Impor Garam Meningkat, Garam Lokal Melarat


Oleh: Nuryanti (Lingkar Studi Muslimah Bali)

Pemerintah sepakat impor garam lagi. Dikutip dari merdeka.com (24/9/2021) bahwa Bapak Jokowi kembali memutuskan impor garam industri sebanyak 3 juta ton tahun ini. Jumlah yang cukup fantastis. 

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan dalam rapat kementrian koordinator bidang perekonomian beberapa waktu lalu bahwa langkah ini diambil dengan berbagai alasan. Diantaranya yaitu masih rendahnya kualitas dan kuantitas garam lokal, dan tidak terpenuhinya jumlah produksi garam lokal untuk permintaan garam industri. Oleh karena itu, langkah yang paling cepat adalah impor garam.

Menteri Perdagangan (Mendag), Muhamad lutfi, juga menjelaskan langkah impor garam 3 juta ton tahun ini juga dikarenakan kebutuhan garam industri yang meningkat. Sementara produksi garam lokal yang dihasilkan petambak garam yang ada di Indonesia masih rendah. Ditambah pula dengan alasan karena kualitas dan kuantitas garam dalam negeri belum menyamai standarisasi garam impor.

Luthfi juga menjelaskan bahwa untuk menyamai kualitas dan kuantitas garam impor, garam lokal (garam dalam negeri) harus bisa lebih jeli melihat peluang dan melakukan pengembangan kualitas dan kuantitasnya juga. 

Dilihat dari data BPS juga nampak peningkatan kebutuhan impor garam dikarenakan meningkatnya kebutuhan pengguna garam industri yang baru dan kebutuhan industri yang sudah ada sebelumnya.

Data ini menyebutkan kebutuhan garam di sektor industri di tahun 2021 mencapai sekitar 4,6 juta ton. Kebutuhan terbesar ada pada industri makanan dan minuman, industri farmasi, industri kimia, serta industri pulp dan kertas.

Jika alokasi impor garam dilakukan tahun ini sebanyak 3 juta ton, maka menjadi impor terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2011 Indonesia impor sekitar 2,835 juta ton garam, dan di tahun 2018  impor garam sekitar 2,839 juta ton. Peningkatan ini akan terus terjadi di setiap tahunnya. Ini disebabkan karena pertumbuhan industri yang cukup tinggi dan perluasan yang begitu luas di sektor industri. Pertumbuhan ini mengalami peningkatan hingga 7% setiap tahunnya. Bahkan Indonesia mendapat pemasukan devisa 500 kali lipat dari impor garam.

Jika hal ini selalu dilakukan, maka perekonomian Indonesia akan terus mengalami penurunan. Padahal dalam hal produksi, Indonesia memiliki lahan untuk petambak garam  nasional seluas 27.047,65 ha.dan jumlah petambak garam sebanyak 19.503 orang.

Melihat dari luas lahan dan jumlah petambak yang ada, seharusnya Indonesia bisa mengatasi kekurangan garam industri saat ini. Maka kebijakan pemerintah untuk mengimpor garam sebesar ini sangat disayangkan. Terbukti bahwa pemerintah gagal mewujudkan  tingkat swasembada.

Indonesia juga memiliki potensi gunung garam, seperti di Kalimantan dan bisa juga memaksimalkan melahirkan petambak-petambak baru untuk mengurangi jumlah penggangguran yang ada saat ini. Bermodal teknologi saat ini, petambak harus mendapat perhatian dari pemerintah, karena saat ini petambak garam masih memakai cara alami hanya bergantung pada cuaca.

Dari segi transportasi banyak terjadi penghambatan dalam kelancaran produksi garam lokal. Dari segi distribusi, rantai tata niaga masih terlalu panjang, banyaknya distorsi pasar, serta penyerapan yang rendah dari tata kelola. 
Buruknya distribusi ini terjadi bukan karena masalah teknis tetapi akibat logika  yang diambil pemerintah. 

Kekuasaan yang dipegang hanya untuk sebagai regulator, operator, atau sebagai calo saja. Akhirnya aturan dibuat hanya untuk kepentingan korporasi atau investor besar.  Inilah tabiat dari kapitalisme demokrasi.

Berbeda dengan tata kelola garam di Pemerintahan Islam (Negara Khilafah) yang berasaskan hukum syariat. Hukum yang segala sesuatu diatur oleh Islam, tata negara Islam, serta perpolitikan Islam.

Peran pemerintah sebagai pengayom atau pelayan rakyat (raa'in) akan melindungi rakyat. Negara hadir dengan prinsip yang benar yaitu bertanggung jawab mulai dari perencanaan, produksi, distribusi hingga realisasi. Yaitu memecahkan permasalahan hajat rakyat serta keberlangsungan usaha petambak semua diatur dan diperhatikan oleh Negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
"Imam (Khalifah) adalah pengurus (raa'in) rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya" (H.R Ahmad Bukhori)

Negara memaksimalkan potensi sumber daya alam dan mendukung sepenuhnya petambak garam melalui edukasi, pelantikan, dukungan, sarana penelitian dalam produksi garam serta infrastruktur penunjang.

Negara juga menciptakan pasar yang sehat dan menghilangkan penyebab persaingan pasar agar tidak terjadi kecurangan. Negara juga menjamin bahan makanan yang halal dan toyyib.

Di samping itu, Negara juga bertanggung jawab dalam memberikan sanksi berefek jera kepada pelaku kejahatan. Sedangkan aktivitas perdagangan luar negeri benar-benar dipantau secara ketat oleh negara agar tidak terjadi kecurangan perindividu atau golongan.

Dilakukan ataupun tidak, impor suatu barang bergantung pada kebijakan Khalifah (pemimpin) bukan individu atau suatu golongan tertentu. Bukan pula karena intervensi atau keterikatan perjanjian internasional.

Ketika kebijakan impor diambil, maka harus memperhatikan status negara pengimpor dan status hukum barang. Jikapun ingin mengimpor garam, maka harus diperbaiki dulu sistem di negeri ini. Perlu dibenahi dan diganti menjadi sistem Islam. Institusinya pun akan menjadi Daulah Khilafah Islamiyah yang akan menjalankan Islam secara kaffah.

Wallahu a’lam bish showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar