Taliban dan Masa Depan Afganistan


Oleh : Rahmi Rahmawati, S.TP

Artikel CNN Indonesia (30/8) merilis sebuah artikel "Pesawat Terakhir Militer AS Resmi Tinggalkan Afghanistan" yang selengkapnya dapat dibaca pada: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210831035455-134-687563/pesawat-terakhir-militer-as-resmi-tinggalkan-afghanistan. Afghanistan sudah kembali jatuh ke pangkuan Taliban. Kelompok militan Islamis ini hanya membutuhkan waktu 10 hari untuk menguasai 26 dari 34 ibukota provinsi dan berhasil berlenggang masuk istana presiden di Kabul, Minggu 15 Agustus 2021, tak lama setelah Presiden Ashraf Ghani kabur ke luar negeri. Sebagaimana yang diberitakan VOA online (16/8), Presiden Afghanistan Ashraf Ghani bersama wakil presiden dan beberapa pejabat senior lainnya, Ahad (15/8) terbang keluar negara itu, sementara gerilyawan Taliban merebut kembali kekuasaan di Afghanistan 20 tahun setelah invasi Amerika menggulingkan mereka dari kekuasaan. Taliban berjanji menghormati hak-hak perempuan dan minoritas serta kebebasan berekspresi dalam hukum syariah. Dikatakan bahwa Taliban ingin memiliki hubungan damai dan ingin mengembangkan beberapa saluran komunikasi yang telah dibukanya dengan negara-negara asing.

Afghanistan saat ini merupakan salah satu dari negara termiskin dan penuh dengan konflik di dunia. Tapi di balik banjirnya konflik, ternyata negara itu menyimpan sumber kekayaan mineral yang terbilang besar. Menurut ilmuwan dan pakar keamanan yang mendirikan kelompok Ecological Futures, Rod Schoonover, Afghanistan adalah negara yang menyimpan tambang mulia sebesar satu triliun dolar. Bijih besi, tembaga, lithium, kobalt, dan logam langka adalah mineral yang terdapat di negeri tersebut. Lithium adalah salah satu bahan mineral yang menjadi salah satu bahan baku baterei mobil listrik. 

China diketahui selalu berkomunikasi dengan Taliban.  Pakar senior dari Austrian Institute for European and Security Policy, Michael Tanchum mengatakan, China memerlukan kekayaan Afghanistan terutama lithium untuk pasokan bahan baku baterei. Oleh karena itu, melalui Metallurgical Corporation of China (MCC), China akan melakukan pertambangan di provinsi Logar selama 30 tahun (Kompas.com, 20/8/2021). Negara lain yang memperebutkan kekayaan Afghanistan adalah Rusia dan AS. Meskipun AS telah menyerahkan Kabul kepada Taliban, ia tetap dapat mengontrol kondisi dari jauh. Hal ini terbukti dengan kesepakatan yang telah dibuat Taliban dengan AS. Dengan memberi kemenangan terhadap Taliban, AS berencana membentuk stabilitas politik yang aman, sehingga tidak ada kekacauan atau kelompok-kelompok yang menentang pemerintahan. Jika hal itu terjadi, kesempatan bisnis pertambangan pun terbuka lebar. Pun dengan Rusia. Selama ini negara tersebut terkenal memusuhi Islam. Sebagaimanan kita ketahui, Rusia merupakan penguasa Kazakstan dan Tajikistan. Agar tidak ada masalah keamanan dan politik di sana, Rusia mendukung pemerintahan baru Afghanistan. Di sisi lain, negara itu juga mengincar tambang mineralnya. Oleh karena itu, China dan sekutunya Rusia diprediksi akan menjalin kerja sama dengan pemerintah baru yang dipimpin Taliban. Afghanistan memiliki nasib tidak berbeda dengan negeri muslim yang lain, negara penjajah tidak benar-benar menghilangkan pengaruhnya. Maka dari itu pakar hubungan internasional, Farid Wadjdi mengingatkan bahwa keluarnya AS dari Afghanistan adalah sebuah penjajahan gaya baru dengan negara baru. Dikatakan gaya baru karena penjajahan fisik berubah menjadi penjajahan di bidang ekonomi, hukum, dan politik. Eksploitasi SDA makin masif dan rakyat makin miskin. Oleh karena itu, kerja sama dengan asing, baik dengan kapitalis barat yaitu AS dan sekutunya, ataupun kapitalis timur (China dan Rusia), tidak boleh terjadi agar SDA tidak diambil dan kebangkitan kaum muslim yang ril akan segera terwujud.

Faktanya, negara-negara penjajah tidak pernah sungguh-sungguh meninggalkan Afghanistan. Jubir Kemenlu AS, Ned Price, dengan kuat menekankan syarat pemberian pengakuan pemerintahan Taliban. Sesuai pernyataan Dewan Keamanan PBB, pemerintahan baru Afghanistan harus demokratis, memenuhi norma-norma internasional dan standar hak asasi manusia.  Meski Taliban berjanji tidak akan mendirikan negara Islam dan mencukupkan bentuk negara Imarah Islam Afghanistan, barat tetap ingin memastikan Taliban patuh menerima semua nilai-nilai barat tanpa kecuali. Sebab hegemoni suatu negara penjajah tidak akan sempurna tanpa penerimaan pemerintahan baru terhadap nilai-nilai ideologi negara penjajah. Bagi barat, tata dunia berdasarkan kapitalisme dan sekularisme merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.
Taliban harus menyadari bahwa banyak jebakan berbahaya yang mengikuti kesepakatan yang sudah diteken. Jebakan tersebut termasuk negara bangsa, ketidak-patuhan terhadap Syariah, pengakuan konvensi internasional, hak-hak perempuan dan lain-lain. Taliban harus belajar dari pengalaman gerakan Islam lainnya dan menjauhkan diri dari sistem non-Islam dan sistem buatan manusia. Taliban harus menyadari bahwa AS, barat dan PBB ada di sana untuk mendorong mereka menerima solusi sementara yang hanya mengabulkan hasrat penguasaan negara imperialis. Maka kita sebagai bagian dari kaum muslim mengingatkan Taliban untuk mengakhiri negosiasi dengan Amerika, sehingga tidak memberikan jalan bagi Amerika untuk mencapai apa yang tidak dapat dicapainya melalui perang, Kemudian hendaknya Taliban meyakini bahwa agenda utama kaum muslim adalah mengembalikan persatuan kaum muslim dalam Khilafah Islamiyah yang merupakan kewajiban dari Allah SWT dan merupakan ketaatan kepada Rasulullah SAW.

Wallaahu a’lam bisshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar