Konten Negatif Tumbuh Subur dalam Sistem Demokrasi


Oleh: Amallia Fitriani

Pandemi Covid-19 telah banyak mengubah kehidupan sosial masyarakat di mana masyarakat saat ini sangat akrab menggunakan smartphone dan laptopnya. Kebiasaan baru masyarakat ini yang terbiasa menggunakan segala aplikasi dalam smartphone ternyata menimbulkan dampak buruk karena  banyak warganet terpapar konten negatif yang menyesatkan akibat masifnya penggunaan teknologi komunikasi digital selama pandemi.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate yang mengatakan, bermigrasinya aktivitas ke media komunikasi daring selama pandemi juga meningkatkan paparan konten negatif ke pengguna internet. Menurut Menkominfo, salah satu penyebab banyak warganet yang terpapar konten negatif yang menyesatkan adalah karena masifnya penggunaan teknologi komunikasi digital sebagai dampak dari pandemi Covid-19 (Liputan6.com, 19/9/2021 ).

Dilansir siaran pers di laman Kominfo, Minggu (19/9/2021), hingga September 2021, Menkominfo menyebut mereka telah menghapus 24.531 konten negatif. Konten negatif yang dihapus termasuk 214 kasus pornografi anak, 22.103 konten terkait terorisme, 1.895 misinformasi Covid-19, dan 319 misinformasi vaksin Covid-19.

Menkominfo juga menjelaskan bahwa pemerintah punya tiga pendekatan untuk meredam sebaran konten negatif di internet yaitu di tingkat hulu, menengah, dan hilir. Untuk hulu, contohnya, Kominfo telah menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital ke masyarakat. Pun, dia melanjutkan untuk pendekatan di tingkat menengah, Kominfo juga mengambil langkah preventif dengan menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital. Menurut dia, langkah ini diterapkan jika menemui akun yang mendistribusikan kabar bohong terkait COVID-19 seperti vaksinasi.

Kemudian, di tingkat hilir, ia menambahkan, Kominfo juga mengambil tindakan demi mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di ruang digital. Upaya ini dengan melakukan pendekatan yang melibatkan instansi pemerintah, komunitas akar rumput, media konvensional dan sosial, hingga akademisi. "Pendekatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan situs web, akun media sosial, dan saluran lainnya yang dioperasikan pemerintah, antara lain untuk menangkal penyebaran hoax, disinformasi, misinformasi maupun malinformasi terkait pandemi COVID-19," katanya.

Patut kita apresiasi segala daya upaya yang telah pemerintah lakukan untuk menghalang penyebaran konten negatif di negeri ini. Namun jika berbicara fakta, nyatanya setelah sekian ribu konten negatif dihapus, muncul lagi konten-konten negatif lain dalam waktu singkat bak jamur yang tumbuh subur dimusim penghujan.

Lalu pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya adalah karena sistem demokrasi yang diterapkan saat ini lah yang ternyata menumbuhsuburkan konten-konten negatif di tengah-tengah masyarakat. Sistem demokrasi mengusung prinsip kebebasan dalam berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan dalam pergaulan. Hingga dengan dalih kebebasan tersebut para pelaku bebas membuat konten-konten negatif.

Solusi yang dilakukan pemerintah saat ini hanya menjadi solusi yang tambal sulam dan gagal melindungi warganya dari paparan konten negatif. Pendekatan pemerintah dalam pemberantasan konten negatif baik dari hulu, menengah, dan hilir terkesan tindakan yang bersifat praktis, dan tidak menyentuh akar permasalahan. Maka butuh solusi tuntas untuk menghentikan penyebaran konten negatif secara total sampai ke akar.


Islam Mampu Menjadi Solusi Untuk Menghilangkan Konten Negatif 

Dalam sistem Islam sungguh media berperan strategis dalam perubahan sosial dan kultural masyarakat. Masifnya perkembangan teknologi mau tidak mau memunculkan banyaknya kreator konten dan para influencer. 

Dalam sistem Islam, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam pemberantasan konten negatif. Pertama, tentu perlu didefinisikan terlebih dahulu mengenai konten negatif dalam pandangan Islam itu seperti apa. Dalam pandangan Islam, khair (kebaikan/positif) itu sesuai dengan aqidah dan syariat Islam, sedangkan syarr (keburukan/negatif) itu tidak sesuai dengan aqidah dan syariat Islam. Dengan demikian, segala konten yang bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam itu dianggap negatif. Maka dari itu, langkah berikutnya adalah negara perlu mengedukasi warga negara dengan pemahaman tentang aqidah dan syariah yang bisa dilakukan melalui institusi-institusia pendidikan ataupun melalui media-media informasi. Dengan adanya edukasi yang massif seperti ini, warga negara diharapkan terbentuk ketaqwaan dan kepribadian Islam, yang dengan itu warga akan menahan diri atau tidak melakukan penyebaran konten negatif/konten tidak Islami. 

Upaya berikutnya yang akan dilakukan di dalam sistem Islam adalah akan ada undang-undang yang memuat panduan umum pengaturan informasi yang mendukung keteguhan masyarakat Islam dalam memegang syariat. Akan ada aturan ketat bagi setiap pengguna internet agar tidak menyebarkan konten yang mengandung syirik, atau ide-ide sesat dan berbahaya yang dapat mendangkalkan akidah umat.

Islam juga mengajarkan etika dalam penggunaan internet. Pertama, isi konten hendaknya mengandung nilai pendidikan yang baik dan mendorong setiap manusia hidup sesuai ajaran Islam. Kedua, konten yang bersih dari penipuan dan kebohongan. Ketiga, berisi peringatan agar setiap orang tidak melanggar hukum syariat. Keempat, tidak melakukan fitnah, baik secara tulisan atau gambar yang merugikan kehormatan orang lain.Kelima, dilarang membuka aib orang lain kecuali mengungkapkan kezaliman. Keenam, dilarang mengadu domba seseorang atau sekelompok orang yang dapat menimbulkan perpecahan di tengah umat. Ketujuh, tidak menyebarkan konten yang berisi pornografi, pornoaksi, ataupun pelecehan seksual—termasuk pula yang mengandung unsur elgebete—karena semua itu diharamkan dalam Islam.

Sungguh luar biasa pencegahan munculnya konten negatif serta penanganannya dalam Islam. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah konten-konten negatif bisa diatasi, karena Islam adalah agama yang sempurna yang berasal dari Allah SWT di dalam nya ada aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan dan mamampu memecahkan semua problematika kehidupan. 

Wallahu a'lam biasshowwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar