Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Wacana pemberian nama jalan Mustafa Kemal Ataturk (MKA), seorang tokoh sekuler mantan Presiden pertama Turki, yang akan menjadi nama salah satu jalan di kawasan Menteng, Jakarta pusat menuai kontroversi dari berbagai pihak.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menolak pergantian tersebut, karena bila dilihat dari fatwa MUI, maka MKA adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan.
MKA merupakan seorang tokoh yang telah mengacak-acak ajaran Islam. Ia menilai banyak hal yang sudah dilakukan MKA bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam Alquran dan sunah.
Langkah yang dilakukan MKA demi menjadikan Turki menjadi negara maju dengan cara menjauhkan rakyat dari ajaran agama Islam.
"Jadi MKA ini adalah seorang tokoh yang sangat sekuler, yang tidak percaya ajaran agamanya akan bisa menjadi solusi dan akan bisa membawa Turki menjadi negara maju,"
Anwar juga mengatakan, langkah pemerintah yang hendak mengabadikan nama Ataturk sama dengan menyakiti hati umat Islam Indonesia. Ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki dasar negara Pancasila yang menjunjung Ketuhanan Yang Maha Esa. (cnnindonesia.com, 17/10/2021)
MUI sendiri pernah mengeluarkan fatwa tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama pada 2015 lalu. Fatwa itu pada intinya menyatakan bahwa Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Ketua Dewan Pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) wilayah DKI Jakarta Khoirudin, menyebutkan, Mustafa Kemal Ataturk adalah tokoh yang dianggap kontroversial, terutama di dunia Islam. Semasa hidupnya, Ataturk telah mengeluarkan kebijakan yang merugikan umat Islam dan diktator. Atas dasar itu, Khoirudin menegaskan, pihaknya mengecam keras rencana pemerintah pusat mengajukan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai sebuah nama jalan. (kompas.com, 18/10/2021)
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam konferensi pers terkait kunjungan bilateral ke Turki pada 12 Oktober 2021 mengatakan Pemerintah Turki telah memberikan nama Jalan Ahmet Soekarno di Ankara.
Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Turki, Lalu Muhamad Iqbal membenarkan rencana penamaan Jalan Mustafa Kemal Ataturk di Menteng, Jakarta Pusat. Pemberian nama itu merupakan upaya untuk mendekatkan diri antara RI dan Turki.
Sebagai imbal balik, Turki mengizinkan agar nama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara diberi nama Ahmed Sukarno. Dan pemberian nama Jalan Mustafa Kemal Ataturk di Jakarta sebagai konsekuensi atas nama Jalan Ahmed Sukarno di Ankara, karena status keduanya sebagai pendiri negara Turki dan Indonesia.
Sebagai simbol kedekatan kedua bangsa yang sudah dimulai sejak abad ke-15, Turki setuju memenuhi permintaan kita untuk memberikan nama jalan di depan KBRI Ankara dengan nama Bapak Proklamasi kita, Ahmet Sukarno. Sesuai tata krama diplomatik, kita akan memberikan nama jalan di Jakarta dengan nama jalan Bapak Bangsa Turki." (republika.com, 18/10/2021)
Bagaimana bisa kita menghormati nama MKA yang dibenci umat Islam Turki dan negri ini sebagai nama jalan di ibukota?, dimana MKA telah nyata melakukan berbagai konspirasi untuk meruntuhkan sistem Khilafah yang sudah ratusan tahun menaungi Turki dan negeri-negeri Islam lainnya. Mustafa Kemal Ataturk menginginkan Turki yang menerapkan syariat Islam berubah menjadi peradaban Barat. Ia menganggap Islam sebagai penyebab kemunduran Turki. Karena itulah, agenda utamanya adalah penghapusan sistem Khilafah. Berperan sebagai agen Inggris, ia bergabung bersama gerakan Turki Muda yang menjadi awal perlawanannya untuk merusak sistem Khilafah saat itu.
Pada tanggal 1 November 1922, Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal Ataturk menghapuskan Kekhalifahan. Selanjutnya, pada 13 Oktober 1923, pusat pemerintahan pindah dari Istanbul ke Ankara. Akhirnya, Dewan Nasional Agung pada 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya Negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal Ataturk sebagai Presiden Republik Sekuler Turki. Setelah Khilafah resmi diruntuhkan pada 3 Maret 1924, Ataturk menetapkan kebijakan sekuler radikal.
Adapun kebijakan Mustafa Kemal Ataturk setelah menjadi Presiden Turki adalah, menghapus seluruh syariat Islam pada 1926, menjadikan warisan antara laki-laki dan perempuan setara, melarang rakyat Turki untuk melakukan ritual ibadah haji atau umrah, melarang bahasa Arab di sekolah, melarang azan di masjid-masjid, melarang hijab (pakaian wanita sesuai syariat) di Turki, mencoret nama Mustafa dari namanya, menghapus perayaan Idulfitri dan Iduladha, menjadikan hari Ahad sebagai hari libur mingguan menggantikan hari Jumat, menghapus huruf Arab dari bahasa, mengubah Masjid Hagia Sofia menjadi museum, mengubah sumpah “demi Allah” menjadi sumpah “demi kehormatan” ketika penyerahan jabatan (pelantikan), mengeksekusi ratusan ulama dan ahli fikih yang menolak pendekatannya, sebelum matinya, ia berwasiat agar kaum muslim jangan menyalati jenazahnya, dan MKA mengatakan di depan parlemen Turki pada 1923, “Sekarang kita berada di abad ke-20 dan era industri yang tidak dapat berjalan di belakang kitab yang membahas at-tÄ«n wa al-zaitÅ«n (maksudnya adalah Al-Qur’an Al-karim).”
Syaikh DR. Sayyid Husein Al Affani, dalam kitabnya Al Jaza Min Jinsil Amal, mengisahkan bahwa sebenarnya Mustafa Kemal sudah mulai menderita kanker hati pada tahun 1936, tetapi para dokter baru mengetahui penyakit tersebut pada tahun 1938. Dan dalam usia 57 tahun, MKA, penghianat dan penghancur Khilafah Utsmani, tepatnya pada tanggal 19 November 1938 di Istana Dolmabahce, MKA dinyatakan mati oleh tim dokter.
Para ulama menolak untuk menyolatkan jenazah busuk MKA, dan pada hari ke-9, atas desakan dan permintaan dari adik perempuan MKA, barulah para ulama mengkafani, menyolatkan, menguburkan MKA. Namun ketika jenazahnya akan dimasukkan ke bumi, jenazahnya terlempar keatas, sehingga para ulama sepakat untuk menimbun jenazah MKA dengan bebatuan di bukit di Ankara. Setelah 15 tahun kematian MKA, jenazahnya kembali untuk dikubur, tetapi bumi kembali menolak jenazah MKA. Akhirnya jenazahnya dipindahkan dari Museum Etnografi Ankara ke Mausoleum Anitkabir Ankara pada tanggal 10 November 1953 ke dalam sebuah Sarkofagus seberat 42 ton.
Penghianatan MKA terhadap Islam, menjadikan namanya tidak pantas untuk dijadikan nama jalan hanya karena tata Krama Diplomatik. Banyak nama pemimpin Turki yang lebih pantas untuk diabadikan namanya sebagai nama jalan seperti Sulaiman al-Qanuni, Muhammad al-Fatih, atau Sultan Abdul Hamid II.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar