Kejahatan Seksual dan Media Penyiaran Indonesia


Oleh: Ziyan Saffana Erhaff (Mahasiswi Sumedang)

Memasuki bulan September ini, banyak berita heboh bermunculan. Namun dua berit yang menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya pengguna media sosial yaitu datang dari media penyiaran di Indonesia. Dua  berita tersebut sama-sama berkaitan dengan kasus pelecehan seksual. Kabar pertama yaitu bebasanya salah satu artis dari penjara akibat pelecehan terhadap sesama jenis awal September kemarin.  Kepulangannya disambut dengan mobil mewah bak raja di sebuah negeri dongeng. Tak hanya itu, ia bahkan kembali ke layar TV dan diposisikan seolah-olah ia adalah korban. Kasus kedua yang tak kalah ramai yaitu kasus  dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Kasus pelecehan seksual memang masih sangat marak di Negeri ini, seakan sulit untuk dibasmi. Tragisnya, para pelaku jarang mendapatkan hukuman yang seharusnya. Makin mirislagi, kini kasus tersebut seolah normal diantara masyarakat. Terkait penyambutan bak pahlawan pada Saipul Jamil (SJ) setelah bebas dari penjara, membuat gerah banyak orang. Pasalnya, artis ini telah melakukan tindakan asusila pencabulan. Atas dasar apa penyambutannya begitu meriah hingga diberikan kalung bunga? Bahkan dia kembali dibanjiri panggilan kerja oleh beberapa stasiun TV. Bahkan ada kabar artis ini diperbolehkan masuk kembali layar TV untuk edukasi tentang kejahatan seksual. Rasanya sungguh tidak masuk akal bagi masyarakat kebanyakan, hingga akhirnya masyarakat membuat petisi dan bebondong-bondong mendantanganinya agar KPI dan pemerintah bisa menyikapinya. Namun dalam kondisi yang sama, KPI sendiri menjadi sorotan karena dianggap membiarkan dugaan kasus kekerasan seksual dan perundungan menahun.  “Hari ini kita melihat ada pembiaran terhadap kekerasan yang bertumpuk, kekerasan fisik, mental, verbal, dan seksual yang dilakukan oleh delapan staf KPI dan berjalan selama 10 tahun,” kata advokat Dian Kartikasari dalam jumpa pers daring, Sabtu (4/9/2021). (cnn.com). Yang terbaru, para pegawai KPI yang dilaporkan sebagai pelaku berencana membuat laporan balik terhadap terduga korban atas dasar pencemaran nama baik. (Kompas.com) 

Kejahatan seksual bisa berbentuk memiliki perzinaan, LGBT, prostitusi (pelacuran), pencabulan, dan perkosaan promiskuitas (hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan perkawinan dengan cara berganti-ganti pasangan). Di antara kejahatan seksual yang disebutkan tadi, di antaranya dilakukan dengan cara kekerasan dan ada yang tidak. Pun keduanya sama-sama tergolong kejahatan seksual. Dari kedua kasus Inilah kala media sosial  dan media komunikasi massa menjadi medium ideologi sekuler dalam menancapkan nilainya di tengah masyarakat. Masyarakat digiring untuk menghormati kebebasan tingkah laku seseorang dan diarahkan untuk mudah memaafkan kesalahannya dengan alasan setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Padahal, perkara ini bukanlah terkait maaf memaafkan, tetapi terkait menjadikan figur publik sebagai role model kebebasan. Karena tak bisa dimungkiri, bagi masyarakat yang jauh dari pemahaman agama, sosok artis adalah idola yang tingkah lakunya sering kali jadi inspirasi, apalagi terhadap komunisi yang seharusnya menyaring sajian media bagi publik. Selain berdampak buruk terhadap masyarakat konsumen, tentu berdampak pula terhadap psikologi para korban. Hal ini bisa membuat para korban semakin terpuruk sebab massa lebih memperdulikan para pelaku kejahatan.

Ide kebebasan bertingkah laku lahir dari ideologi sekuler kapitalisme, Paham yang tidak melibatkan Sang Pencipta dalam setiap aturan kehidupan manusia. Ide kebebasan jelas bertolak belakang dengan Islam yang menjadikan agama sebagai landasan dalam kehidupannya. Kekerasan seksual tetap menjadi wabah menjijikkan di negeri mayoritas muslim bila nilai dan sistem sekuler dipraktikkan. Bahkan mendefinisikan kekerasan seksual saja bisa terus mengalami perubahan. Hawa nafsu manusia sering kali mengalahkan akal sehat.

Islam melawan segala bentuk kejahatan seksual. Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, baik ranah sosial maupun pribadi. Islam pun membatasi interaksi laki-laki dan perempuan kecuali jika ada kepentingan. Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah). Dan dalam Negara Islam pun bidang media senantiasa menayangkan acara-acara yang dapat menjaga keiman dalam masyarakat. Media pun memiliki fungsi edukasi kepada publik tentang pelaksanaan kebijakan dan hukum Islam di dalam negara. Sehingga dari sisi pencegahan dan penyelesaian kasus pelecehan seksual dapat dilaksanakan. Tentu semuanya bisa diterapkan bila seluruh Syariah Islam diterapkan secara Kaffah. Maka demi mewujudkan hal tersebut kita harus selalu istiqomah dalam dakwah kita, dan memerangi ide sekularisme agar hilang secara total. Gunakan media sebaik mungkin, manfaatkan media yang ada sebagai bentuk perlawanan kita dengan terus menyebarkan opini Islam dan mencapai tujuan kita.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar