Nasib Guru Honorer dalam Bayang-bayang Kapitalisme


Oleh : Ade Rosanah (Komunitas Pena Islam)

Sampai saat ini Indonesia memiliki jumlah tenaga pengajar honorer yang lebih banyak dibandingkan jumlah tenaga pengajar yang berstatus PNS. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, jumlah guru yang tercatat saat ini ada 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sedangkan, jumlah peserta didik mencapai 52.539.935 orang. Hitungan rata-rata perbandingan antara pendidik dan peserta didik adalah 1:16. Ternyata rasio ideal untuk memenuhi layanan belajar adalah dengan melihat dari status kepegawaian. Jadi, sangat jelas bahwa guru honorer memiliki peranan yang sangat penting untuk dunia pendidikan.

Saat ini terdapat 62,2% guru berstatus honorer dan 47,8% (1.607.480) guru berstatus PNS. Maka, untuk memenuhi standar kelayakan pelayanan belajar, saat ini pemerintah membutuhkan tambahan tenaga pendidik yang berstatus ASN. Untuk itu, tahun ini pemerintah memberi peluang untuk guru honorer menjadi calon ASN dengan mengikuti ujian seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Pemerintah mengadakan ujian seleksi bagi guru honorer melalui jalur PPPK. Ujian tahap 1 akan dilaksanakan pada tanggal 13-17 September 2021. Pada tahap awal akan diikuti 629.496 peserta ujian (Kompas.com, 10/9/2021).

Namun, kritikan datang dari Irwan Fecho yang sekarang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat. Beliau mengatakan, "Seharusnya proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK dilakukan dengan melihat masa pengabdian guru honorer. Bagi guru honorer dengan masa pengabdian yang lama bisa diangkat secara langsung tanpa melalui serangkaian ujian. Karena ini merupakan persaingan yang tidak seimbang. Guru yang sudah cukup masa pengabdiannya akan kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda pengabdiannya serta memiliki kompetensi lebih. Nasib guru honorer saat ini sangat memprihatinkan, mereka belum juga diangkat dan seharusnya pengabdiannya itu diapresiasi dan diafirmasi" (Sindo.com, 19/9/2021).

Jelas sekali, melalui ujian PPPK pemerintah membuka peluang bagi guru honorer untuk mengubah statusnya menjadi ASN. Tenaga pendidik dengan status ASN akan secara otomatis mendapatkan gaji serta tunjangan yang bisa mengubah nasibnya. Namun di sisi lain, ujian PPPK merupakan suatu beban bagi guru honorer yang sudah tua. Karena sesuai fakta di lapangan, para guru yang sudah tua mengalami banyak kesulitan ketika mengikuti ujian dengan soal dan standar tinggi yang ditentukan. Jadi, seleksi PPPK merupakan bentuk ketidakadilan dari pemerintah untuk para guru honorer.

Seharusnya bagi mereka yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk dunia pendidikan di negeri ini mendapatkan gaji yang layak untuk kesejahteraan hidupnya. Tetapi, nyatanya dalam sistem Kapitalisme status honorer para guru menjadi penghalang mereka untuk mendapatkan kesejahteraan. Mereka digaji sesuai status yang disandangnya. Gaji yang sangat rendah dan tidak menentu berlaku untuk guru honorer. Sedangkan, guru berstatus PNS mendapat gaji yang lumayan besar. Kondisi para guru saat ini, khususnya status honorer berbanding terbalik dengan kondisi para pejabat DPR RI yang gaji dan tunjangannya bisa mencapai puluhan juta rupiah tiap bulannya.

Akhirnya, kecemburuan sosial pun terjadi antara guru honorer dengan guru PNS. Bagaimana tidak, dalam mengemban tugas mengajar dan beban administrasi, guru honorer dan guru PNS adalah sama. Tetapi, gaji yang didapatkan keduanya jauh berbeda. Maka, pemerintah bisa dikatakan tidak adil dalam memperlakukan para guru honorer. Ujian seleksi PPPK untuk para guru honorer ternyata bukanlah solusi yang akan mengantarkan para guru honorer pada kesejahteraan. Justru ini hanya sekadar beban administrasi untuk mereka. Karena ketika pengajar honorer mengikuti seleksi ujian, berarti ada dua kemungkinan hasilnya yaitu lolos dan tidak lolos. Bagi yang lolos tes bisa mendapatkan harapan kesejahteraan ada di depan mata. Tetapi, bagi yang tidak lolos tes apa yang mereka dapatkan? Harapan kesejahteraan hilang dengan prosedur yang hanya bersifat formalitas semata. Di mana bentuk penghargaan dari pemerintah atas pengabdian mereka dalam mendidik generasi bangsa selama ini?

Menggaji tenaga pendidik berdasarkan status, menjadi potret buruknya sistem pendidikan Kapitalisme. Kapitalisme Sekuler hanya membuat kesenjangan dalam kehidupan para guru honorer. Meskipun hidup dalam keterbatasan ekonomi, masih ada guru yang tulus dalam menjalankan amanahnya mengajar. Menjamin kesejahteraan para guru yang menjadi tanggung jawab negara tidak bisa diwujudkan dengan sistem saat ini. Nasib para guru honorer terkatung-katung tanpa ada kejelasan dan solusi tuntas untuk mengatasi seluruh permasalahannya. Sistem pendidikan Kapitalisme yang hanya membuat fokus para pengajar terbagi. Terbagi untuk mengajar peserta didik dan mengejar hak yang bisa menyejahterakan kehidupannya.

Dengan demikian, tidak bisa para guru honorer terus hidup di bawah bayang-bayang sistem Kapitalisme. Sistem Kapitalisme yang harus segera ditinggalkan. Menggantinya dengan sistem pendidikan yang baik. Di mana para guru mendapat perhatian penuh dari negara. Para guru memiliki taraf kehidupan yang sejahtera.

Kesejahteraan yang idamkan para guru akan terwujud ketika Khilafah yang menjadikan Islam sebagai sistem yang diterapkan negara. Khilafah akan memperlakukan para pendidik secara mulia. Karena dalam Islam pendidikan merupakan hak dasar yang harus didapatkan seluruh lapisan masyarakat. Termasuk menyediakan tenaga pendidik yang profesional dan fasilitas yang layak seperti sekolah, perpustakaan bahkan laboratorium untuk menunjang proses belajar para siswa. Menyediakan para guru berserta gaji yang pantas diterimanya.

Tidak akan ada dikotomi status. Tenaga pendidik dalam Khilafah semuanya berstatus sebagai pegawai negara. Pegawai negara yang berhak mendapatkan gaji yang setimpal atas semua jasanya. Gaji yang dapat menjamin kesejahteraan hidupnya. Seperti yang terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab, para guru mendapatkan gaji sebesar 15 dinar. Sedangkan pada masa Bani Abbasiyah para guru mendapatkan gaji 200 dinar. Saat ini 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas. Berarti gaji guru saat ini bisa mencapai 51 juta rupiah bahkan lebih dari itu. Semua pembiayaan pendidikan termasuk gaji para guru berasal dari pos yang ada di baitul maal.

Bisa kita bandingkan bagaimana Islam sangat memperhatikan nasib para guru. Mereka menjalankan tugasnya dengan fokus. Mendidik generasi menjadi manusia yang faqih fiddin, menguasai sains dan teknologi. Mengajarkan peserta didiknya tsaqofah Islam, pengetahuan umum dan teknologi sebagai bekal kehidupan untuk menyelesaikan permasalahan yang akan ditemui dalam kehidupan. Sistem pendidikan Islam dalam Khilafah memiliki keunggulan dalam mencetak generasi. Generasi yang tidak hanya cerdas dalam bidang akademi saja. Tetapi, generasi yang memiliki budi pekerti yang luhur sesuai dengan kepribadian Islam.

Sejatinya para guru adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan. Pendidikan berada di tangan mereka. Guru berkolaborasi dengan sistem terbaik yakni sistem pendidikan Islam dalam naungan Khilafah akan melahirkan generasi pemimpin peradaban Islam di masa depan. Guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa harus senantiasa kita hormati dan hargai. Negara wajib berperan mengapresiasi semua jasa dan pengabdian para guru dengan jaminan kesejahteraan untuknya.

Wallahu'alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar