Rezim Tak Peka di Tengah Pandemi


Oleh : Ummu Abdan (Ibu Rumah Tangga dan Aktifis Dakwah)

Pandemi sudah berlangsung dua tahun dan ekonomi pun belum bangkit, namun justru ironis ada tidak berdampak ekonomi mereka sebaliknya meningkat. Adalah para pejabat kita diantaranya pemimpin negeri ini. Rasa kepekaan yang sudah diambang krisis.Seharusnya mereka sering hadir agar merasakan real dampak kesehatan dan juga dampak ekonomi.

Di sisi yang lain kemiskinan juga tak kunjung bisa teratasi meskipun kebijakan yang telah dilakukan. Akan tetapi dampak signifikan bagi rakyat belum terlihat. Menurut data tvone (17/9/2021)pada tahun 2020 angka kemiskinan naik 1.12 juta dan kondisi peningkatan kemiskinan tahun tersebut disaat pandemi masih terjadi.Slogan sering mereka dengungkan kebijakan-kebijakan untuk rakyat. Justru setahun sebelumnya korupsi terhadap bansos menyakiti masyarakat. Dan disisi yang lain kita sering diperlihatkan ketidakadilan dalam penanganan pelanggaran prokes.Ada tebang pilih terhadap masyarakat lapis bawah. krisis kepercayaan terhadap hukum di negeri ini.Katanya negara hukum, namun sering tindakan oknum hukum tebang pilih dan tidak adil.

Dengan kebijakan yang berlevel level pun hanya mampu menurunkan persentase yang terkena virus covid19. Namun belum mampu meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat. Ketiadaan empati rezim ini terlihat kekayaan mereka melejit.Menurut data dari KPK daftar laporan kekayaan pejabat negara (LKPHN) naik sekitar 70%(17/9/2021,kompas.com). Baik Presiden bahkan para pembantunya melejit. Membuat rakyat bertanya-tanya disaat kondisi rakyat terdampak pandemi, phk dan kemiskinan baru terjadi justru para pejabat kekayaan mereka meningkat, darimana sumber-sumber kekayaan mereka? Pertama, berasal dari sumber pendapatan lain di luar gaji dan tunjangan mereka sebagai pejabat. Sebagaimana diketahui. Kedua, boleh jadi penambahan harta kekayaan mereka bersumber dari yang tidak halal, seperti hadiah atau fee dari para pengusaha (kelompok oligarki) sebagai kompensasi dari kebijakan penguasa yang mendukung bisnis mereka, suap-menyuap dan korupsi. Sebagaimana diketahui, korupsi para pejabat penyelenggara pada masa pandemi bukannya surut, malah makin gila-gilaan. Salah satunya korupsi triliunan rupiah uang bansos. 
 
Yang seharusnya mereka berkontribusi dalam mengatasi kesehatan dan ekonomi rakyat. Memiliki kepekaan secara pribadi untuk memberikan kontribusi mereka melalui dana mereka. Bukan justru hanya dari APBN bahkan meraup untung dari APBN. Andaikan semua pejabat memberikan gaji mereka sebulan saja tak akan mengurangi kekayaan mereka. Tapi paling tidak  justru rakyat bisa melihat kontribusi mereka. 

Realitas persoalan hak para nakes juga belum merata dan belum  mereka dapatkan. Padahal merekalah yang paling terdepan dalam mengatasi pandemi bahkan tak sedikit yang meregang nyawa. Ketika kepekaan itu hilang justru hanya hipokrit yang akan ditunjukkan kebijakanpun bisa jadi bukan untuk kepentingan rakyat tapi bagaimana pencitraan dan kepentingan yang terlihat. Dalam buletin media kaffah. ini, rasanya sulit bagi siapapun untuk menemukan pemimpin yang baik di dalam sistem pemerintahan sekular saat ini. Kalaupun ada, jumlahnya hanya segelintir orang. Sebabnya, mereka yang akan memegang tampuk kekuasaan sudah dipastikan berada di bawah kendali para cukong-cukong yang dulu men-support mereka dengan banyak gelontoran dana pada musim pemilihan. Mereka tentu akan lebih loyal kepada para pemodal mereka daripada kepada rakyat mereka. Karena itu jangan heran jika banyak pejabat yang kehilangan rasa empati sekalipun banyak rakyatnya yang menderita pada musim pandemi saat ini. Mereka lebih memilih memperkaya diri dan koleganya (oligarki) daripada peduli kepada rakyat mereka sendiri.


Harusnya Meneladani Rasulullah saw. dan Para khulafaur Rasyidin

Adakah di antara mereka yang berusaha meneladani Rasulullah saw. Dan salah satu Khalifah Umar bin al-Khaththab ra.? Tidak ada, kecuali sekadar klaim, yakni klaim dari para pendukung rezim ini bahwa pemimpin mereka mirip dengan Umar bin al-Khaththab ra. Faktanya tentu jauh panggang dari api.  Sebab mereka memang tidak  akan mungkin akan mengikuti Rasul dan para sahabat. Karena sistem pemèrintahannyapun tidak menggunakan sistem Islam kalaupun disamakan oleh para pendukung mereka hanyalah klaim semata. Dan bahkan tong kosong.


Kekuasaan adalah Amanah

Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah amanah. Sebagaimana diketahui, salah satu tujuan penegakan sistem pemerintahan Islam (Khilafah) yang menerapkan syariah Islam secara kaffah adalah untuk mensejahterakan rakyat. Seorang waliyul amri (pemimpin) dibebani amanah. Di antaranya menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya melalui kebijakan yang dia ambil. Peran dan tanggung jawab waliyul amri dalam masalah ini sangat besar. Kelak di akhirat ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT atas amanah kepemimpinannya. Nabi saw. bersabda:
فَاْلإِمَامُ اْلاَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِه
Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Amanah penguasa seperti dalam hadis di atas adalah memelihara urusan-urusan rakyat (ri’âyah syu`ûn ar-ra’yah). Ri’âyah itu dilakukan dengan siyasah (politik) yang benar, yaitu seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim. Ri’âyah atau siyâsah yang baik itu tidak lain dengan menjalankan hukum-hukum syariah serta mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Inilah seharusnya yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang amanah.

Pemimpin amanah akan menunaikan tugas ri’âyah, yakni memelihara semua urusan rakyatnya seperti: menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu warga negara); menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma; serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman. Dalam memelihara urusan rakyat, penguasa hendaklah seperti pelayan terhadap tuannya. Sebabnya, “Sayyidu al-qawmi khâdimuhum (Pemimpin kaum itu laksana pelayan mereka).” (HR Abu Nu’aim).

Rasul saw. banyak memperingatkan penguasa dan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim. Mereka adalah pemimpin jahat (HR at-Tirmidzi). Pemimpin yang dibenci oleh Allah SWT, dibenci oleh rakyat dan membenci rakyatnya (HR Muslim). Pemimpin yang bodoh (imâratu as-sufahâ’), yakni pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk Rasul dan tidak mengikuti sunnah beliau (HR Ahmad). Penguasa al-huthamah, yakni yang jahat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya (HR Muslim). Penguasa yang menipu (ghâsyin) rakyat (HR al-Bukhari dan Muslim). Sayangnya, sistem sekular saat ini justru banyak melahirkan para pemimpin yang banyak dicela oleh Rasulullah saw. sebagaimana dalam hadis-hadis di atas.

Alhasil, sistem sekular yang nyata-nyata rusak, dan melahirkan banyak pemimpin rusak, sudah saatnya dicampakkan dan ditinggalkan. Saatnya diganti dengan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Allah SWT berfirman:
وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَٰهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ
Andai kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini serta semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (TQS al-Mu`minun [23]: 71). 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar