LAGI, AGAMA ISLAM DINISTA M KECE


Oleh : Sri Setyowati (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Belum selesai kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Joseph Paul Zhang yang mengaku Nabi ke 26, pada bulan April 2021, yang sampai sekarang kasusnya masih menggantung karena keberadaannya di luar negeri, kini masyarakat sudah dibuat gaduh lagi atas kasus yang serupa, yaitu dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Muhammad Kece alias M Kece yang telah pindah agama dari Islam ke Kristen sejak tahun 2014.

Youtuber dengan nama channel Muhamad Kece melakukan streaming dengan nada merendahkan dan melecehkan Nabi Muhammad serta agama Islam. Dalam unggahan yang disertai permintaan bantuan pelayanan M Kece ke rekening pribadinya itu, dia juga kerap melakukan berbagai tuduhan tak mendasar mengenai Muslim dan apa yang disembahnya. (Republika.co, 22/08/2012)

Hal ini mengundang kemarahan publik, karena video  ceramah yang diunggahnya berpolemik dan menuai kontroversi. Atas unggahan tersebut, kalangan Muslim, dan ormas-ormas Islam di Indonesia, mendesak kepolisian menangkap M Kece dan mempertanggungjawabkan unggahannya di muka hukum, karena dianggap menista agama Islam.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta agar pihak kepolisian segera menangkap dan memproses hukum Youtuber Muhammad Kece. Anwar yakin Muhammad Kece telah melakukan penistaan agama, sehingga harus segera diproses hukum dengan tegas.

"Saya minta pihak kepolisian agar sesegera mungkin menangkap yang bersangkutan, memproses, dan menggiring ke pengadilan," kata Anwar sebagaimana dikutip dari channel Youtube Anwar Abbas, Minggu (22/08/2021).(CNNindonesia.com, 22/08/2021)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono mengatakan Kece ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Tersangka M Kece, kata Rusdi, disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dan dapat dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan, yakni Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan Agama. "Ancaman pidananya bisa enam tahun penjara," kata Rusdi. (Tempo.co, 25/08/2021)

Kasus penistaan terhadap  agama Islam  terus berulang, karena masyarakat dan sistem negri ini yang menerapkan paham liberalisme, dimana atas nama kebebasan berpendapat. Sehingga undang-undang larangan penodaan agama tidak bisa mencegah berulangnya kasus.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Sebab, salah satu tujuan diterapkannya syariat Islam adalah memelihara dan melindungi agama. Negara akan menerapkan sanksi tegas terhadap para pelaku agar memberi efek jera bagi yang lainnya.

Hukuman bagi penista Islam, terutama Nabi Muhammad SAW, yaitu :

Pertama, hukuman bagi yang menghina Nabi secara tidak sengaja atau langsung atau hanya  lelucon atau meremehkan, maka tetap dihukum mati. Berbeda halnya mereka yang dipaksa, tetapi hatinya tetap beriman, maka tidak ada hukuman atas orang tersebut.

Kedua, menghina nabi dengan  ungkapan yang samar dan multitafsir, para ulama berbeda pendapat, antara menegaskan  hukuman mati atasnya atau membiarkannya hidup. Dalam hal ini perlu pembuktian di pengadilan.

Ketiga, jika pelakunya orang kafir harbi, maka kepadanya bukan hanya terkena hukuman bagi pelakunya dan penghina nabi, tetapi lebih daripada itu, harus  ditegakkan pula hukum perang, karena hubungan dengan  mereka adalah perang (jihad). Negara Islam harus mengumumkan perang kepada kafir harbi penghina Rasulullah SAW.

Keempat,  jika pelakunya kafir dzimmi, maka ditegakkan hukuman mati karena atas mereka tidak  lagi ada dzimmah (perlindungan), jadi mereka dibunuh karena kekafiran mereka. Status dzimmah tidak menghalangi ditegakkannya  had atas mereka.

Kelima, jika pelakunya  muslim, maka mereka juga dijatuhi hukuman mati. Namun para ulama berbeda pendapat. Jika termasuk  pelanggaran salah satu hudud Allah, maka pertaubatannya tidak diterima (ini pendapat malikiyyah). Namun jika dihukumi murtad (riddah), maka dihukum mati sebagai murtad, dan pertaubatannya bisa diterima (ini menurut pendapat Syafiiyyah).

Keenam, hukuman bagi penghina nabi bisa ditegakkan individu tanpa harus menunggu khilafah, kecuali pada 3 keadaan.
Pertama pada konteks hukuman mati atas pelaku muslim yang dihukumi karena murtad, dimana dalam madzab Syafi'i diterima pertaubatannya, maka harus ada Qadhi atau Khalifah, artinya jika ditetapkan hukuman karena melanggar had (pendapat jumhur) maka bisa langsung dieksekusi.
Kedua, pada keadaan hukuman bagi orang yang samar atau multitafsir dalam ungkapannya yang diduga menghina Rasulullah, maka harus ada Qadhi/hakim yang diangkat oleh Khalifah dalam melakukan pembuktian dan eksekusi.
Ketiga, pada keadaan memobilisasi jihad (futuhat) kepada kafir harbi

Para Khalifah telah memberi teladan kepada umat Islam dalam menyikapi para penista agama. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq misalnya, yang memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah SAW. (Lihat: Abu Daud rahimahullah dalam Sunannya hadits No. 4363)

Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Umar bin Kaththab ra., beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” (Diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimahullah)

Ketegasan Islam terhadap penista agama juga bisa kita lihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah SAW. Saat itu, beliau memanggil duta besar Perancis meminta penjelasan atas niat Perancis yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi SAW. Beliau berkata pada duta Perancis,  “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”

Itulah sikap berani, tegas dan berwibawa dari pemimpin kaum muslimin dalam menjaga agama Allah. Hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kaffah, agama Islam bisa terlidungi.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar