Mural dan Demokrasi


Oleh : Kartika Septiani

Dewasa ini, sedang viral di media sosial mengenai karya seni mural di beberapa daerah yang dianggap mengkritisi pemerintah.

Polisi telah memeriksa dua orang saksi untuk mengusut mural wajah Presiden Joko Widodo yang tergambar di sekitar wilayah Batuceper, Kota Tangerang.

Diketahui, mural itu memperlihatkan gambar wajah yang mirip dengan Jokowi namun pada bagian matanya ditutupi dengan tulisan 404: Not Found dan berlatar merah.(CNNIndonesia.com, 15/08/2021) 

Mural itu sudah ada sejak dulu, bahkan sejak Orde Baru. Waktu itu jadi bagian dari media untuk menyampaikan kritik dan pendapat," kata Yudha kepada Kompas.com, Minggu (15/08/2021).

Seharusnya, imbuh Yudha, pemerintah tidak bersikap represif. Sebaliknya, pemerintah harus memaknai mural sebagai seni dan media seseorang dalam mengemukakan pendapat.

Seperti hal nya yang sedang viral saat ini, mural-mural tersebut dianggap mengkritisi kebijakan pemerintah. Namun, tidak lama dari viral nya mural tersebut, diketahui bahwa aparat setempat langsung bertindak menghapus dan mencari si pembuat mural. 

Hal ini menunjukkan bahwa sikap pemerintah tidak terbuka terhadap kritik dan saran. Bahkan cenderung membungkam setiap kritik dan saran dari warga negara nya sendiri.

Ini menjadi bukti, bahwa negara demokrasi adalah negara yang anti kritik. Kebebasan berpendapat hanya untuk para kalangan atas dan berkuasa, rakyat sama sekali tidak punya kesempatan untuk menyampaikan pendapat, baik itu kritik maupun saran. 

Padahal sudah suatu keharusan bagi pemimpin negara untuk mendengarkan dan menerima setiap kritik dan nasihat dari rakyat agar kebijakan-kebijakan yang dinilai kurang melayani rakyat dapat diperbaiki, bukan malah sebaliknya. 

Menjadi sebuah kewajaran dari negara demokrasi karena sistem peraturan yang dipakai dibuat oleh manusia. Rentan terdapat banyak konflik dan masalah. Berbeda jika menengok pada masa Islam, yang terbuka terhadap pendapat. 

Keteladanan Khalifah Umar bin Khattab yang menerima kritik wajib dicontoh dalam sebuah kepemimpinan, karena beliau sadar bahwa kritik tersebut akan menjadi maslahat bersama. Beliau tidak marah, bahkan berterimakasih. 

Beliau menerima kritikan seorang wanita yang disampaikan di depan umum saat beliau menetapkan batasan mahar bagi kaum wanita. Beliau berkata, “Wanita ini benar dan Umar salah,” setelah mendengarkan argumentasi kuat si Muslimah tersebut yang membacakan surat An-Nisa ayat 20 untuk mengkritik kebijakan Khalifah Umar.

Sosok pemimpin seperti khalifah Umar bin Khattab hanya ada di dalam sebuah sistem yang sempurna dan paripurna yaitu sistem Islam. Karena selain dari sistem Islam, hadirnya sosok pemimpin seperti khalifah Umar bin Khattab menjadi sebuah kemustahilan. Al-Qur'an dan As-Sunnah menjadi aturan dalam bernegara, dan menjadi pemimpin di dalam sistem Islam bukan dalam rangka bekerja, melainkan beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu para pemimpin di dalam sistem Islam begitu baik dalam menjalankan amanah yang diberikan kepada mereka. 

Wallahu'alam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar