Oleh: Yunita (Ibu Rumah Tangga)
Lagi-lagi, kaum Yahudi Israel memantik kemarahan muslim dunia, khususnya Palestina. Pekan lalu, diam-diam penduduk Yahudi, Rabi Aryeh Lippo berdoa di masjid Al Aqsho. Pengadilan Magistrait pun menganggap tindakan tersebut bukan tindakan kriminal. Keputusan pengadilan rendah Israel yang memperkenankan umat yahudi berdoa di kompleks Masjid Al Aqsho sontak memicu ketakutan warga Palestina. Mereka khawatir Yahudi akan merambah situs suci umat Islam di Yerusalem. Walaupun akhirnya pengadilan Distrik Yerusalem menegaskan kembali larangan umat Yahudi untuk berdoa dan beribadah di kompleks Masjid Al Aqsho pada Jumat, 8 oktober (CNN Indonesia, 9/10/2021).
Atas kejadian tersebut, Perdana Menteri Palestina, Mohammad Ibrahim Shtayyeh meminta Amerika Serikat memenuhi janjinya mempertahankan status quo kompleks tersebut. Selain itu, ia meminta dukungan terhadap Palestina dari negara-negara Arab. Status quo yang sudah ditetapkan pada 1967, menyatakan bahwa hanya Muslim yang dapat beribadah di dalam al-Haram al-Sharif, atau yang dikenal dengan kompleks Masjid Al Aqsho, yang memiliki luas 14 Hektar. Adapun non muslim bisa berkunjung namun tidak untuk berdoa dan beribadah di dalamnya. Para analis melihat bahwa adanya pergeseran status quo ini seiring disepakatinya normalisasi Uni Emirat Arab (UEA) terhadap Israel. Padahal Palestina telah mengingatkan UEA seharusnya tidak boleh mengintervensi urusan Masjid Al Aqsho.
Konflik yang Tak Berakhir
Cukup panjang rasanya, jika kita telusuri sejarah konflik Israel-palestina. Namun secara kontemporer, pendudukan Israel bermula setelah Perang Dunia Pertama. Lahirnya Perjanjian Sykes-Picot telah menjadikan wilayah Palestina dibagi menjadi wilayah internasional di bawah kendali Inggris. Padahal sebelumnya, Palestina berada di bawah naungan Daulah Ustmaniyah. Lebih jauh lagi, wilayah Palestina dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab dari kekuasaan kekaisaran Byzantium. Lepasnya wilayah Palestina ke tangan Inggris saat itu, mampu melanggengkan kaum Yahudi Eropa mulai bermigrasi menduduki wilayah Palestina. Sampai saat ini kaum Yahudi terus memperluas jajahannya di wilayah Palestina. Di bawah legalitas Majelis Umum PBB, tanah palestina dibagi dua wilayah. Wilayah penduduk Yahudi meliputi Gurun Negev, dataran pantai antara Tel Aviv dan Haifa, dan Sebagian Galilea Utara. Adapun penduduk muslim Palestina, meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, Jaffa, dan sector Arav dari Galilea. Tentu saja pembagian ini ditentang oleh warga Palestina dan sejumlah negara tetangga. Ini dikarenakan kaum yahudi hanyalah pendatang di tanah palestina. Eksistensi Yahudi Israel sungguh telah banyak mengusik ketenangan muslim Palestina. Bahkan berbagai kejahatan Israel telah membuat warga Palestina senantiasa menderita.
Mengakhiri Eksistensi Israel
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang bahwa untuk mengakhiri pendudukan Isrel atas palestina dibutuhkan ketegasan dari negeri-negeri muslim. Tidak hanya bergantung pada organisasi-organisasi dunia yang hanya berujung pada kesepakatan atau pun perjanjian-perjanjian yang notabene tidak menghentikan arogansi Yahudi Israel. Namun sayang, sampai saat ini belum ada negara yang mampu untuk membantu menghentikan konflik Israel-Palestina tersebut. Penyatuan negeri-negeri muslim sedunia pun tampaknya masih sulit teralisasi. Mereka masih berkutat pada batas-batas territorial. Padahal sejatinya penderitaan Palestina dapat berakhir jika ada pengiriman pasukan muslim dari berbagai negeri-negeri muslim dunia. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II dan Panglima Salahudin. Kepemimpinan ini yang akan melindungi harta, kehormatan, dan jiwa kaum mukmin di mana pun berada. Kaum muslim pun dapat saling menolong tanpa melihat lagi entitas bangsa yang berbeda-beda. Semoga kepemimpinan Islam segera terwujud sehingga dapat menuntaskan berbagai konflik dunia, tak terkecuali konflik Israel-Palestina.
Wallahu’alam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar