Perpres Bonus Fantastis untuk Wamen Bukti Hilangnya Sense Of Crisis


Oleh: Habibah, A.M.Keb

Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan saat ini membuat kehidupan ekonomi masyarakat serta negara menjadi kurang stabil. Dalam kemelut pandemi juga banyak sekali hal aneh yang berasal dari pemerintah, bagaimana tidak aneh, sudah kita ketahui bersama, semenjak pandemi utang negara semakin membengkak pada akhir tahun 2019 yang tercatat Rp 4.778 triliun, sekarang utang pemerintah per akhir juni 2021 kemarin berada diangka Rp. 6.554,56 triliun. Penambahan utang yang sangat pantastis.(merdeka.com)

Yang lebih anehnya lagi di saat pandemi seperti ini, banyak pejabat pemerintah yang kekayaannya bertambah seperti yang sampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan adanya kenaikan harta kekayaan sejumlah pejabat penyelenggara negara selama periode pandemi Covid-19. Salah satunya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terbitan KPK tertanggal 12 Maret 2021, Presiden Jokowi dilaporkan memiliki total harta kekayaan hingga Rp 63 miliar lebih, atau tepatnya Rp 63.616.935.818. Angka tersebut lebih banyak Rp 8,898 miliar dibanding jumlah harta kekayaan Jokowi di awal 2020. Menurut LHKPN per 29 Februari 2020, mantan Gubernur DKI Jakarta ini memiliki harta kekayaan Rp 54.718.200.893.(merdeka.com)

Dan adalagi di tengah pandemi ini, Bupati Polewali Mandar membeli mobil dinas Mercy seharga Rp 2,5 M akhirnya menuai Kritik Pedas dari netizen. (news.detik.com) Wajar-wajar saja hal tersebut menuai kritik karena anggaran pembelian mobil tersebut dapat dialihkan ke fasilitas masyarakat mendesak yang lain, jika saja pejabat tersebut mempunyai kepedulian terhadap masyarakat luas. Karena membeli mobil dinas bukanlah hal mendesak untuk dilakukan, melihat faktanya utang negara yang semakin bertambah terutama di masa wabah yang tidak kunjung usai.

Selanjutnya kita dikejutkan lagi dengan regulasi pemerintah, yakni Wakil Menteri yang akan berakhir jabatannya akan mendapatkan uang bonus senilai Rp580.454.000 untuk satu periode masa jabatan. Bilangan yang sangat fantastis di tengah situasi masyarakat yang sedang kritis. “Ketentuan pemberian uang penghargaan itu tertuang dalam Pasal 8 Perpres 77/2021 yang merupakan hasil pengubahan atas Perpres Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri (Wamen).

Wakil menteri apabila berhenti atau telah berakhir masa jabatannya diberikan uang penghargaan sebagai Wakil Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian isi Pasal 8 Ayat (1) Perpres 77/2021 sebagaimana dilihat dari salinannya pada Senin (30/8/2021). “Uang penghargaan bagi wakil menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak sebesar Rp580.454.000,00 (lima ratus delapan puluh juta empat ratus lima puluh empat ribu rupiah) untuk 1 (satu) periode masa jabatan wakil menteri,” demikian isi Pasal 8 Ayat (2).

Besaran uang penghargaan yang diterima wakil menteri sebagaimana dimaksud, diberikan berdasarkan formula sebagai berikut :
a) Masa jabatan sampai dengan 1 (satu) tahun sebesar 0,2 x uang penghargaan;
b) Masa jabatan lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 2 (dua) tahun sebesar 0,4 x uang penghargaan;
c)  Masa jabatan lebih dan 2 (dua) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun sebesar 0,6 x uang penghargaan;
d) Masa jabatan lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun sebesar 0,8 x uang penghargaan; atau
e)  Masa jabatan lebih dari 4 (empat) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun sebesar 1 x uang penghargaan.

Wakil menteri yang telah berhenti atau berakhir masa jabatannya sebelum Peraturan Presiden ini diundangkan, diberikan uang penghargaan. Uang penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat berlaku secara mutatis mutandis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 8A. Dalam hal wakil menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 8B meninggal dunia dan belum mendapatkan uang penghargaan, maka uang penghargaan diberikan kepada janda/duda atau ahli warisnya. Tata cara pembayaran dan pendanaan uang penghargaan wakil menteri diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Perpres 77/2021 diteken Presiden Jokowi pada 19 Agustus 2021 dan telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yassona H Laoly pada tanggal yang sama. (https://www.tagar.id/)

Pemerintah mengeluarkan regulasi yang menjamin jabatan Wamen mendapat kompensasi ratusan juta, di tengah kesulitan rakyat yang menghimpit, sungguh tidak masuk akal, bagaimana bisa pemerintah mengeluarkan regulasi tersebut di saat kondisi pandemi seperti ini? Kehidupan ekonomi saat ini sedang sulit dan menghimpit masyarakat, tapi justru pemerintah dengan gampangnya membuat regulasi yang meremukkan hati rakyat. Dimana kepedulian mereka terhadap rakyat? Yang karena pandemi ini semakin banyak pengangguran, kehilangan pekerjaan, banyak anak anak yang putus sekolah, dll. Tidakkah penderitaan rakyat ini membuat empati para pejabat pemerintahan?

Hal ini bukan hanya mempertontonkan hilangnya sense of crisis tapi makin menguatkan pandangan publik bahwa jabatan ini hanya bagian dari politik balas budi dan politik kekuasaan. Siapa yang berkuasa berhak melakukan timbal balik atau balas budi terhadap para pendukung yang berhasil mendudukkan dirinya di singgasana pemerintahan. Tentu sangat jelas, siapa yang akan betul-betul ikhlas membantu selama dalam sistem kapitalis demokrasi, istilahnya tidak ada makan siang gratis. Inilah wajah kapitalis, penyelesaian masalah ummat tidak akan bisa diselesaikan secara sempurna, karena apa? Setiap aturan yang datangnya dari manusia tidak akan membawa keberkahan, yang ada hanyalah untuk memuaskan nafsu mereka sendiri. Setiap kebijakan yang dibuat semua ditunggangi kepentingan pribadi, lebih mementingkan pribadi daripada urusan rakyatnya. 

Berbeda dalam sistem pemerintahan Islam, sampai pernah dikisahkan khalifah Umar Bin Khattab tidak pernah makan daging karna melihat penderitaan umat pada saat itu, pasokan makanan berkurang akibat musim kemarau. Bahkan Umar Bin Khattab pernah membawa gandum beserta daging untuk janda dan anaknya, bukan hanya itu, beliau bahkan memasak dengan tangannya sendiri.

Begitulah sistem islam yang mampu menghasilkan pemimpin amanah dan peka terhadap kondisi rakyatnya. Para pemimpin menjalankan tugasnya dengan penuh kesungguhan karena dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Para pemimpin dalam islam harus menyadari bahwa pelaksanaan semua tugasnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat. Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah, SAW telah bersabda, “Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimpinnya”. 

Jika para pemimpin mempunyai ketakwaan dan menggunakan akalnya sesuai dengan petunjuk dari Allah, maka dalam kondisi pandemi ini, nilai “sense of crisis” akan ada didalamnya. Tetapi semua ini mustahil jika kita masih menggunaan sistem kapitalisme. Satu-satunya cara untuk mewujudkan pemimpin yang baik, yang menjalankan aturan islam, hanyalah dengan sistem khilafah ala minhaji nubuwwah. 

Wallohu A’lam Bishowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar