Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Pada hari Kamis, 30/09/2021, di Bali telah diselenggarakan Miss Queen Indonesia 2021. Ini merupakan kontes kecantikan bagi para transgener. Dalam kontes ini, Millen Cyrus, transgender dengan nama asli Millendaru Prakasa Samudero, 22 tahun, terpilih menjadi Miss Queen Indonesia 2021, dan dia berhak ikut Miss Internasional Queen 2022 nanti di Thailand.
Banyak komentar negatif ditujukan kepada Millen Cyrus.
"Kenapa ya harus ada acara-acara ginian," tulis netizen di akun gosip di Instagram @lamiscorner. "Bingung, ini prestasi apa aib," tulis yang lain. (Suara.com, 01/10/2021)
Ketua Bidang Pengkajian dan /Pengembangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Utang Ranuwijaya angkat bicara terkait acara Miss Queen Indonesia yang merupakan ajang untuk para transgender.
Menurutnya, ajang-ajang tersebut mestinya tidak boleh diadakan di Indonesia karena negara ini berasaskan Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sesuai sila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
"MUI melalui Munas ke-8 tahun 2010 telah mengeluarkan fatwa tentang transgender. Dalam fatwa tersebut disebutkan kalau perilaku seseorang yang seperti ini menunjukan bahwa dia mengalami kelainan kejiwaan yang mestinya diobati bukan dilombakan atau dipertontonkan di depan publik. Atasl dasar tersebut maka perbuatan transgender adalah aib bukan prestasi." (Republika.co.id, 03/10/2021)
Kontes tersebut bisa terselenggara karena adanya pembiaran negara terhadap kaum yang menyimpang, sehingga mereka bebas melakukan ajang maksiat. Hampir semua negara menerapkan liberalisme, termasuk negri ini, yang mana liberalisme mengusung paham kebebasan, maka keberadaan kaum yang menyimpang itu akan terus ada dan semakin berkembang karena komunitas tersebut berlindung dibalik nama HAM (Hak Asasi Manusia), dimana HAM menjamin kebebasan individu dalam bertingkah laku. Dalam pandangan HAM, setiap orang bebas bertingkah laku apa saja selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Atas nama HAM pula mereka menolerir keberadaan kaum menyimpang tersebut, sehingga aturan agama diabaikan dalam kehidupan, demi mengikuti hawa nafsunya. Hal ini jelas akan merusak kaum muslim dan menjauhkan umat dari hukum-hukum Allah.
Tidak ada yang lebih sempurna semua aturan kehidupan selain dalam Islam, karena Islam menjadikan Al Qur'an dan Sunah sebagai sumber hukum seluruh permasalahan manusia, termasuk permasalahan LGBT. Allah menegaskan haramnya perilaku LGBT dengan melaknat dan mengazab kaum Nabi Luth yang menyimpang.
Dalam Islam ada beberapa langkah untuk mencegah terjadinya kaum yang menyimpang,
Pertama, Negara menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat agar menjauhi semua perilaku menyimpang dan maksiat. Negara juga menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran dan sistem Islam dengan melalui semua sistem, terutama sistem pendidikan baik formal maupun non formal dengan beragam institusi, saluran dan sarana. Dengan begitu, rakyat akan memiliki kendali dari diri mereka yang menghalanginya dari perilaku LGBT. Rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran dan budaya yang merusak. Rakyat tidak didominasi oleh sikap hedonis serta mengutamakan kepuasan hawa nafsu.
Kedua, Negara akan menghentikan penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan sesama jenis maupun berbeda jenis. Negara akan menyensor semua media yang mengajarkan dan menyebarkan pemikiran dan budaya rusak seperti LGBT. Masyarakat akan diajarkan bagaimana menyalurkan gharizah nau’ dengan benar, yaitu dengan pernikahan. Negara pun akan memudahkan dan memfasilitasi siapapun yang ingin menikah.
Ketiga, Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyat, sehingga tak akan ada pelaku LGBT yang menjadikan alasan ekonomi (karena miskin, lapar, kekurangan dll) untuk melegalkan perilaku menyimpangnya.
Keempat, Jika masih ada yang melakukan, maka sistem ‘uqubat (sanksi) Islam akan diberlakukan. Hal itu untuk memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa (fungsi zawajir) disamping ampunan dosa bagi pelaku di akhirat kelak (fungsi jawazir). Diantara rincian hukum sanksinya adalah :
1. Hukuman bagi Lesbian, berupa ta'zir yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditetapkan oleh Khalifah.
2. Hukuman bagi homoseksual/gay (pelaku liwath) adalah hukuman dibunuh. Imam Ibnu Kudamah menyatakan para ulama telah sepakat bahwa hukuman para pelaku homoseksual adalah dibunuh, baik pelakunya itu Muhson atau ghairu Muhson. Dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (sebagaimana yang dilakukan kaum Luth), maka bunuhlah ke dua pasangan liwath tersebut." (HR. Tirmidzi : 2456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727). Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam tata cara untuk membunuh pelakunya. Menurut Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhuma, cara membunuh kaum gay harus dibakar dengan api pelakunya, sementara Ibnu Abbas berpendapat, pelakunya dijatuhkan dari bangunan tertinggi dengan kepala yang ada dibawah, dan setelah sampai di tanah, dilempari dengan batu. Sedangkan Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhuma berpendapat bahwa pelaku homoseksual dibunuh dengan cara ditimpakan dinding tembok kepadanya sampai ia mati.
3. Untuk hukuman biseksual, maka perlu dikaji faktanya, jika yang dilakukan biseksual sesama jenis laki-laki dengan laki-laki, maka diberi sanksi sebagai hukuman sesama jenis yaitu liwath dengan hukuman mati. Jika dilakukan sesama jenis perempuan, maka dihukum ta'jir. Jika dilakukan berlainan jenis, maka dihukumi sebagai hukuman zina, yaitu hukuman rajam jika pelakunya sudah Muhson, dan jika pelakunya ghairu Muhson, maka dihukum cambuk 100 kali.
4. Hukuman kepada transgender, yakni para Mukhonnatsin yaitu laki-laki yang menyerupai wanita atau para Mutarojjilat yaitu wanita menyerupai laki-laki, maka mereka diusir dari perumahan atau kampung mereka. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW melaknat Al Mukhonnatsin dari kaum laki-laki dan Al Mutarojilat dari kaum perempuan. "Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian" maka Rasulullah SAW mengeluarkan si Fulan dan Umar mengeluarkan si Fulan (HR. Ahmad, Bukhari dan Abu Dawud)
Hanya negara Khilafah yang sanggup mencegah dan menghentikan kaum yang menyimpang, karena umat akan dibangun ketakwaannya, diawasi perilakunya oleh masyarakat agar tetap terjaga, dan dijatuhi sanksi bagi mereka yang melanggarnya sesuai syariah Islam.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar