Melanjutkan Pembangunan Ibu Kota Negara Baru, Kebutuhan Siapa?


Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi Untuk Peradaban)

Melansir Tempo.co Presiden Joko Widodo memastikan pembangunan  Ibu Kota Negara (IKN) yang baru di Provinsi KalimantanTimur tetap dilanjutkan sesuai rencana sebelumnya. Hal ini disampaikan saat meninjau sodetan akses jalan menuju IKN di Jalan Tol Balikpapan-Samarinda kilometer 14 yang sebelumnya dilewati Jokowi dalam perjalanan dari Kota Samarinda ke Kota Balikpapan. "Agenda ibu kota baru ini tetap dalam rencana," ujarnya, (24 Agustus 2021).

Hal yang sama disampaikan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendukung penuh diteruskannya proyek tersebut. Menurut Prabowo harus ada keberanian untuk memindahkan Ibu Kota, memisahkan pusat pemerintahan dari pusat keuangan, perdagangan, industri. Sebenarnya pembangunan Ibu Kota negara baru (IKN) belum memiliki payung hukum. DPR RI belum menyetujui pemindahan Ibu Kota negara ke Kalimantan Timur.

"Jangankan menyetujui, draf Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) saja sampai saat ini belum diterima DPR RI. Infonya, draf RUU tersebut masih digodok oleh pemerintah," kata pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, Poskota, (06/04/2021).

"Selain itu, kondisi keuangan negara juga tidak memungkinkan untuk pindah ibu kota negara pada saat ini. Disaat Indonesia resesi dan hutang yang melimpah, tentu sangat tidak bijaksana memaksakan pembangunan ibu kota negara," kata Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga.

Jika bangun Ibu Kota baru butuh 466 T. Lalu dari mana uangnya? Padahal Untuk pembangunan proyek ini, porsi pembiayaan dari APBN hanya  sekitar 19% dan sisanya sekitar 81% akan dilakukan bersama investor swasta. (21/4/ 2021)

Benarkah sepenting itu atau bahkan harus seberani itu seperti yang disampaikan Menpan Prabowo dalam pembangunan Ibu Kota negara baru? Bukankah yang lebih urgen kali ini adalah recover ekonomi rakyat?  Apalagi saat angka positif Covid-19 juga melonjak tajam. Seharusnya pemerintah fokus pada pemulihannya, bukan melakukan rencana lain yang akan menambah beban anggaran. 

Pembangunan IKN adalah konsep  yang tergesa-gesa. Harusnya semua merujuk kepada kebutuhan rakyat. Yang dibutuhkan saat ini adalah ekonomi yang stabil, pemerataan kesejahteraan dan semua kebutuhan terpenuhi. Terlebih dengan kondisi APBN diambang krisis. Walaupun tidak sepenuhnya menggunakan APBN, tentunya akan mengganggu kondisi keuangan negara.

Jika pembangunan ini melibatkan investor swasta atau hutang luar negeri sama halnya Indonesia menambah utang ribawi yang sebenarnya sudah menggurita. Sehingga rakyat semakin terbebani pajak. Bukankah menteri Sri Mulyani mengatakan penerimaan negara merosot jadi mengalami defisit dan berutang?  

Belum lagi perusakan yang akan ditimpakan pada alam. Hektaran hamparan hutan yang harus diratakan  sehingga menciptakan global warming. Hingga masyarakat lokal tak lagi memiliki hutan hujan tropis dsb. Walaupun pembangunan Ibu kota baru dengan ciri green city mampu mempertahankan hutan-hutan di dalamnya, namun tetap saja penebangan pohon-pohon dilakukan untuk infrastruktur lain.

Berdasarkan laporan dari salah satu organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO), World Wide Fund (WWF) tahun 2017, hutan di Kalimantan masuk dalam salah satu paru-paru terbesar di dunia. Luasnya mencapai 40,8 juta hektare. Hutan seluas itu menjadi rumah bagi 6% dari flora dan fauna dunia. Ada pula satwa unik, seperti Orangutan yang bergantung pada hutan sebagai satu-satunya habitat hidup alaminya.

Membangun Ibu Kota baru sah-sah saja, jika Ibu Kota sebelumnya sudah tidak kondusif lagi secara politik dan sosial. Juga dana yang digunakan bersumber dari pendanaan yang benar. Bukan berasal dari dana hutang ribawi atau investasi negara-negara asing. Hal ini tentu sangat menguntungkan pihak pemberi hutang, hingga Indonesia semakin terjerat hutang riba. Dan yang menjadi korban adalah rakyat karena pajak semakin tinggi.

Jadi, urgensi pemindahan ibu kota tidak diperlukan untuk saat ini. Pemindahan Ibu Kota bukan menjadi solusi dalam menanggulangi permasalahan yang ada di Jakarta. seperti kepadatan penduduk, kemacetan, banjir dsb. 

Jika akan dilakukan pemindahan Ibu Kota tentunya dengan persyaratan yang sudah memadai, baik pendanaan, kebutuhan pemerataan, iklim investasi dan juga membangun SDMnya. Dengan demikian Ibukota negara akan menjadi mercusuar peradaban manusia dan akan menjadi perbincangan dunia karena keagungannya. Seperti yang pernah dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib memindahkan Ibukota dari Madinah ke Kuffah. 

Wallahu'alam Bissawab []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar