Lapas Over Kapasitas, Butuh Solusi Tuntas

 

Oleh: Ummu Faqih

Ramai pemberitaan media, baik lokal maupun asing, tentang terbakarnya Lembaga pemasyarakatan (Lapas) kasus narkoba Tanggerang pada Rabu (8/9/2021). Sedikitnya ada 41 tahanan yang tewas dan 8 orang lainnya luka- luka.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, usai mengunjungi lokasi kebakaran menanggapi terkait kelebihan kapasitas Lapas, mengatakan persoalan over kapasitas di Lapas kelas I Tanggerang perlu ada penambahan petugas dan anggaran. 

Jumlah petugas di Lapas Kelas I Tanggerang sekitar 182 orang. Sementara jumlah narapidana mencapai 2.072 orang dengan kapasitas lapas sejatinya hanya untuk 600 orang. Menkumham mengakui lapas tersebut over kapasitas hingga 400 persen (CNNIndonesia09/09/2021). 

Berdasarkan pemantauan ICJR, IJRS, dan LeIP , selama tiga tahun terakhir terdapat 13 lapas di Indonesia yang mengalami kebakaran. Catatannya, dari 13 Lapas yang terbakar tersebut, terdapat 10 Lapas yang terbakardalam kondisi overcrowding atau diambang overcrowding. 

Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Sosiety (IJRS), Dio Ashar Wicaksana mengatakan warga binaan dan tahanan yang ada dalam rutan dan lapas rentan mengalami perubahan emosional.mereka akan mengalami ketidakpuasan akan kondisi tersebut, yang bisa mengarah ketidaktertiban, kemudian berpotensimenciptakan kerusuhan, seperti kejadian di Lapas Manado kelas IIA pada April 2020 terjadi kebakaran yang diakibatkan karena kerusuhan. Masalah overcrowding rutan dan lapas, menurut dia memang berimbas pada penganggaran dan fokus pengelolaan. Namun dengan kondisi lapas hari ini,pengelolaan gedung dan fasilitas menjadi tanda tanya penganggaran selama ini(republika.co.id.09/09/2021).

Beberapa peristiwa di Rutan atau Lapas harus menjadi bahan renungan dan pelajaran, mayoritas kejadian di Lapas selalu fokus pada kondisi Rutan atau Lapas yang overcrowding, serta ketidakmampuan dan abainya perhatian negara dalam memberi tambahan fasilitas di Rutan atau Lapas.

Sejatinya peristiwa diatas bukanlah masalah utama, justeru yang menjadi masalah urgen dan segera dicari solusinya adalah mengapa kriminalitas  tak jua berkurang, sehingga arus masuk penghuni terus bertambah tak terkendali hingga terjadi over kapasitas penduduk lapas. Mengapa ini terjadi? Ada apa dengan sistem hukum dan keamanan kita hari ini, hingga kejahatan merajalela, dan lapaspun terkena dampak imbasnya.

Kondisi sistem hukum dan keamanan negeri kita saat ini bertumpu pada sistem hukum sekuler tentunya aturannyapun buatan manusia. Alih- alih dapat mencegah kriminalitas, justeru sistem hidup yang diterapkan malah menumbuhsuburkan kriminalitas. Maka wajarlah terjadi overcrowding pada rutan atau lapas.

Hukum Islam tidak hanya memberi sanksi namun juga mencegah tindak kriminal. Kejahatan adalah perbuatan tercela (qabih), yaitu yang dicela oleh Syar’i (Allah), suatu perbuatan tidak dianggap kejahatan kecuali syara’menetapkan bahwa perbuatan tersebut tercela. Syara’ juga telah menetapkan bahwa setiap perbuatan tercela sebagai dosa, dan harus dikenai sanksi, baik sanksi dunia maupun akhirat.

Sanksi di dunia dilaksanakan oleh Imam (khalifah) atau orang yang mewakilinya. Sanksi ini memiliki dua fungsi; Pertama, sebagai zawajir (pencegah dari kejahatan serupa) Allah berfirman : “Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”(TQS. Al-Baqarah:179)

Adanya hukum qishash mampu menjaga jiwa manusia, yaitu sanksi bunuh terhadap pembunuh, akan membuat orang berfikir ribuan kali untuk melakukan pembunuhan, begitu juga hukum-hukum lainnya, seperti rajam, potong tangan, cambuk dan lain- lain. Inilah maksud dalam ayat bahwa dalam qishash terdapat kehidupan, mencegah pembunuhan- pembunuhan berikutnya. 

Kedua , sebagai jawabir (penebus dosa di akhirat). Maksudnya jika seorang pelaku kejahatan mendapatkan sanksi di dunia sesuai hukum syara’, maka Allah akan menghapus dosanya dan meniadakan baginya sanksi di akhirat, bagi orang yang dikehendakiNya.

Inilah hukum syari’ah Islam. Selain bisa menghemat anggaran, hukum ini juga sangat ampuh menekan angka kriminalitas dengan signifikan. Karena hukum syari’ah Islam berasal dari Sang Pencipta Alam Semesta, bukan hukum buatan manusia. Hukum Allah SWT adil tak melihat siapa yang berbuat tetapi melihat tindak kriminal apa yang dibuat. Sejarah mencatat pada masa pemerintahan khilafah Ustmaniyah selama enam abad lebih (sekitar 625 tahun), hanya ada sekitar 200 kasus yang diajukan ke pengadilan. Jumlah ini sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan tindak kriminalitas yang terjadi saat ini.

Untuk mengurangi dan mencegah angka kriminalitas, maka negara berkewajiban memenuhi hak-hak dasar individu seperti makan, pakaian hingga tempat tinggal. Selain itu sistem Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan, tidak ketinggalan penguatan aqidah untuk menjaga keluhuran akhlak tentunya.

Jangankan terjadi over kapasitas Rutan atau Lapas bagi warga binaan, bahkan bisa jadi peristiwa kriminalitas akan menjadi barang langka, jika syari’at Islam benar-benar diterapkan oleh Negara dengan sistem dan perundang-undangan Islam, bukan sistem yang lainnya.

Sebagaimana pada masa Rasulullah saw. Kemudian negara khilafah sesudahnya hingga masa Khilafah Bani Ustmaniyah (berakhir tahun 1924). Melahirkan masyarakat yang beradab karena kehidupan mereka sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Sistem Islam juga menjamin kehidupan warga negaranya baik secara lahir dan batin. Tolak ukur kebahagiaannya adalah meraih Ridha Allah SWT dengan menerapkan Hukum Allah SWT secara sempurna dan menyeluruh. 

Wallahu’Alam



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar