Sekolah Kena Pajak, Makin Membebani Rakyat


Oleh : Dini Koswarini (Aktivis Dakwah)

Dunia pendidikan di negeri ini sepertinya tidak hanya terkena dampak saat pandemic, namun juga setelah pandemic nanti. Selain kebijakan pembelajaran jarak jauh hingga pembelajaran tatap muka terbatas selama pandemi. Pendidikan pun sudah mendapat request dari kementrian keuangan untuk menerapkan PPN sebesar 7% yang akan berlaku setelah negeri ini bebas dari pandemic.

Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) ini terdapat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan ini sedang dibahas oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Anggota Panja RUU KUP dari Fraksi PDIP Said Abdullah menyampaikan sejauh ini, pembahasan dengan pemerintah, bahwa PPN hanya akan dikenakan kepada sekolah yang tidak menjalankan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) atau tidak berorientasi nirlaba. (Kontan.co.id, 9/9/2021)

Meski demikian, wacana ini menimbulkan kontra. Salah satu kritikan datang dari jauh jauh hari sebelum adanya bocoran ketentuan mengenai penerapan PPN ini. Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah mengatakan, menurutnya pendidikan merupakan hak warga yang dijamin oleh negara. Apalagi pemerintah diamanatkan untuk membiayai pendidikan warganya, seperti yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945. (Tirto.co.id, 11/6/2021)

Tidak seharusnya pendidikan menjadi ranah yang dicari celahnya supaya dapat dipungut pajak, sekalipun hanya berlaku untuk pendidikan nirlaba. Kondisi ini sungguh kental seperti ciri sistem sekuler kapitalisme yang hanya mementingkan urusan materi. Sehingga pelibatan swasta dan masyarakat dalam pembangunan, termasuk pendidikan pun menjadi trend bahkan keharusan. Hal ini menyebabkan mandulnya peran negara.

Padahal Indonesia kaya akan sumber daya alam. Namun penerapan sistem kapitalis justru menjadikan penguasa salah kelola dalam menghasilkan nilai perekonomian mandiri. Sehingga sumber daya alam yang ada hanya dikuasai segelintir orang bahkan asing. Seharusnya pemerintah memikirkan usaha lain untuk meningkatkan taraf kehidupan. Sebagaimana yang ada dalam sistem Islam di masa lalu yang dapat menjamin setiap individu hidup sejahtera dan layak. 

Bahkan negara memberikan anggaran penuh untuk memenuhi kebutuhan pendidikan seluruh warganya. Baik itu muslim maupun nonmuslim, kaya ataupun miskin. Mereka mendapat fasilitas yang sama dan Negara memberikan semua itu secara cuma-cuma.

Perbedaan peran Negara ini terjadi sebab pengelolaan pajak yang berlaku dalam sistem Islam berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme pajak merupakan sumber utama keuangan, maka wajar jika semua kalangan warga wajib membayar pajak. 

Dalam negara Islam, terdapat sistem keuangan berbasis Baitulmal yang menjadikan negara memiliki sumber-sumber keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dengan pengelolaan sesuai syariat, termasuk biaya operasional untuk pendidikan. 

Tedapat dua sumber keuangan, diantaranya, pertama, bagian fai dan kharaj–yang merupakan kepemilikan negara–seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, bagian kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Apabila kedua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi, dan dikhawatirkan akan menimbulkan akibat negatif jika terjadi penundaan pembiayaannya. Maka negara wajib segera mencukupinya dengan cara berutang (qardh). 

Adapun cara pelunasan utang ini dengan menggunakan dana dari dharibah (pajak) yang dipungut dari kaum muslimin yang kaya saja.

Maka tidak mengherankan jika dengan aturan Islam yang sempurna, mampu memberikan kesejahteraan dan keberkahan dalam hal materi sekalipun. Sebab sistem Islam diterapkan sesuai dengan aturan dari Allah SWT.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar