan. Karena sistem buatan manusia ini tidak mampu melahirkan pemimimpin yang demikian. Sehingga jika kita rindu hadirnya sosok pemimpin yang takut kepada Allah, amanah, bertanggung jawab maka kembalilah kepada penerapan aturan Islam secara kaffah. 

Wallahu’alam bi-showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar